Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

17.584 KK Berpotensi Kena Dampak Kenaikan Muka Air Laut di NTB

Ilustrasi ombak besar menerjang wilayah pesisir Ampenan Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Ilustrasi ombak besar menerjang wilayah pesisir Ampenan Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki mengungkapkan sebanyak 17.584 kepala keluarga (KK) berpotensi kena dampak kenaikan air laut di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dia mengatakan Indonesia diperkirakan akan mengalami kenaikan permukaan air laut setinggi 1 sampai 5 meter pada tahun 2100, berdasarkan hasil simulasi dan proyeksi para ahli.

Pemprov NTB bersama Bappenas dan Kemendagri meluncurkan Dashboard Kenaikan Muka Air Laut atau Sea Level Rise (SLR), untuk memperkuat perencanaan pembangunan yang tangguh terhadap perubahan iklim di Mataram, Selasa (21/10/2025). Dashboard SLR dikembangkan berdasarkan analisis yang menunjukkan bahwa lebih dari 17.000 keluarga di NTB berpotensi terdampak jika permukaan laut naik satu meter.

"Di kawasan pesisir, dampaknya dapat mengganggu layanan dasar seperti sekolah dan puskesmas, merusak lahan produktif, menekan sektor perikanan dan pertanian, serta memperburuk kerentanan kelompok miskin, penyandang disabilitas, dan lansia," kata Maliki.

1. 46 desa berdaya berisiko terdampak kenaikan muka air laut di NTB

IMG_20251021_095127_775.jpg
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dia menyebut sebanyak 46 dari 106 Desa Berdaya beresiko terdampak kenaikan muka air laut di NTB. Desa berdaya merupakan program prioritas Pemprov NTB tahun 2025-2029, yang merupakan desa dengan kemiskinan ekstrem tertinggi di NTB.

Tingginya tingkat populasi terdampak pada wilayah yang padat penduduk serta kelompok rentan berakibat pada bertambahnya kerentanan sehingga dapat berpengaruh pada laju penurunan tingkat kemiskinan di NTB.

Secara terperinci, dia menyebutkan masyarakat yang terdampak jika kenaikan muka air laut setinggi 1 meter. Yaitu sebanyak 17.584 Keluarga, 57.047 Individu, 2.964 Kepala Keluarga Perempuan, 13.580 anak usia sekolah, 808 Penyandang Disabilitas dan 3.863 lansia.

Secara nasional, Bappenas menampilkan proyeksi skenario dan potensi dampak kenaikan muka air laut di Indonesia, berdasarkan data yang diolah oleh Bappenas. Proyeksi ini didasarkan pada kenaikan muka air laut sebesar 1 meter, sesuai dengan skenario IPCC RCP 8.5.

Diperkirakan ada 1.740.867 keluarga yang akan terdampak dan area yang terdampak diperkirakan seluas 2.677.922 hektare. Dijelaskan data ini berasal dari olahan "Data Sea Level Rise" yang merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas dengan Program SKALA dan UN Global Pulse.

Untuk menjawab risiko tersebut, Bappenas bekerja sama dengan Kemendagri, didukung Program SKALA dan UN Global Pulse Asia Pacific, mengintegrasikan analisis SLR ke dalam platform aplikasi SEPAKAT. Melalui integrasi data iklim dan data sosial ekonomi hingga tingkat mikro, dashboard ini dapat merumuskan hasil analisis untuk menetapkan prioritas kebijakan, mengidentifikasi intervensi yang tepat sasaran, mengarahkan anggaran, serta memperkuat perlindungan bagi masyarakat yang paling rentan.

Maliki mengatakan kenaikan muka laut menjadi ancaman terhadap pencapaian Indonesia Emas 2045. Namun, ancaman tersebut dapat dimitigasi melalui perencanaan yang baik, didukung analisis yang tepat memanfaatkan data yang akurat melalui sistem berbagi-pakai (SEPAKAT).

"NTB menjadi pelopor untuk membuktikan ketepatan analisis SLR yang ada pada SEPAKAT, dan sekarang siap untuk digunakan semua daerah," ujar Maliki.

