Calo Siap-siap! Polisi dan Pemda NTB Usut Keberangkatan TKI Ilegal
Imbas insiden kapal tenggelam angkut TKI NTB ke Malaysia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mataram, IDN Times - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat I Gede Putu Aryadi mengatakan pihaknya memastikan akan tetap mengawal kasus tenggelamnya kapal yang mengangkut pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Batam.
"Terkait kasus kecelakaan speed boat di Batam masih terus dipantau. Bahkan untuk mendapatkan informasi terkini, kami memiliki jaringan komunitas masyarakat Sasak yang ada di Batam," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Rabu (29/6/2022).
Menurut informasi ada 30 warga NTB yang menjadi korban kecelakaan speed boat, padahal kapasitas kapal hanya untuk 15 orang. Satu di antaranya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
"Mereka berangkat ke Batam seperti warga yang ingin jalan-jalan. Jadi, tidak dilengkapi dokumen. Salah satu pelaku, termasuk menjadi korban hilang pada kecelakaan speed boat ini," ucap Gede Aryadi.
Baca Juga: Seret Nama Wakil Bupati, Inspektorat NTB Hitung Kerugian Proyek RS KLU
1. Calo manfaatkan visa kunjungan
Gede Aryadi mengatakan kasus ini awalnya ditangani oleh aparat TNI Kepri, namun kemudian diserahkan ke selter BP2MI di Kepri. Dari 23 orang selamat, 21 orang dalam keadaan sehat dan dua orang butuh perawatan.
"Kasus ini ditangani Polda Kepri dan datanya di-backup oleh Polda NTB dan siap memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Polda Kepri. Proses pemulangan baru bisa dilaksanakan setelah ada titik terang dalam proses hukum," ucapnya.
Berdasarkan pengamatan, katanya, tingginya kasus PMI yang tidak prosedural akhir-akhir ini karena sejak Tahun 2020 atau sejak pandemi COVID-19 melanda, penempatan negara Malaysia ditutup. Bahkan pada 2021 Malaysia memulangkan ribuan PMI asal NTB.
Selain itu, menurut Gede Aryadi, perbedaan peraturan di sejumlah negara penempatan memiliki pengaruh pada tingginya kasus penempatan unprosedural. Adanya kebijakan konversi visa yang berlaku di beberapa negara penempatan inilah yang dimanfaatkan oleh calo/tekong.
"Biasanya PMI yang tidak prosedural berangkat dengan menggunakan visa kunjungan, visa umrah atau visa suaka kemudian setibanya di negara penempatan, dengan adanya kebijakan konversi visa, mereka mendapatkan visa kerja dan izin tinggal, sehingga menjadi legal menurut aturan di negara tersebut. Namun tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, bahkan PMI tidak mengetahui isi perjanjian kerjanya, karena semuanya diurus oleh mafia TPPO," katanya.
Baca Juga: Mantan Kadis Sosial Bima Jadi Tersangka Korupsi Bansos Rp2,3 Miliar