Uniknya Tradisi Madak: "Siapa yang Berani Larang?"

Meski pandemik, ribuan warga Mandalika melestarikan Madak

Lombok Tengah, IDN Times - Ribuan warga lingkar Sirkuit MotoGP Mandalika berbondong-bondong memenuhi area Pantai Kuta Mandalika. Mereka mendirikan tenda dari terpal untuk mencari kerang, ikan, dan biota laut lainnya seperti siput, gurita, udang dan kepiting untuk meneruskan tradisi Madak di Pantai Kuta Mandalika sejak Senin (23/8/2021) hingga Kamis (26/8/2021) pekan lalu.

Madak atau bisa disebut sebagai menangkap ikan dan kerang ketika air laut surut menjadi sebuah tradisi unik di Pantai Kuta Mandalika, tepatnya bagi warga yang mendiami lingkar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika--sebuah kawasan mega proyek yang digadang-gadang akan menjadi tujuan wisata baru di Indonesia.

Baca Juga: Uniknya Budaya Merarik Suku Sasak Lombok, Calon Pengantin Dibawa Lari 

1. Bermukim di pinggir pantai Kuta Mandalika

Uniknya Tradisi Madak: Siapa yang Berani Larang?Ribuan warga lingkar Mandalika penuhi pantai Kuta untuk lakukan tradisi Madak IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki

Tradisi Madak biasanya dilakukan ketika memasuki musim bulan Purnama, saat air laut surut di pantai Kuta Mandalika. Tak tanggung-tanggung, ribuan warga beramai-ramai mencari ikan dengan alat tangkap seadanya sejak siang menjelang magrib.

"Kami memang sengaja datang dan menginap mendirikan tenda hanya untuk mencari ikan," kata Suahini warga Dusun Kokon Desa Rembitan akecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Perempuan paruh baya ini mengaku datang membawa kedua anak dan suaminya bersama tujuh anggota keluarga. Keluarga ini menginap di pinggir Pantai Kuta Mandalika hanya untuk mencari ikan.

2. Madak biasanya dilakukan di bulan Agustus

Uniknya Tradisi Madak: Siapa yang Berani Larang?Sukani bersama 11 anggota keluarga lakukan tradisi Madak di Pantai Kuta Mandalika IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki

Kata Suhaini, selama tujuh tahun terakhir, ia selalu mengikuti tradisi Madak untuk mencari kerang dan ikan di Pantai Kuta Mandalika.

Biasanya dia mengajak semua anggota keluarganya untuk bermukim selama kurun waktu lima hari di Pantai Kuta Mandalika untuk mencari ikan.

"Ia biasanya kita ke sini pada bulan Agustus. Karena air laut di sana surut dalam waktu lima hari berturut-turut," katanya.

3. Membawa bekal seminggu

Uniknya Tradisi Madak: Siapa yang Berani Larang?Ribuan warga bermukim di pinggir Pantai Kuta Mandalika lakukan tradisi Madak IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki

Tak tanggung-tanggung, Suhaini membawa bekal untuk lima hari selama menginap di pantai Kuta Mandalika. Dan bekal yang mereka siapkan tidak sedikit.

"Saya bawa beras sampai 20 Kg. Belum lagi lauk pauk dan [uang] sangu untuk anak-anak belanja di Pantai Kuta," katanya.

Ia pun berencana mengikuti tradisi madak selama lima hari sejak hari Senin (23/8/2021) sampau hari Sabtu (28/2021) pekan lalu.

4. Mandi dan masak di Pantai Kuta Mandalika

Uniknya Tradisi Madak: Siapa yang Berani Larang?Tenda warga lingkar Mandalika berkumpul di Pantai Kuta Mandalika untuk mencari ikan atau Madak IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki

Selama menginap lima malam di Pantai Kuta Mandalika, Suhaini dan keluarganya memasak dan beraktivitas layaknya di rumah. Ia pun mengaku senang berada di pantai untuk mengikuti tradisi Madak. 

"Ya masak di dalam tenda. Kalau mandi kan bisa menitip di musala atau hotel di kawasan Kuta. Tapi di sebelah Bazaar Mandalika di sana ada sumur tempat mandi," kata Suhaini.

Selain itu, kata Suhaini, untuk lampu penerangan biasanya ia meminta sambungan aliran listrik pada hotel di Kawasan Pantai Kuta Mandalika.

"Biasanya kita izin ke pihak hotel. Ada juga yang sambung aliran listrik di pos satpam penjagaan pantai Kuta. Kalau dulu kan kita pakai dahan Kelapa untuk penerangan. Sekarang kan sudah ada listrik," katanya.

5. Ikan ditangkap menggunakan racun tradisional

Uniknya Tradisi Madak: Siapa yang Berani Larang?Warga lingkar KEK Mandalika lakukan tradisi Madak di Pantai Kuta Mandalika IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki

Dari penelusuran IDN Times, sebagian warga yang mengikuti tradisi Madak di Pantai Kuta Mandalika menangkap ikan dengan cara diracun. Seperti yang dilakukan oleh Mamik Jenum (54) asal Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah. 

Mamik Jenum mengaku sengaja meracuni ikan saat madak untuk memudahkan saat menangkapnya. 

Racun yang dibawa oleh Mamik Jenum berasal dari pohon tue yang dia racik bersama kulit pohon kelor kemudian dicampur dengan bensin secukupnya. Dengan menggunakan bahan alami, kata Mamik Jenum, racunnya tidak akan merusak ekosistem biota laut di Pantai Kuta Mandalika Lombok.

"Kalau tidak diracun pasti akan susah kita tangkap kan. Racunnya juga kan alami. Jadi ikan yang diracun tidak sampai mati hanya pingsan," katanya.

Tradisi membuat racun dari pohon tue sudah merupakan tradisi dari turun-temurun. Mamik Jenum pun mengaku selama mengikuti tradisi Madak bersama 15 anggota keluarganya hanya menangkap ikan untuk dikonsumsi dalam skala kecil.

"Paling banyak kita dapat itu paling sampai 10 Kg. Tidak sampai puluhan kilo. Intinya jadi lauk saat menginap di Pantai Kuta," katanya.

Selama menginap tiga hari di Pantai Kuta kata Mamik Jenum, ia merasa senang karena tidak ada larangannya dari Satgas COVID-19 Kabupaten Lombok Tengah maupun Provinsi NTB.

"Siapa yang berani larang? Ini kan tradisi," kata Mamik Jenum.

Ia pun mengaku selama ada pengembangan hotel dan penataan kawasan di Pantai Kuta Mandalika, akses untuk warga yang melakukan tradisi Madak menjadi lebih mudah.

"Asal kami tidak menyisakan sampah di Pantai. Semua petugas di Pantai Kuta Mandalika merasa senang dengan adanya warga melestarikan tradisi Madak," pungkasnya.

Baca Juga: Jerit Hati Warga di Dalam Sirkuit Mandalika, Ingin Curhat ke Jokowi

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya