Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi dropping air bersih. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Mataram, IDN Times - BMKG Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan sejumlah daerah mengalami kekeringan ekstrem 60 hari tanpa hujan. Masyarakat terdampak krisis air bersih.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB mengatakan, kondisi saat ini sudah memasuki periode puncak musim kemarau. Sehingga, masyarakat di sejumlah daerah yang tidak memiliki potensi atau sumber air bersih, terpaksa harus membeli dengan harga Rp350 ribu hingga Rp400 ribu per tangki. 

"Sejak bulan Juni untuk kawasan Ekas Jerowaru Lombok Timur selalu beli air untuk kebutuhannya. Misalnya masyarakat yang berada di pulau-pulau kecil, dari mana airnya kalau gak membeli. Mereka beli per tangki Rp350 ribu sampai Rp400 ribu," kata Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Jumat (1/9/2023).

1. NTB usulkan dana penanganan dampak kekeringan Rp17 miliar

Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Ahmadi mengatakan, pihaknya sudah berupaya menangani persoalan kekeringan dan krisis air bersih di NTB. Termasuk pula mengajukan anggaran BNPB sebesar Rp17 miliar. 

Berdasarkan komunikasi dari BNPB, ada sinyal NTB akan mendapatkan alokasi anggaran penanganan dampak kekeringan dari BNPB.

Namun, dirinya tidak bisa memastikan jumlah anggaran yang akan diberikan BNPB. Pasalnya, daerah lain juga mengajukan anggaran penanganan dampak kekeringan ke BNPB.

"Ada sinyal dari BNPB, mudah-mudahan minggu depan segera turun anggarannya. Sehingga kita bisa membekap kabupaten/kota. Usulannya Rp17 miliar untuk droping air bersih, sumur bor atau lainnya tergantung kondisi di lapangan," terang Ahmadi.

2. Setengah juta masyarakat NTB terdampak kekeringan

Editorial Team

Tonton lebih seru di