TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

3,7 Juta Warga NTB Masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial

DTKS bukan merupakan acuan data kemiskinan

Ilustrasi kekeringan di wilayah NTB (Antara Foto)

Mataram, IDN Times - Jumlah warga Nusa Tenggara Barat yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) saat ini mencapai 3,7 juta jiwa dari 5,7 juta jiwa penduduk di wilayah itu.

"Hingga hari ini DTKS NTB sebanyak 3,7 juta dari 5,7 juta penduduk secara keseluruhan," kata Kepala Dinas Sosial NTB, Ahsanul Khalik di Mataram seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/5/2022).

Ia menyampaikan DTKS ini tidak mengacu apalagi mengukur angka kemiskinan tapi DTKS itu kepentingannya untuk memotret jenis bantuan yang akan diturunkan pusat kepada daerah.

Baca Juga: Ratusan Sapi di Lombok Tengah Positif Terserang Virus PMK

1. Daerah leluasa usulkan data

Gubenur NTB Dr H Zulkieflimansyah tinjau lokasi penanaman kelor di Dompu NTB/dok. Humas Pemprov NTB

Lonjakan DTKS itu disebabkan adanya keleluasaan kabupaten dan kota untuk mengusulkan, mengubah dan validasi serta memverifikasi data setiap bulan dari desa yang diberikan oleh pemerintah pusat. Meski begitu, dari DTKS yang ada ternyata banyak data yang dikembalikan pusat. Pasalnya setelah di potret melalui satelit, banyak masyarakat yang masuk data ternyata rumahnya sudah bagus.

"Ada data data yang dikembalikan Mensos ke kabupaten dan kota. Karena tidak sesuai dengan kriteria kemiskinan yang ditetapkan. Contoh ketika rumahnya di foto menggunakan satelit ternyata rumahnya sudah bagus, inilah yang kemudian
harus dikoreksi," ujarnya.

"Mengingat data yang di masukkan tidak sesuai dengan kriteria kemiskinan baik berdasarkan BPS, Bappenas," sambung Ahsanul Khalik.

2. Ada penambahan data penerima bantuan

Ilustrasi penerima bantuan sosial untuk warga terdampak COVID-19 (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Namun demikian, pihaknya tidak memungkiri adanya penambahan data penerima bantuan sosial dari tahun sebelumnya. Malah dilihat dari anggaran Bansos yang masuk ke NTB sampai akhir April 2022 mendekati Rp1 triliun baik pada Bansos Tunai, Bansos Non Tunai dan PKH.

"Artinya ada tambahan penerima manfaat sesuai hasil perubahan data Dinsos kabupaten dan kota melalui desa desa," ucapnya.

Ahsanul Khalik tidak memungkiri persoalan pendataan masih menjadi kelemahan. Terutama kualitas validasi data yang diusulkan. Validasi itu memasukkan data yang belum masuk dan memperbaiki data yang sudah ada.

Menurut dia, pihaknya punya peran penting dalam memperbaiki data penerima manfaat. Jika ditemukan ada penerima manfaat tidak memenuhi kriteria miskin lalu dibiarkan malah orang lain yang melaporkan maka pendamping sosial itu (pendamping PKH, BPNT) bisa kena sangsi kode etik. Dinsos kabupaten dan kota bisa mengusulkan pergantian mereka.

"Dinsos kabupaten dan kota berhak mengusulkan karena bekerja tidak sesuai dengan kode etik," katanya.

Baca Juga: Pemanggilan Wabup Lombok Utara sebagai Tersangka Tunggu Hasil Audit

Berita Terkini Lainnya