Bangkit dari Pandemik, Roti Gembong Mandalika Kembali dengan Inovasi

Mataram, IDN Times - Pandemik COVID-19 tahun 2020 menjadi masa sulit bagi banyak pelaku usaha. Tapi tidak bagi Siti Fatimah dan suaminya. Di tengah krisis, mereka justru memulai langkah berani: membuka usaha roti dengan nama unik dan lokal, Roti Gembong Mandalika.
Kini, usaha rumahan itu telah menjelma menjadi bisnis roti manis dengan enam gerai dan puluhan karyawan yang tersebar di berbagai wilayah di Lombok. Kesuksesan mereka tidak diraih secara instan, tetapi melalui proses panjang dan semangat untuk terus berinovasi.
Sebelum nama Roti Gembong Mandalika dikenal luas di Lombok, suami Pety—sapaan akrab Siti Fatimah—sudah lebih dulu berkecimpung dalam bisnis roti. Sejak 2015, ia menjalankan brand Roti Sukses, sebuah usaha distribusi roti yang dipasarkan ke toko-toko kelontong di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Mataram. Model distribusi ini mengandalkan jaringan toko sebagai perantara, tanpa interaksi langsung dengan pelanggan akhir.
Namun titik balik terjadi ketika pasangan ini menikah pada 2020. Dengan semangat baru dan ide segar, mereka ingin mencoba pendekatan berbeda, yaitu menjual roti langsung ke pelanggan tanpa perantara. Maka lahirlah Roti Gembong Mandalika, yang mereka dirikan dari modal sendiri di tengah pandemik yang membuat banyak bisnis lain terpuruk.
Gerai pertama dibuka di kawasan Sriwijaya, Mataram. Saat itu, omzet harian sekitar Rp800 ribu. Dengan kondisi pasar yang masih lesu dan mobilitas masyarakat yang terbatas, perjuangan mereka tidak mudah. Bahkan selama dua tahun pertama, usaha ini belum memberikan keuntungan. Kendati demikian, semangat untuk terus maju tidak pernah padam.
"Kita terus evaluasi, apa yang kurang, apa yang bisa ditingkatkan. Terus coba, terus inovasi. Bisnis itu harus ketemu jatuhnya dulu," ujar Pety dengan semangat.
1. Varian rasa dan produk baru

