Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Lulusan SMK dan PT di NTB Banyak Nganggur, Ternyata Ini Penyebabnya!

Ilustrasi pengangguran. Dok. Istimewa/IDN Times

Mataram, IDN Times - Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT) di Nusa Tenggara Barat (NTB) banyak yang menganggur. Data BPS NTB, lulusan SMK yang menganggur sebesar 4,73 persen dari 87,01 ribu pengangguran per Agustus 2024.

Kemudian lulusan SMA sebesar 4,26 persen, lukisan universitas atau PT sebesar 3,54 persen, lulusan SMP 2,01 persen, lulusan SD ke bawah 1,67 persen dan lulusan Diploma I/II/III sebesar 1,03 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 di NTB sebesar 2,73 persen.

TPT NTB mengalami penurunan sebesar 0,07 persen dibandingkan kondisi Agustus 2023. Seiring bertambahnya jumlah penduduk di NTB, penduduk usia kerja mengalami kenaikan pada Agustus 2024 sebanyak 4,13 juta orang, naik sebanyak 74,18 ribu orang dibanding Agustus 2023.

Sebagian besar penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja yaitu sebanyak 3,19 juta orang atau 77,23 persen, sisanya termasuk bukan angkatan kerja. Pekerja Gen Z di Kota Mataram, Erawati mengatakan bahwa anak muda yang baru lulus kuliah bukan enggan mencari kerja. Tetapi memang pada sekarang ini sangat susah mendapatkan pekerjaan.

"Gen Z bukan enggan cari kerja. Tapi susah dapat kerja. Kalau aku pribadi dari sebelum wisuda sudah mecoba ngelamar beberapa pekerjaan. Dan alhamdulillah sebelum wisuda sudah keterima," kata Erawati saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (3/5/2025).

1. Gen Z lebih suka kerja WFA

ilustrasi Gen-Z dengan pekerjaan sampingan (pexels.com/Julia M Cameron)

Dia mengatakan bahwa Gen Z memang lebih suka kerja dari luar kantor atau work from anywhere (WFA) ketimbang kerja dari kantor atau work from office (WFO). Namun, ada juga Gen Z yang suka kerja di kantor.

"Kalau aku emang dari dulu gak mau kerja di kantor karena pengennya di lapangan. Ada juga temenku yang kerjaannya kantoran, oke-oke aja. Semua tergantung individu. Gak bisa mengatakan Gen Z gak bisa kerja di kantor," katanya.

Dia mengatakan bekerja di perusahaan jelas menjadi opsi pertama Gen Z. Tetapi pasti ada side job menjadi frelancer atau usaha lainnya. "Lihat dari temen-temanku gak ada yang bekerja di satu posisi. Pasti ada aja side job-nya," tutur Wati.

2. Kurangnya link and match dengan pasar kerja

Plh Kepala Disnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Plh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB I Gede Putu Aryadi mengungkapkan penyebab masih banyaknya lulusan SMK dan PT yang menganggur. Dia mengatakan penyebabnya karena belum adanya link and match antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) atau pasar kerja.

Dia mengatakan anak-anak muda lulusan SMK sebenarnya sudah punya basic skill yang bagus. Tugas dinas terkait yang menangani masalah pendidikan bagaimana menciptakan link and match dengan DUDI.

"Itu harus dilakukan, semua sektor harus bergerak melakukan upskilling. Lembaga pendidikan itu melakukan pendekatan kerja sama dengan dunia industri. Sehingga ke depan ini bisa menjadi solusi mengatasi pengangguran," ujarnya.

Untuk itu, kata Aryadi, Pemprov NTB akan merevitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) menjadi skill center. BLK sudah diminta melakukan pemetaan lulusan dari lembaga pendidikan yang menganggur. Mana yang harus diberikan skill dari awal dan upskilling atau peningkatan skill.

"Kalau skilling dari awal cenderung dia menjadi pekerja mandiri karena mungkin latar belakang pendidikannya kurang. Tapi kalau yang sudah punya background pendidikan formal yang bagus seperti SMK. Dia sudah punya skill dasar, tinggal upskilling apa yang kurang," kata Aryadi.

Bagi lulusan SMK atau PT yang sudah punya skill, tinggal ditambah pendidikan mental dan kemampuan bahasa asing. Selama ini, kata Aryadi, tak pernah dilakukan sehingga lulusan SMK dan PT banyak yang menganggur.