2. Dampak perubahan iklim nyata di NTB

IMG_20251021_101002_727.jpg
Wakil Gubernur NTB Indah Dhamayanti Putri. (dok. Istimewa)

Wakil Gubernur NTB, Indah Damayanti Putri mengatakan bencana banjir besar di Kota Mataram beberapa bulan lalu menjadi pengingat bahwa perubahan iklim nyata di NTB. Menurutnya, analisis kenaikan muka air laut ini penting agar semua bersama-sama memahami dampaknya, terutama bagi masyarakat miskin dan rentan.

Wagub NTB yang biasa disapa Dinda ini mengatakan bahwa hasil studi ini penting menjadi dasar penyusunan kebijakan daerah, terutama dalam mengantisipasi dampak sosial ekonomi di wilayah pesisir. "Kita telah melihat sendiri dampaknya. Pada Juli kemarin, banjir besar di Mataram bukan hanya akibat curah hujan tinggi, tetapi juga pengaruh kenaikan muka air laut yang membuat aliran air terhambat," terangnya.

Berdasarkan hasil kajian, terdapat 46 desa dari 106 desa dengan kemiskinan ekstrem di NTB yang diprediksi terdampak kenaikan muka air laut dalam lima tahun ke depan. Karena itu, desa-desa tersebut rencananya dijadikan prioritas utama dalam program penanganan kemiskinan ekstrem di NTB.

Dalam konteks perencanaan daerah, Dinda menjelaskan isu perubahan iklim menjadi bagian penting dari RPJMD NTB 2025-2029, yang merupakan tahap pertama dari RPJPD NTB 2025–2045. Melalui visi NTB Kepulauan yang Makmur dan Mendunia, pemerintah daerah berkomitmen memperkuat ketahanan pangan, mengembangkan pariwisata berkelanjutan dan menurunkan kemiskinan dengan pendekatan berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.

“Kita terus bersinergi membangun kebijakan pembangunan yang berbasis data, adil, transparan dan akuntabel. NTB siap menjadi praktik baik nasional dalam penerapan analisis Sea Level Rise. NTB berkomitmen menindaklanjuti hasil studi ini dan memastikan pembangunan daerah tetap tangguh, berkeadilan, dan berkelanjutan,” kata Dinda.

3. Rekomendasi kebijakan konkret menghadapi dampak perubahan iklim

IMG_20251021_103806_106.jpg
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki dan Counselor Development and Humanitarian, Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Simon Flores. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Counselor Development and Humanitarian, Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Simon Flores mengatakan bahwa kerja sama lintas lembaga merupakan kunci keberhasilan. Dia berharap hasil kolaborasi ini melahirkan rekomendasi kebijakan konkret yang membantu pemerintah dan masyarakat menghadapi dampak perubahan iklim dengan cara yang lebih tangguh dan inklusif.

Melalui kolaborasi pusat-daerah dan mitra pembangunan ini, khususnya NTB dapat mengoptimalkan pemanfaatan data iklim seperti kenaikan muka air laut dan data sosial ekonomi untuk memperkuat analisis, memandu penentuan prioritas, dan melindungi kelompok masyarakat yang paling rentan.

Dengan kolaborasi data yang lebih akurat, NTB diharapkan dapat memperkuat kesiapsiagaan daerah sekaligus menjadi contoh perencanaan pembangunan yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan bagi provinsi lain di Indonesia.

Dia mengatakan tantangan perubahan iklim seperti kenaikan mula air laut merupakan isu yang dihadapi bersama kedua negara. Karena itu, studi ini diharapkan menghadirkan solusi inovatif yang memadukan data spasial, pendekatan digital serta analisis sosial ekonomi masyarakat pesisir.

Hasil kolaborasi berupa pengembangan Decision Support System Dashboard, sebuah platform berbasis data untuk membantu pemerintah daerah dalam mengidentifikasi dampak perubahan iklim dan menyusun kebijakan penanganan yang lebih tepat sasaran.

“Studi ini bukan hanya tentang data, tetapi tentang manusia, tentang masa depan masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest News NTB

See More

Polres Lotim Usut Kasus Keracunan MBG di Kecamatan Pringgabaya

22 Okt 2025, 06:17 WIBNews