Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung Rektorat Universitas Mataram (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting dalam pengarusutamaan gender. Apabila kesetaraan gender dapat diwujudkan di perguruan tinggi, maka kesempatan perempuan sebagai pembuat keputusan dan menempati posisi strategis di kampus semakin meningkat. Ini juga akan berpengaruh pada upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan tersebut.

Salah satu perguruan tinggi terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah Universitas Mataram (Unram). Muncul pertanyaan dari benak perempuan, apakah perguruan tinggi negeri tertua di NTB ini sudah menjadi kampus yang responsif gender? Lalu bagaimana Universitas Mataram sebagai perguruan tinggi terbesar di NTB mengimplementasikan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pembentukan Satgas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di kampus?

Ingin tahu jawabannya? berikut ulasannya!

1. Perempuan minim duduki posisi strategis di kampus

Gedung Pusat Penelitian Peranan Wanita Universitas Mataram yang sekarang menjadi Pusat Studi Gender dan Anak (IDN Times/Muhammad Nasir)

Rektor Universitas Mataram (Unram) Prof Dr Lalu Husni melalui Kepala Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Mataram, Dr. Ruth Stella Petrunella Thei saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Jumat (25/2/20220 mengatakan Unram sedang berupaya menjadi kampus yang responsif gender. Untuk menjadi kampus yang responsif gender, ada beberapa instrumen penting yang harus dipenuhi.

Pertama, perguruan tinggi harus memiliki Pusat Studi Gender dan Anak. Di  Universitas Mataram sudah berdiri Pusat  Studi Perempuan sejak 1991. Sekarang, berganti nama menjadi Pusat Studi Gender dan Anak. Sehingga tidak hanya menyoroti tentang perempuan saja tetapi juga relasi antara perempuan dan laki-laki bahkan anak.

Kedua, harus ada political will atau keinginan politik pimpinan perguruan tinggi tentang kesetaraan gender di kampus. Dalam pemilihan pimpinan perguruan tinggi baik rektor, wakil rektor, dekan atau wakil dekan di Unram, kata Stella memang tidak ada persyaratan khusus seperti kuota untuk perempuan 30 persen.

“Tapi sejauh ini kesempatan-kesempatan yang ada juga dimanfaatkan oleh perempuan. Misalnya Wakil Rektor III sekarang adalah perempuan. Kemudian ada beberapa wakil dekan yang perempuan. Tapi secara khusus dalam pencalonan untuk pimpinan baik di tingkat pimpinan dan fakultas kita belum,” ungkapnya.

Ketiga adalah adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang kampus yang responsif gender. Saat ini, kata Stella, belum ada SOP secara tertulis. Demikian juga untuk anggaran yang menunjukkan atau mempertimbangkan kesetaraan gender secara eksplisit juga belum ada.

Namun dari sisi penyiapan fasilitas agar dosen perempuan atau mahasiswa yang sudah Kalau punya anak, telah disiapkan tempat penitipan anak setara pendidikan anak usia dini (PAUD) di Unram. Penyediaan fasilitas tempat penitipan anak ini bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran sehingga secara periodik anak-anak dosen atau mahasiswa yang dititip juga mendapatkan layanan kesehatan dari Fakultas Kedokteran.

”Kalau fasilitas infrastruktur misalnya pemisahan toilet antara laki-laki dan perempuan sudah dipikirkan seperti itu. Kemudian sarana tangga yang nyaman untuk dinaiki perempuan tanpa menimbulkan kekhawatiran sudah mempertimbangkan itu juga,” tutur Stella.

Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2021, komposisi dosen masih didominasi laki-laki dibandingkan perempuan. Jumlah dosen tetap laki-laki sebanyak 778 orang sedangkan perempuan sebanyak 396 orang. Kemudian dosen tidak tetap jenis kelamin lak-laki sebanyak 35 orang dan perempuan 19 orang. Sedangkan komposisi mahasiswa didominasi perempuan. Mahasiwa terdaftar di Unram sebanyak 20.213 perempuan dan 14.612 laki-laki.

Untuk perempuan yang menduduki posisi strategis atau pengambil kebijakan di Unram, kata Stella, memang masih sedikit. Saat ini ada satu perempuan yang menduduki jabatan sebagai Wakil Rektor III Unram. Kemudian ada beberapa wakil dekan juga dijabat perempuan. Meskipun perempuan yang menduduki jabatan strategis masih sedikit, tetapi guru besar perempuan di Unram lumayan banyak.

”Maksud saya perempuan juga sadar akan potensi dan mau berjuang untuk eksis bersama-sama dengan kaum laki-laki di universitas. Dalam memperjuangkan dana-dana penelitian baik di tingkat universitas dan nasional, dosen perempuan juga lumayan bersaing. Tapi  porsinya masih jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki,” ungkapnya.

Pusat Studi Gender dan Anak Unram pernah membuat kajian kaitan dengan komposisi mahasiswa laki-laki dan perempuan di masing-masing fakultas. Terlihat, Fakultas Kedokteran didominasi perempuan, sedangkan Fakultas Teknis didominasi laki-laki. ”Kalau Fakultas Pertanian, Ekonomi, FKIP dan fakultas lainnya tidak terlalu mencolok perbedaannya. Yang kelihatan di Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran,” terangnya.

Untuk menarik minat mahasiswa perempuan masuk Fakultas Teknik, diharapkan standarnya bisa dikurangi sedikit supaya bisa bersaing dengan mahasiswa laki-laki. Karena ke depannya Fakultas Teknik cukup  menjanjikan dalam mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi.

2. Unram belum bentuk Satgas PPKS

Editorial Team

Tonton lebih seru di