Saksi Ahli dari Undana Sebut Kasus Eks Kapolres Ngada Cacat Hukum

Kupang, IDN Times - Kasus ks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, berlanjut dengan pemeriksaan terhadap keterangan saksi ahli. Dedi Manafe selaku pakar hukum pidana dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang menjadi saksi ahli saat itu.
Ia menyimpulkan mantan polisi ini tidak layak dipidana dan kasusnya cacat hukum secara formil dan juga serba kekurangan dari aspek materil. Ia mengungkapkan ini saat sidang yang berlangsung tertutup di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (15/9/2025).
1. Bukan eksploitasi anak

Secara hukum materil, kata dia, Undang-undang di Indonesia tidak mengatur tentang anak yang "menjual diri" sebagai korban. Menurutnya, hukum di Indonesia hanya menjangkau anak yang dieksploitasi. Dalam kasus Fajar, lanjut dia, para korban bukan tergolong eksploitasi anak terutama karena korban membuka jasa lewat aplikasi MiChat.
"Karena kalau dilacurkan berarti ada orang lain yang mengeksploitasi. Sedangkan anak yang melacurkan diri itu niat atau inisiatifnya datang dari dirinya sendiri. Dia menjadikan itu sebagai profesi dia untuk mendapatkan upah tertentu," jelas Dedi saat diwawancarai usai sidang tersebut.
Korban Fajar sendiri ialah F atau SHDR (20) yang membawa korban 6 tahun ke sebuah hotel di Kota Kupang. Kemudian Fajar mengenal korban 16 tahun lewat aplikasi MiChat. Korban 16 tahun ini kemudian menjadi perantara lagi antara Fajar dengan korban 13 tahun. Aplikasi ini biasanya dipakai untuk memfasilitasi orang berkencan.
2. Dorong Fajar lapor balik

Hal kedua, Dedi menilai proses penanganan perkara ini cacat formil. Ia menyebut hukum acara dilangkahi, sehingga menurutnya kasus ini belum layak disidangkan.
"Tidak ada laporan, tidak ada tangkap tangan, tidak ada pengaduan berarti perkara tidak ada dong," tambah dia.
Ia bahkan mendorong kuasa hukum Fajar untuk banding apabila Fajar diputus pidana. Ia juga menyarankan kuasa hukum untuk melapor balik seandainya Fajar bisa bebas nantinya.
"Kalau diputus bebas pun lapor balik karena ada pelanggaran hukum terhadap dia karena ada perampasan kemerdekaan," tegas dia.
3. Jadi agenda reformasi hukum

Ia mengaku miris ada anak yang terlibat dalam dunia pelacuran, tapi ia mendorong hukuman yang sesuai prosedur. Kasus ini disebutnya jadi agenda reformasi hukum, bukan memaksakan hukuman terhadap Fajar berdasarkan perasaan dan opini.
"Karena hukum kita berbicara soal substansi. Aspek norma seperti apa, pembuktiannya seperti apa, dan hukum acara formil bilang apa," tandasnya.
Ketika ditanyakan soal korban mana yang tergolong menjajakan jasa di aplikasi MiChat, ia menyebut hanya menilai dari sisi hukum, bukan langsung terhadap korban.
"Saya hanya berurusan dengan terdakwa bukan korban, sehingga apa yang ditanyakan saya jelaskan, di luar itu tidak," tambah dia.