Pendapatan Negara di NTB Terancam Anjlok karena Smelter AMNT

Mataram, IDN Times - Pendapatan negara dari sektor ekspor di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2025 diproyeksikan menurun drastis seiring dimulainya operasi smelter PT Amman Nusa Tenggara Barat (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat.
Dengan beroperasinya smelter tersebut, ekspor konsentrat tembaga yang selama ini dikenakan bea keluar atau pajak ekspor akan berkurang secara signifikan.
"Adanya smelter ini otomatis mengurangi konsentrat yang diekspor. Bea keluar akan turun secara drastis, tetapi kami belum tahu apakah semua konsentrat akan diolah di smelter atau sebagian tetap diekspor," kata Mariono, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran (PPA) II Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) NTB, Rabu (30/10/2024).
1. Penerimaan bea keluar akan turun drastis

Mariono menjelaskan, pihaknya belum memperoleh informasi mengenai kapasitas pengolahan smelter AMNT. Ia memperkirakan, bila seluruh konsentrat diolah secara lokal, penerimaan negara dari bea keluar akan terdampak secara signifikan. "Jika semua konsentrat diolah di dalam negeri, bea keluar yang sebelumnya dikenakan otomatis akan hilang," tambahnya.
Kepala Seksi Perbendaharaan Kantor Bea Cukai Mataram, Widaya, menyebutkan bahwa proyeksi penerimaan bea keluar pada 2025 belum dapat dipastikan karena menunggu keputusan Kementerian Keuangan mengenai izin ekspor.
"Jika izin ekspor konsentrat tidak diberikan, maka penerimaan bea keluar dipastikan akan sangat berkurang," katanya.
2. Penerimaan bea keluar tahun 2024 tak akan mencapai target

Pada 2024, penerimaan dari bea keluar ekspor konsentrat tembaga oleh PT AMNT diperkirakan hanya mencapai 83,9 persen dari target sebesar Rp4,76 triliun atau sekitar Rp3,99 triliun. Hal ini disebabkan oleh rencana uji coba pengolahan konsentrat di smelter pada November dan Desember 2024, yang diproyeksikan akan mengolah 100 ribu ton konsentrat.
"Target penerimaan tahun ini sudah dipastikan tidak tercapai. Untuk 2025, kami masih menunggu kebijakan pemerintah soal izin ekspor konsentrat," ujar Widaya.
Hingga 30 September 2024, penerimaan negara di NTB mencapai Rp7,43 triliun atau 76,23 persen dari target. Pendapatan ini meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp6,7 triliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp713,24 miliar. Pertumbuhan penerimaan perpajakan yang mencapai 85,84 persen dipicu oleh meningkatnya aktivitas di sektor pertambangan. Penerimaan dari bea keluar ekspor juga naik 212,18 persen dibandingkan tahun lalu, didorong oleh tingginya ekspor konsentrat tembaga dan relaksasi kebijakan ekspor.
3. Target penerimaan bea keluar sebesar Rp4,76 triliun

Sementara itu, penerimaan dari sektor perpajakan lainnya, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), mencatatkan kenaikan sebesar 241,82 persen. Pertumbuhan ini sebagian besar didorong oleh setoran pajak sektor pertambangan. Pajak penghasilan juga tumbuh 36,97 persen, salah satunya berkat pembayaran royalti terkait penyelenggaraan MotoGP.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di NTB mencatatkan pertumbuhan 143,9 persen dari target, dengan peningkatan sebesar 8,9 persen dibanding tahun lalu. Kinerja ini ditunjang oleh layanan pemerintahan, seperti penerbitan STNK, izin keimigrasian, pengurusan BPKB, serta pelayanan BLU seperti jasa pendidikan dan kesehatan.
Kinerja penerimaan negara di NTB secara keseluruhan menunjukkan potensi yang baik, namun tantangan beroperasinya smelter PT AMNT memerlukan perhatian dalam mengatur kembali proyeksi pendapatan untuk tahun mendatang.