17 Balita di Lotim Meninggal Akibat Pneumonia dan TBC

Lombok Timur, IDN Times – Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Lotim) mencatat, pneumonia dan tuberkulosis (TBC) menjadi penyebab utama kematian puluhan balita. Sepanjang tahun 2024, tercatat 15 anak meninggal dunia akibat pneumonia dan dua lainnya akibat TBC.
Data ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan masyarakat dan pemerintah setempat, sebab temuan kasus tersebut masih tergolong rendah. Rendahnya temuan kasus pneumonia dan TBC ini disebabkan karena pemahaman masyarakat terkait dengan penyakit ini masih rendah, sehingga berdampak pada telatnya penanganan.
1. Didominasi bayi di bawah satu tahun

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan Lombok Timur, Budiman Satriadi, mengungkapkan bahwa dari 15 balita yang meninggal akibat pneumonia, 12 di antaranya berusia di bawah satu tahun, sedangkan satu anak berusia 1-5 tahun. Selain pneumonia, Budiman juga menyoroti kasus TBC yang telah merenggut nyawa dua anak.
"Pneumonia merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang sangat berbahaya, terutama bagi balita. Kedua penyakit ini menjadi perhatian serius kami karena dampaknya yang sangat fatal jika tidak ditangani dengan cepat," ujarnya.
Pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pneumonia, TBC, dan diare. Upaya ini diharapkan dapat menekan angka kematian balita dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan serta penanganan dini penyakit-penyakit tersebut.
"Kita berkomitmen untuk melawan penyakit ini, karena ini berakibat fatal pada anak-anak," tegasnya.
2. Temuan Pneumonia dan TBC masih rendah

Menurutnya, pneumonia, TBC, dan diare sering disebut sebagai silent disease karena gejalanya tidak selalu terlihat jelas. Meskipun angka kematian akibat pneumonia dan TBC cukup tinggi, penemuan kasus kedua penyakit ini di Lotim masih tergolong rendah. Karena anak mungkin terlihat sehat, tetapi jika tidak ditangani dengan cepat, penyakit ini dapat berakibat fatal.
Dijelaskan Budiman, dari target yang ditetapkan, penemuan kasus pneumonia hanya mencapai 48 persen, TBC 51 persen, dan diare 54 persen.
"Beberapa faktor menyebabkan temuan kasus masih rendah, salah satunya adalah minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit-penyakit ini," ujar Budiman.
3. Imbau masyarakat tingkatkan kewaspadaan

Budiman mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala-gejala penyakit tersebut. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan lingkungan, menghindarkan anak dari paparan asap rokok di dalam ruangan, serta memastikan rumah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang memadai.
"Lingkungan rumah yang lembap, pengap, dan kurang cahaya dapat meningkatkan risiko pneumonia dan TBC. Sementara itu, makanan dan minuman yang tidak higienis dapat memicu diare," jelasnya.
Dinas Kesehatan Lombok Timur juga mendorong masyarakat untuk segera membawa anak ke fasilitas kesehatan jika menunjukkan gejala-gejala seperti batuk berkepanjangan, sesak napas, demam, atau diare.
"Kenali gejala dan bahayanya. Jangan menunda-nunda untuk memeriksakan anak ke tenaga medis jika ada tanda-tanda penyakit tersebut," pesan Budiman.