Terungkap! Ternyata 4 Senior Siksa Prada Lucky dalam Keadaan Mabuk

- Prada Lucky disiksa dan dilecehkan oleh empat senior di ruang jaga Yonif TP 834 Waka Nga Mere, NTT dari 29-30 Juli 2025.
- Para pelaku menyiksa korban dengan berbagai metode, termasuk oles cabai ke luka menggunakan batu dan memaksa korban untuk berbuat tak senonoh.
- Para pelaku membantah tuduhan yang dilontarkan oleh Prada Richard dan tiga saksi lainnya, meskipun pengakuan mereka telah dibenarkan dalam sidang.
Kupang, IDN Times - Prada Richard J. Bulan, saksi kunci kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo mengungkap penyiksaan yang terjadi di ruang jaga, Yonif TP 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam ruangan itu mereka disiksa lagi oleh empat senior berpangkat pratu dalam keadaan mabuk minuman keras. Kejadian keji ini berlangsung dari 29 Juli hingga 30 Juli 2025. Para pelaku juga melecehkan dan memaksa kedua korban untuk berbuat tak senonoh.
Fakta itu terungkap saat keempat senior Prada Lucky ini dihadirkan sebagai terdakwa di sidang ketiga, Rabu (29/10/2025), di Pengadilan Militer III-15 Kupang. Empat terdakwa ini antara lain Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi, dan Pratu Aprianto Rede Radja. Sementara Prada Richard bersaksi bersama dengan tiga prajurit lainnya yang saat kejadian sedang piket jaga dan mengobati luka mereka.
1. Oles cabai ke luka menggunakan batu

Prada Richard mengaku telah disiksa dengan Prada Lucky sejak malam 27 Juli 2025 di ruang staf intel oleh 17 terdakwa secara bergantian. Lettu Inf Ahmad Faisal, seorang komandan kompi, juga membiarkan mereka disiksa.
Paginya, 28 Juli 2025, Prada Lucky kabur dan ia pun dibawa ke ruangan penyimpanan dan diborgol sejak jam 09.00 WITA hingga malam. Di sana itu mengalami berbagai siksaan. Ia dipertemukan dengan Lucky di ruang staf intel lagi pada malam harinya. Mereka lalu disiksa dengan metode 'tenggelam di darat' oleh Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, selaku komandan kompi B, bersama senior lainnya.
Mereka lalu dibawa ke ruang jaga, 29 Juli 2025, dan lanjut disiksa oleh Pratu Imanuel Nimrot. Saat itu Pratu Aprianto Rede Radja melintas saat hendak membeli rokok namun masuk ke ruang jaga. Ia lalu menyiksa kedua korban sejak pukul 15.00 WITA mulai dengan hanger besi hingga ditinju berulang-ulang.
Tak puas, Aprianto memerintahkan salah satu juniornya menghaluskan cabai dengan garam dan minyak gosok. Cabai itu dioleskan dengan batu ke luka-luka yang ada di tubuh kedua prada ini.
"Siap, pakai batu. Batu kotor dari sekitar situ. Itu pakai oles cabai di luka kami," cerita Richard kepada majelis hakim.
Prada Richard mengaku Aprianto menyundutkan lagi api rokok ke beberapa bagian tubuhnya dan Prada Lucky. Ia dipermainkan demikian setelah dioleskan cabai yang sudah dicampur garam dan minyak gosok di tubuhnya yang luka menggunakan batu. Ia merasakan pedih hingga suhu tubuhnya naik dan menggigil. Prada Lucky juga mengalami hal serupa, tubuhnya dilumuri cabai yang sudah dicampur itu hingga lemas.
Para saksi juga melihat Aprianto Rede Radja menyundut api rokok ke punggung, tengkuk dan paha dari kedua prada ini. Setelah puas, ia memerintahkan juniornya lagi untuk membuat teh dan ia pergi untuk merokok.
"Setelah itu dia keluar terus kasih tahu bilang malamnya dia akan dateng lagi," ulang Richard.
Tubuh mereka langsung mengalami menggigil. Ia merasakan suhu tubuhnya yang makin panas. Mereka sempat meminta tolong saat disiksa Aprianto tapi tak ada yang menolong mereka.
2. Disuruh praktik tak senonoh dan pura-pura telepon ibu

Kemudian pada tengah malam memasuki 30 Juli 2205, datang Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo dan Pratu Petrus Nong Brian Semi, sudah dalam keadaan mabuk berat.
Kepala mereka diinjak, punggung mereka dicambuk, dan tubuh mereka ditendang dan ditinju berulang-ulang. Setelah disiksa demikian, ia disuruh telanjang oleh Pratu Petrus Nong Brian Semi sementara terdakwa dua menarik Prada Lucky.
Ia dipaksa untuk mempraktekkan adegan seksual atau tak senonoh dengan Prada Lucky. Keduanya dipaksa berbuat demikian dan ditonton para terdakwa yang menuduh mereka LGBT.
"Kami ditelanjangi dan disuruh praktik seperti itu," jawabnya kepada hakim.
Setelah itu Prada Richard ditarik dan disuruh menghadap ke tembok. Tak lama kemudian masuk lagi Aprianto Rede Radja dan menamparnya lima kali dan meninju perutnya.
"Setelah itu terdakwa menyalakan rokok terus menyundut ke lengan. Terus dia lakukan ke almarhum di bagian punggung terus langsung keluar lagi," lanjut Prada Lucky.
Mereka juga sempat menyuruhnya berpura-pura menelepon sang ibu menggunakan kulit semangka. Ia mengaku sakit hati karena dilecehkan sampai seperti oleh keempat pelaku pada hari tersebut.
"Siap, saya sakit hati, Yang Mulia," jawab Richard lagi.
Kejadian ini berlangsung dari 01.30 WITA pada 30 Juli 2025 hingga dengan pukul 05.00 WITA atau subuh. Mereka semua bau alkohol saat itu. Pengakuan Prada Richard ini juga dibenarkan oleh tiga saksi lainnya dalam sidang.
3. Para pelaku bantah pukul korban berkalli-kali

Pratu Ahmad Ahda sendiri menyangkal telah menendang kedua korban saat pertama kali masuk ke ruang jaga.
"Hanya mencambuk di bagian paha, Yang Mulia," sangkalnya saat diberikan kesempatan oleh majelis hakim.
Sementara Pratu Emeliano De Araujo menyebut ia menendang di bagian paha dan lengan, bukan di kepala korban.
Pratu Petrus Nong Brian Semi sendiri tak mengakui dirinya menyuruh korban mempraktikkan adegan seksual. Ia juga membantah berulang kali memukuli para korban. Menurutnya ia memukul Prada Lucky dan Prada Richard sekali saja.
"Hanya perintah untuk telanjang saja, Yang Mulia," kata dia.
Begitu pun Aprianto Rede Radja juga menyangkal menyundut rokok ke tangan dan paha tetapi hanya di lengan almarhum Prada Lucky.
Sangkalan para terdakwa ini pun dibantah oleh Prada Richard bersama dengan ketiga saksi lainnya. Para saksi ini menyatakan kepada hakim bahwa mereka tetap pada keterangan awal dalam persidangan tersebut.

















