- Pekerja Swasta : 35% atau 889 kasus.
- Lain-lain (campuran profesi atau populasi tidak spesifik) : 17% atau 432 kasus.
- IRT (Ibu Rumah Tangga): 16% atau 406 kasus.
- Pelajar atau mahasiswa: 10% atau 254 kasus.
- WPSL/PSK : 8% atau 203 kasus.
Pelajar di Kupang Lebih Banyak Idap HIV/AIDS daripada PSK

- Ada 2.539 kasus HIV/AIDS di Kota Kupang, dengan 254 kasus pelajar dan mahasiswa yang terpapar.
- Praktik prostitusi antar pelajar SMP mulai merambah, dengan beberapa anak kencan hingga 8 orang dalam sehari.
- Kepala DP3A Kota Kupang menyatakan bahwa fatherless menjadi penyebab utama anak-anak terjerumus dalam prostitusi online.
Kupang, IDN Times - Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kota Kupang mengungkap adanya 2.539 kasus HIV/AIDS per September 2025. Secara presentasi kasus, jumlah pelajar dan mahasiswa di Kota Kupang yang mengalami HIV/AIDS pun lebih banyak dibanding wanita pekerja seks langsung (WPSL) atau PSK.
Sekretaris KPAD Kota Kupang, Julius Tanggu Bore, telah melaporkan data ini langsung ke Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo. Dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025), Julius menyebut temuan ini sangat mencemaskan.
"Dan yang memprihatinkan ialah praktik prostitusi yang melibatkan pelajar SMP," sebutnya.
1. Daftar profesi dengan HIV/AIDS

Ada 254 kasus pelajar dan mahasiswa yang terpapar HIV/AIDS, lebih tinggi dari WPSL dengan 203 kasus. KPAD Kota Kupang sendiri mendata beberapa profesi yang banyak menderita HIV/AIDS. Profesi tertinggi kasusnya ialah :
Sementara distribusi kasus yang paling menonjol ialah di Kecamatan Oebobo yang mencapai 21% atau setara 533 kasus, diikuti Kelapa Lima 20% (508 kasus), Maulafa 19% (482 kasus), Alak 17% (432 kasus), Kota Lama 12% (305 kasus), dan Kota Raja 11% (279 kasus).
2. Praktik tukar pasangan antar-pelajar

Julius juga melapor ke Wali Kota Kupang soal praktik prositusi antar-pelajar SMP yang bisa lebih masif dari temuan DP3A Kota Kupang saat ini.
“Kami menemukan praktik prostitusi yang mulai merambah kalangan pelajar SMP. Dalam hasil penelusuran, bukan hanya delapan sekolah seperti yang diberitakan, tapi lebih dari itu. Banyak anak-anak yang memiliki pemahaman rendah tentang infeksi menular seksual dan HIV/AIDS,” lapornya.
Sebelumnya ia menyebut beberapa pelajar mengaku kencan dengan 3 hingga 8 orang dalam sehari dengan tarif yang bervariasi mulai dari Rp50 ribu sekali transaksi.
"Mereka juga tidak pakai pengaman (kondom) karena takut kehilangan pelanggan," tambahnya.
Aktivitas seksual ini pun bisa dilakukan cuma-cuma hingga adanya praktik tukar pasangan.
Sebelumnya pun DP3A Kota Kupang menyingkap praktik prostitusi pelajar ini dari grup WhatsApp, SMP se-Kota Kupang, menanggapi laporan dari salah satu sekolah.
3. Fatherless jadi penyebab utama

Kepala DP3A Kota Kupang, dr Marciana Halek, sebelumnya menyatakan ada 8 SMP terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). KSBE ini berupa konten asusila atau pornografi hingga prostitusi antar-pelajar.
Jumlah ini diyakininya bisa lebih banyak dari yang mereka tangani melalui UPTD PPA. Hal ini berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) PPA pada 2025 dengan 56 kasus di Kota Kupang. Data Simfoni ini bisa diinput juga oleh Polresta Kupang Kota, Rumah Harapan GMIT dan LBH Apik selaku mitra, bukan dari UPTD PPA saja.
Ia pun mengemukakan alasan anak-anak ini menyimpang dan terjerumus dalam prostitusi online. Menurutnya, hilangnya figur ayah di rumah jadi dorongan utama anak-anak ini mencari kebutuhan ekonomi dan ikatan sosial dengan orang lain di luar, terutama dengan teman-teman mereka.
"Karena fatherless, mereka kehilangan figur bapak di rumah, mendapat kekerasan, dan rumah tidak lagi menjadi tempat pulangnya mereka sehingga mereka bercerita apa pun ke circle ke mereka di luar," sebutnya.
Ada 25 anak yang telah mereka dampingi baik secara fisik dan mental melibatkan berbagai pihak termasuk psikolog anak hingga tokoh agama dalam hal kerohanian.