Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ketua Yayasan Cabuli 20 Santriwati, Kemenag NTB Siap Cabut Izin Ponpes

Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan ketua yayasan sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, terhadap 20 santriwati, mengejutkan publik sekaligus mencoreng citra lembaga pendidikan keagamaan di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) NTB, Zamroni Aziz, menyebut kasus ini tidak bisa ditoleransi dan menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap Ponpes tersebut sesuai aturan.

"Kami akan tindak sesuai regulasi. Dimulai dari teguran, sanksi penutupan sementara, hingga pencabutan izin operasional jika mereka tidak juga berbenah," tegas Zamroni dalam keterangannya di Mataram, Selasa (22/4/2025).

1. Mencoreng nama baik Ponpes di NTB

Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Zamroni meminta aparat penegak hukum (APH) menindak tegas oknum ketua yayasan yang diduga mencabuli santriwati tersebut. Menurutnya, Kemenag selama ini rutin melakukan pembinaan kepada seluruh Ponpes di NTB, termasuk menggelar pertemuan tahunan bersama pimpinan Ponpes, Kemenag kabupaten/kota, pemerhati anak, dan aparat penegak hukum.

"Namun, kejadian ini justru kami ketahui lewat media sosial. Kami sudah berkoordinasi dengan Kemenag Pusat dan pemerhati anak, dan akan menindaklanjuti kasus ini sesuai PMA Nomor 73 Tahun 2022," ujarnya.

Lebih lanjut, Zamroni menegaskan, jika pelanggaran terbukti, Kemenag tidak segan menjatuhkan sanksi tegas, termasuk mencabut izin operasional Ponpes. Ia juga berharap aparat dapat mengusut tuntas dugaan kekerasan seksual ini.

"Kami dorong APH untuk menindak tegas jika terbukti. Selain itu, kami akan evaluasi ponpes yang bersangkutan agar sanksinya sesuai ketentuan," katanya.

2. Evaluasi ponpes yang terjadi kasus kekerasan seksual

Ilustrasi kekerasan (Ilustrasi/IDN Times)

Zamroni juga mengungkapkan, di tiap kabupaten/kota di NTB sudah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) pencegahan kekerasan di lingkungan Ponpes. Namun, ia mengakui Kemenag memiliki keterbatasan dalam mengawasi secara teknis, mengingat Ponpes merupakan lembaga pendidikan swasta yang memiliki otonomi pengelolaan.

"Pengawasan kami sebatas pada aspek kurikulum dan pelayanan pendidikan. Untuk urusan internal, memang tak sepenuhnya bisa kami kontrol," jelasnya.

Diketahui, Ketua Yayasan Ponpes berinisial AF (55) diduga mencabuli 20 santriwati sejak 2016 hingga 2023. Aksi bejatnya terungkap setelah tujuh korban melapor ke Polresta Mataram, didampingi Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB.

3. Modus ketua yayasan ponpes lecehkan puluhan santriwati

Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Koordinator Aliansi, Joko Jumadi, mengungkapkan, pelaku menggunakan modus menjanjikan ‘keberkahan’ agar korban bisa melahirkan anak yang disebut akan menjadi wali.

"Pelaku menjanjikan rahim korban akan diberkahi supaya bisa melahirkan anak yang menjadi wali," kata Joko.

Ia menambahkan, keberanian para korban untuk bicara bermula setelah menonton serial drama asal Malaysia berjudul "Bidaah", yang mengangkat kisah kekerasan seksual di sekte agama fiktif.

"Para korban, yang sebagian merupakan alumni, merasa pengalaman mereka mirip dengan cerita di film itu. Dari sanalah mereka akhirnya berani speak up," ujar Joko.

Meski tercatat ada 20 korban, Joko memastikan sejauh ini tidak ada laporan korban sampai hamil. Ia juga mengapresiasi sikap pimpinan Ponpes yang langsung memberhentikan AF dari jabatannya begitu menerima laporan dari para santriwati.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
Muhammad Nasir
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us