"Setelah lulus dibiarkan, dianggap sudah selesai. Padahal tren transformasi digital berkembang pesat, banyak menggeser, sehingga perlu tambahan skill. Contohnya sudah punya keterampilan las, mau pergi bekerja ke Korea, tinggal bahasa saja," terangnya.

Dia mengatakan mindset anak muda juga perlu diubah. Jangan hanya berpikir bekerja di dalam daerah. Karena pasar kerja di luar daerah dan luar negeri masih terbuka lebar.

Dikatakan, skill setiap orang pasti berbeda-beda. Misalnya di NTB, ada perusahaan pertambangan. Tetapi tidak semua orang punya skill di sektor pertambangan.

Sejak beberapa tahun terakhir, kata Aryadi, link and match antara lembaga pendidikan dengan DUDI mulai terlihat hasilnya. Sebelumnya, angka pengangguran lulusan SMK di NTB mencapai 8 persen, namun sekarang turun menjadi 4,73 persen.

"Ini semua harus bergerak. Pemahaman yang sama di dunia pendidikan juga harus begitu. Kurikulum pendidikan disesuaikan dong. Sekarang pasar kerja internasional bukan skill saja dilihat tapi soal kedisplinan dan mampu bekerja dengan tim," ungkapnya.

Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menyebut SMK di NTB menjadi produsen pengangguran. Sehingga pembenahan kualitas pendidikan vokasi dan menekan angka pengangguran lulusan SMK menjadi visi Pemprov NTB dalam lima tahun ke depan.

Eks Duta Besar Indonesia untuk Turki ini menyoroti lemahnya keterkaitan antara kurikulum SMK dengan kebutuhan riil dunia kerja. Akibatnya, banyak lulusan SMK yang tidak memiliki keahlian tersertifikasi dan gagal menembus pasar tenaga kerja internasional.

Padahal saat ini pasar kerja internasional sangat terbuka khususnya di negara-negara dengan krisis populasi produktif seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan kawasan Eropa.

Dia mendorong transformasi menyeluruh pendidikan vokasi di NTB dengan menginstruksikan kepala SMA dan SMK untuk aktif melakukan sosialisasi ke tingkat SMP, menjelaskan dua jalur masa depan yang bisa dipilih siswa yaitu pendidikan akademik atau vokasional.

3. Evaluasi jurusan yang jenuh di SMK dan PT

Pengamat Pendidikan NTB Dr. Muhammad Nizaar. (IDN Times/Istimewa)

Pengamat Pendidikan NTB Dr. Muhammad Nizaar menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran lulusan SMK dan PT di NTB. Dia menilai kurikulum dan teaching set atau perangkat pembelajaran sudah terupdate dengan baik oleh pemerintah. Tetapi capaian pada tataran implementasi tidak bisa diraih karena setiap daerah punya masalah yang beragam.

Misalnya, jumlah guru tidak sesuai rasio, keterampilan guru masih rendah, fasilitas belajar belum lengkap. Meskipun SMK namun guru-guru yang punya keahlian sesuai jurusan masih minim.

"Tidak bisa dimungkiri para siswa hanya belajar di sekolah dan minim dukungan orang tua saat mereka di rumah seperti perhatian, tambahan fasilitas belajar, serta waktu yang cukup untuk belajar," kata Nizaar, Sabtu (3/5/2025).

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram ini mengatakan bahwa setiap daerah punya masalah yang cukup kompleks sehingga perlu solusi berbasis kedaerahan. Namun solusi umum yang diharapkan berupa perhatian pada fasilitas belajar di sekolah melalui dana pendidikan yang lebih merata.

"Saya sangat khawatir fasilitas pendidikan diabaikan oleh pemerintah saat ini mengingat saat ini pemerintah sedang konsen dengan sekolah rakyat yang dibangun dengan sistem yang sangat ideal dan serba gratis," paparnya.

Nizaar menambahkan perlu dilakukan evaluasi terhadap jurusan-jurusan di SMK di SMK maupun PT yang sudah jenuh. Karena bisa menjadi kesulitan disambungkan dengan dunia industri yang ada di wilayah tersebut.

Dia mengatakan masalah utamanya adalah jumlah guru keahlian yang masih minim dan fasilitas sarana prasarana yang belum lengkap sesuai dengan kebutuhan kurikulum di jurusan tersebut. "Jumlah SMK swasta sangat banyak dan fasilitas belajarnya masih sangat memprihatinkan," tandasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
Muhammad Nasir
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us