Jurnalis Perempuan di Lombok Diintimidasi saat Liput Banjir Perumahan

Mataram, IDN Times - Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB mengecam tindakan intimidasi terhadap jurnalis perempuan saat meliput kondisi perumahan terdampak banjir di Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, Selasa (11/2/2025). Jurnalis perempuan inisial YNQ mengalami tindakan intimidasi dan kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh salah satu staf developer perumahan.
Ketua FJPI NTB, Linggauni menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus mengecam keras tindakan intimidasi yang diduga dilakukan oleh salah satu staf developer perumahan terhadap YNQ, seorang jurnalis perempuan dari media Inside Lombok.
"Kejadian bermula saat korban sedang menjalankan tugas jurnalistiknya dengan meliput kondisi perumahan yang terdampak banjir di Kecamatan Labuapi," kata Linggauni di Mataram, Selasa (11/2/2025).
1. Terkait unggahan video banjir di media sosial Inside Lombok

Dalam peristiwa tersebut, staf developer diduga dari PT Meka Asia melakukan tindakan intimidasi dan kekerasan fisik terhadap YNQ. Tindakan intimidasi yang terkait unggahan video banjir di sebuah perumahan di kawasan Lombok Barat yang dipublikasikan oleh Inside Lombok melalui media sosial.
Linggauni menegaskan tindakan ini tidak hanya melanggar hak jurnalis dalam melaksanakan tugasnya, tetapi juga merupakan ancaman terhadap kebebasan pers yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
2. Intimidasi terhadap jurnalis Inside Lombok bentuk tindak pidana

Berdasarkan UU Pers, kata Linggauni, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana. Khususnya melanggar Pasal 4 Ayat (2): "Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran."
Kemudian Pasal 4 Ayat (3): "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Serta Pasal 18 Ayat (1): "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
3. Desak aparat proses hukum pelaku

Sebagai organisasi yang mendukung kebebasan pers dan perlindungan terhadap jurnalis perempuan, tegas Linggauni, FJPI NTB menegaskan sikap. Pertama, mengecam keras tindakan intimidasi yang dilakukan oleh staf developer diduga dari PT Meka Asia terhadap jurnalis perempuan berinisial YNQ.
Kedua, mendesak aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menghormati kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.
Keempat, memberikan dukungan penuh kepada Jurnalis dan media Inside Lombok dalam menjalankan tugas jurnalistiknya secara independen.
"FJPI NTB menegaskan bahwa setiap bentuk intimidasi, kekerasan, atau upaya menghalangi kerja-kerja jurnalistik adalah pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas. Kami berharap kejadian ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak untuk menciptakan ruang kerja yang aman bagi jurnalis, khususnya perempuan," tegas Linggauni.
Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB, Haris Mahtul. Atas kejadian ini, KKJ menyesalkan sikap oknum pengembang yang melakukan tindak kekerasan dan intimidasi. Apalagi kejadian ini dialami jurnalis perempuan dalam kondisi hamil.
“Apa pun alasannya, perbuatan ini tidak bisa dibenarkan,” ujar Haris Mahtul.
Begitu pula yang disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, M. Kasim. Ia mengecam tindakan dari tindakan dari pimpinan PT. Meka Asia dan terduga pelaku Egas Pradhana yang mengintimidasi dan melakukan kekerasaan fisik terhadap jurnalis Inside Lombok.
Menurutnya, korban tidak mengetahui permasalahan yang diprotes pelaku. Karena, postingan yang disiarkan di medsos Inside Lombok merupakan kiriman warganet perihal keluhan kondisi perumahan yang mengalami banjir.
“Jadi tidak ada sama sekali kaitannya dengan produk jurnalistik,” kata Cem sapaan akrab M Kasim.
Cem mendesak pelaku diproses secara hukum. Pasalnya, kekerasaan dialami korban bertentangan dengan Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang pers sebagaimana disebutkan pasal 2 dan 3 tentang hak dan tanggungjawab media.
“Jurnalis mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi,” jelasnya.
4. Keterangan saksi dan korban

Karyawan PT Meka Asia, Andi menceritakan bahwa pada Selasa (11/2/2025), sejumlah Jurnalis termasuk Jurnalis Inside Lombok, YNQ mengonfirmasi ke pengembang perumahan soal keluhan warga yang mengalami kebanjiran. Para Jurnalis diterima Direktur PT Meka Asia yang bernama Rizal.
Setelah perkenalan satu per satu, Direktur PT Meka Asia menolak kehadiran jurnalis Inside Lombok. Kemudian jurnalis Inside Lombok keluar sambil menangis.
Menurut Andi, bosnya kecewa karena menilai video yang beredar di media sosial Inside Lombok soal banjir di perumahan tersebut hanya pandangan dari satu pihak saja, tanpa klarifikasi ke pengembang perumahan PT Meka Asia.
"Karena nangis mbak itu, saya minta tolong Egas panggil mbak itu. Gak elok, teman-teman niatnya baik, terus keluar nangis. Padahal itu masalah perusahaan bukan pribadi. Jadi memang direktur tidak mengarah ke pribadi. Karena dari Inside Lombok saja yang disampaikan," jelas Andi.
Setelah itu, Andi mengaku tidak mengetahui apa yang terjadi di luar. Begitu juga soal dugaan terjadinya kekerasan terhadap jurnalis Inside Lombok, dia tidak mengetahui hal itu. "Saya gak tahu masalah itu," kata Andi dikonfirmasi IDN Times, Selasa malam (11/2/2025).
Sementara itu, YNQ mengaku bahwa dirinya keluar dalam keadaan menangis karena merasa diintimidasi dan diusir dari tempat tersebut. Ia mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan karena yang bersangkutan tidak berkenan dengan unggahan di media sosial milik medianya.
"Saya keluar karena saya diusir, kemudian saya dikejar dan wajah saya seperti dibejek-bejek (diremas, red). Saat itu saya gemetaran dan shock," aku YNQ.