TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Jemaah Ahmadiyah Mataram Jalani Ibadah Puasa di Pengungsian 

Sudah 16 tahun tinggal di pengungsian transito mataram

Nurul (45) bertahan di pengungsian Transito Kota Mataram (IDN Times/Ahmad Viqi)

Mataram, IDN Times – Jemaah Ahmadiyah masih tinggal di di pengungsian Transito Kelurahan Pejanggik Kecamatan Mataram Kota Mataram. Nurul (45) bersama pengungsi lainnya menjalankan ibadah puasa 1443 Hijriah di pengungsian. 

Nurul bersama enam anggota keluarganya tetap menjalankan ibadah puasa dengan gembira, meski masih tinggal di pengungsian selama bertahun-tahun.

“Biasa saja, tidak ada yang berbeda dari bulan Ramadan tahun sebelumnya,” kata Nurul kepada IDN Times, Jumat (8/4/2024).

Baca Juga: Sukseskan MXGP, Pemda Sumbawa Kumpulkan Pelaku Pariwisata

1. Berharap dapat sentuhan bantuan

Suasana pengungsian Jemaah Ahmadiyah di Transito Kota Mataram (IDN Times/Ahmad Viqi)

Nurul mengaku dirinya berharap mendapat bantuan selama bulan Ramadan dari pemerintah NTB dan Pemerintah Kota Mataram. Pasalnya selama 16 tahun berada di Transito, Nurul hanya mendapat bantuan kebutuhan sekolah kedua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan SMP.

“Kita berharap sekali dapat bantuan uang atau sembako. Memang anak sekolah sudah dapat,” ujar Nurul.

Keluarga Nurul belum masuk dalam bantuan PKH (program keluarga harapan) Kota Mataram. Dari 47 kepala keluarga yang masih menetap sejak penyerangan tahun 2006 lalu di Lombok Timur, hanya enam KK masuk dalam bantuan PKH di Transito.

“Nama saya belum masuk di DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial). Sementara data kita sudah masuk di kelurahan,” ujar Nurul.

2. Tetap ikhlas menjalani sisa hidup di pengungsian

Anak-anak Jemaah Ahmadiyah di Pengungsian Transito Kota Mataram (IDN Times/Ahmad Viqi)

Selama berada di Pengungsian Transito Kota Mataram, ujar Nurul, dirinya tidak pernah merasakan keluhan selama 16 tahun mengungsi di Transito.

Selama menjalani sisa kehidupan di Transito, dia sempat bekerja di Kota Tangerang pada tahun 2016 lalu. Ibu tiga anak itu pun harus kembali bersama keluarganya ke pengungsian untuk mengurus sekolah anak dan kebutuhan suami.

“Kami minta kepada pemerintah agar kami punya tempat tinggal yang layak saja. Jangan hanya kita yang mau, tapi pemerintah juga,” harap Nurul.

Selama tinggal di Transito, dia harus merelakan tanah yang ditinggalkan setelah adanya aksi penyerangan di Lombok Timur. Tanah seluas 380 meter persegi di Lombok Timur harus Nurul relakan.

“Orang tua saya juga masih sakit-sakitan di pengungsian. Jadinya kita ingin merasakan hidup layak intinya,” kata Nurul.

Baca Juga: PNS di Bima Nekat Mencuri Ponselnya Rasul 

Berita Terkini Lainnya