Pj Gubernur Umumkan Situasi Darurat Pernikahan Anak di NTB

Mataram, IDN Times - Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi menyatakan wilayah dipimpinnya sedang mengalami situasi darurat pernikahan anak atau menarik kodeq dalam istilah daerah setempat. Kondisi memprihatinkan mengingat tren pernikahan anak cenderung turun di daerah lain sebaliknya di NTB malah meningkat signifikan.
"Dalam konteks ini, saya telah memerintahkan Kepala DP3AP2KB dan Bappeda untuk melakukan analisis mendalam terhadap masalah ini. Kita perlu mencari langkah-langkah inovatif untuk mengatasi darurat kasus merarik kodeq ini dengan sebaik mungkin," ungkap Gita di Mataram pada Jumat (3/5/2024).
Berdasarkan pernyataan Gita, terlihat upaya serius pemerintah untuk menghadapi masalah tersebut dengan langkah-langkah yang lebih proaktif dan efektif.
1. Kasus pernikahan anak di NTB 2023

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB mencatat adanya 723 anak yang mendapatkan dispensasi nikah sepanjang tahun 2023, berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Provinsi NTB tahun 2024.
Jumlah anak yang mendapatkan dispensasi nikah pada tahun 2023 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, terdapat 710 kasus dispensasi nikah anak. Pada tahun 2023, jumlah dispensasi pernikahan anak di NTB tertinggi tercatat di Pengadilan Agama Bima, yaitu sebanyak 309 kasus. Diikuti oleh Pengadilan Agama Dompu dengan 194 kasus.
Selanjutnya, Pengadilan Agama Sumbawa mencatat 87 kasus, Pengadilan Agama Giri Menang Lombok Barat 56 kasus, Pengadilan Agama Praya Lombok Tengah 40 kasus, Pengadilan Agama Selong Lombok Timur 29 kasus, Pengadilan Agama Mataram 5 kasus, dan Pengadilan Agama Taliwang Sumbawa Barat 3 kasus.
Tingkat perkawinan anak di NTB pada tahun 2023 tercatat di atas rata-rata nasional. Persentase perkawinan anak di NTB mencapai 17,32 persen, sementara rata-rata nasional sebesar 6,92 persen.
2. Minta dukungan tokoh agama dan masyarakat

Gita menegaskan bahwa upaya menekan kasus pernikahan anak telah menjadi fokus utama Pemerintah Provinsi NTB. Ia mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan tokoh masyarakat untuk memberikan pencerahan kepada seluruh lapisan masyarakat.
"Kami ingin menyampaikan pesan bahwa praktik menikah dini tidak boleh diabaikan. Semua upaya yang kami lakukan akan sia-sia tanpa dukungan kuat dari para pemimpin agama dan tokoh masyarakat," ujar Gita.
Gita optimis bahwa dengan dukungan penuh dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, penurunan kasus pernikahan anak akan terjadi secara signifikan. Selain itu, pembuatan "awik-awik" atau hukum adat yang disepakati bersama oleh masyarakat juga menjadi langkah penting.
Dengan adanya "awik-awik" ini, pelanggaran akan berujung pada sanksi sosial yang kuat. Menurutnya, pendekatan ini memiliki potensi besar untuk menekan kasus pernikahan anak di NTB.
"Adanya sanksi sosial akan memberikan dampak moral yang kuat. Penting bagi mereka untuk mematuhi aturan yang telah disepakati bersama ini. Ini merupakan wujud kepedulian sosial dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat," tambahnya.
3. Menyebabkan persoalan sosial

Gita menambahkan pernikahan anak menyebabkan berbagai persoalan sosial seperti stunting. Selain itu, pernikahan anak juga menjadi ancaman dalam ikhtiar mewujudkan NTB Emas 2045.
Untuk itu, pemberian dispensasi nikah juga akan diperketat untuk mencegah kasus pernikahan anak di NTB. "Saya minta desa yang angka pernikahan anak memprihatinkan. Angka stuntingnya tinggi. Kita jadikan pilot Project, kita tangani segera," tandasnya.