KPK Beberkan Nilai Merah Tata Kelola Pendidikan di NTT

- KPK memberi nilai merah tata kelola lembaga pendidikan di NTT
- Deputi Bidang Pendidikan KPK mendorong perbaikan sistem pengelolaan pendidikan di NTT
- LLDIKTI di NTT dapat nilai merah, pemerintah daerah diminta memperkuat kebijakan dan tata kelola pendidikan yang bersih
Kupang, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi nilai merah pada tata kelola lembaga pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). KPK menyoroti tata kelola pendidikan di NTT masih menjadi titik lemah dalam upaya membangun pendidikan berintegritas.
KPK mengungkap ini dalam kunjungan mereka di Kota Kupang, NTT, berdasarkan Data Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. SPI ini mengungkap Indeks Integritas Pendidikan (IIP) NTT yang berada di angka 70,44 dan skor terendahnya soal dimensi tata kelola yang memperoleh skor 61,32.
Dalam SPI ini skor 0–72,9 (risiko korupsi tinggi, integritas lemah) terkategori merah atau rendah. Skor 73–77,9 (integritas sedang, perlu pengawasan lebih lanjut) terkategori kuning atau waspada. Sementara 78–100 (integritas kuat, risiko rendah) terkategori terjaga atau hijau.
1. Perlu evaluasi secara kelembagaan

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menyoroti ini dalam keterangannya Jumat (10/10/2025). KPK mendorong perbaikan sistem pengelolaan pendidikan di NTT.
“Capaian itu mencerminkan integritas pendidikan jenjang menengah atas atau sederajat di NTT, berada pada level integritas korektif,” tutur dia.
Artinya, kata dia, lembaga terkait harus melakukan evaluasi internal, mengembangkan program pencegahan korupsi yang lebih baik, dan berkolaborasi dengan KPK untuk monitoring.
Survei ini memang menunjukkan nilai kejujuran dan tanggung jawab para murid yang mulai tumbuh di ruang kelas. Namun, sayangnya belum diimbangi sistem kelembagaan yang kokoh. Untuk itu, tegas dia, NTT harus memperkuat kontrol internal, evaluasi kebijakan, serta pelaporan yang transparan.
"Pendidikan berintegritas bukan saja soal siswa yang jujur saat ujian tetapi meliputi perihal karakter, ekosistem pendidikan antikorupsi, dan tata kelola sistem pendidikan yang bersih dari penyimpangan," tambah dia.
2. LLDIKTI di NTT dapat nilai merah

Direktur Jejaring Pendidikan KPK, Dian Novianthi, juga mengungkap nilai rendah terhadap LLDIKTI Wilayah XV, sebuah unit kerja dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Republik Indonesia. Wilayah kerjanya mencakup NTT guna mengawasi, membina, dan mengendalikan perguruan tinggi.
"Skor yang diperolehnya 66,11, dengan dimensi tata kelola kembali menjadi nilai terendah," tandasnya.
Ekosistem dan sistem pengelolaan lembaga pendidikan ini perlu diperbaiki dengan memperkuat kolaborasi lintas lembaga, menerapkan program pendidikan antikorupsi, dan bukan hanya kegiatan di kelas.
“Kolaborasi antarpemangku kepentingan memang sudah mulai terbentuk, tapi masih perlu diperkuat agar dampaknya lebih luas,” tambahnya.
KPK sendiri menindak lanjuti hasil survei ini dengan menggelar Forum Group Discussion (FGD) Monitoring dan Evaluasi SPI Pendidikan 2024. Kegiatan ini berlangsung di Aula Fernandez, Kantor Gubernur NTT, Kota Kupang, Rabu lalu (8/10/2025). Forum ini dihadiri pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, Kanwil Kemenag, LLDIKTI, Kopertais, dan Inspektorat se-NTT.
"Sudah ada langkah transparansi, seperti audit internal dan mekanisme pengawasan. Tapi, pelaksanaannya belum konsisten, masih banyak celah perilaku tidak berintegritas,” ungkap Dian.
3. Respons pemerintah

Gubernur NTT, Melki Laka Lena, menanggapi hasil SPI dari KPK ini saat mengikuti FGD tersebut. Menurutnya, hasil SPI ini jadi cerminan bagi pemerintah daerah untuk memperkuat kebijakan dan tata kelola pendidikan yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik korupsi.
"Saya mengapresiasi langkah KPK, maka itu saya menyerukan agar setiap sekolah di NTT menegakkan kembali tiga pilar utama pendidikan yaitu kualitas akademik yang unggul, pembentukan karakter dan moral yang kuat, serta pengembangan jiwa kewirausahaan," jawab dia.
Ia juga menyebut tantangan pendidikan di NTT masih berat. IPM NTT juga masih di posisi ke-35 dari 38 provinsi.
"Dulu kita dikenal sebagai daerah pengirim guru, kini justru tertinggal. Banyak anak naik kelas tanpa benar-benar menguasai kemampuan dasar. Bahkan ada mahasiswa yang kesulitan membaca dengan lancar. Ini alarm serius bagi kita semua," tambah dia.
Inspektur Daerah Provinsi NTT, Stefanus F. Halla, juga menambahkan hasil ini menjadi acuan evaluasi rutin bagi pemerintah daerah dan lembaga pengampu. Pendampingan KPK ini, kata dia, jadi langkah strategis membangun sistem pendidikan yang berlandaskan kejujuran dan tanggung jawab.