Meski awalnya berat, perlahan bisnis ini mulai tumbuh. Setelah Sriwijaya, mereka membuka gerai di Rembiga (konsep container), lalu berturut-turut di Panjitilar (Kekalik), pintu selatan Ruby Supermarket, RSUD Provinsi NTB, Terong Tawah (Lombok Barat), dan Pemenang (Lombok Utara). Kini, Roti Gembong Mandalika memiliki enam outlet aktif yang secara konsisten menghasilkan omzet stabil dan mempekerjakan sekitar 30 karyawan yang tersebar di masing-masing gerai.
"Kami benar-benar tumbuh perlahan. Gak sat-set langsung besar. Semua dari modal sendiri. Pelan tapi pasti," jelas Pety.
Ia menekankan pentingnya mengelola keuangan dengan bijak dan tidak terburu-buru dalam ekspansi. Setiap cabang baru dibuka setelah cabang sebelumnya mencapai titik stabil.
Keberhasilan ekspansi ini juga tak lepas dari pengalaman sebelumnya dalam distribusi roti serta kemampuan manajemen produksi dan SDM. Sejak awal, Pety sudah menyadari bahwa ia tak bisa mengelola semuanya sendirian. Maka ia langsung merekrut tenaga kerja, termasuk pembuat roti khusus, pengemas, kasir dan manajer operasional untuk memastikan setiap gerai berjalan lancar.
Salah satu kekuatan Roti Gembong Mandalika terletak pada variasi rasa dan inovasi produknya. Saat ini, mereka menawarkan 12 varian rasa seperti cokelat, keju, cappuccino, durian, tiramisu, dan original. Tiga rasa terlaris adalah tiramisu, cokelat, dan durian. Setiap varian dirancang untuk memenuhi selera masyarakat yang beragam, dari anak-anak hingga orang dewasa.
Tidak hanya itu, mereka juga menjual roti manis isi sosis, serta baru-baru ini meluncurkan produk roti bluder yang mendapat respons positif dari pasar. Bluder ini diproduksi dengan tekstur lebih lembut dan padat, serta rasa yang khas. Harga produk berkisar mulai dari Rp5 ribu, menjadikannya terjangkau oleh semua kalangan.
"Kami tidak hanya jual roti gembong. Kami juga terus eksplorasi jenis roti lain. Bluder ini salah satunya. Dan ternyata laris juga," kata Pety.
2. Omzet melejit berkat media sosial
Peningkatan omzet tidak lepas dari strategi promosi yang tepat. Setelah mengandalkan iklan berbayar (ads) di media sosial, Pety mencoba pendekatan lain, bekerja sama dengan influencer lokal. Strategi ini terbukti sangat efektif dalam memperkenalkan brand ke masyarakat luas. Influencer yang memiliki jangkauan audiens lokal mampu membawa peningkatan drastis dalam jumlah kunjungan dan transaksi di setiap gerai.
"Dulu omzet hanya Rp800 ribu per outlet. Setelah promosi di media sosial dan pakai influencer, omzet bisa sampai Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per hari per outlet," jelasnya.
Saat ini, akun Instagram mereka, @rotigembongmandalika, telah memiliki lebih dari 6,8 ribu pengikut dengan unggahan yang konsisten mempromosikan produk, lokasi gerai dan testimoni pelanggan. Konten yang diunggah tidak hanya informatif, tetapi juga dibuat menarik secara visual, menampilkan roti dengan tampilan menggoda dan suasana hangat di setiap gerai.
3. Sistem pembayaran dan adaptasi digital

Dalam hal pembayaran, Roti Gembong Mandalika cukup fleksibel. Pelanggan bisa membayar tunai, transfer bank, maupun menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard dari Bank Rakyat Indonesia (QRIS BRI). Kemudahan ini menjadi nilai tambah tersendiri, terutama bagi pelanggan yang terbiasa bertransaksi secara digital. Saat pandemik, mereka juga mengoptimalkan penjualan daring melalui media sosial dan layanan pesan antar. Meski sekarang penjualan langsung (offline) mendominasi, namun penjualan online tetap memberikan kontribusi signifikan.
"Waktu pandemik, penjualan online itu sangat membantu. Sekarang pun tetap jalan, tapi orang lebih suka beli langsung karena sudah tahu lokasi kami," ujar Pety.
Pety tak hanya fokus mengembangkan bisnisnya, tetapi juga ingin membagikan semangat kepada pelaku UMKM lainnya. Baginya, mentalitas dan keberanian untuk terus mencoba adalah kunci. Ia menilai banyak pelaku usaha yang menyerah terlalu cepat ketika menghadapi kesulitan awal.
"Banyak yang hanya lihat hasil akhirnya, ramai, punya banyak cabang. Tapi gak lihat prosesnya, jatuh bangunnya dan susahnya. Dua tahun pertama kami gak ada untung. Tapi kami percaya diri, kerja keras, doa dan inovasi. Itu harus terus dilakukan," katanya.
Pety juga menekankan pentingnya memiliki mindset jangka panjang. Bisnis, menurutnya, bukanlah sprint, tapi maraton. Diperlukan waktu, kesabaran, dan evaluasi terus-menerus untuk mencapai titik stabil dan berkembang.
4. Pengguna QRIS di NTB
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) Nusa Tenggara Barat (NTB), total pengguna QRIS di NTB mencapai 459.731, dengan nominal transaksi lebih dari Rp1 triliun. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat.
“Dengan dukungan dari pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat, QRIS bisa menjadi salah satu penggerak utama perekonomian digital di NTB,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) NTB, Berry Arifsyah Harahap.
Sementara khusus merchant QRIS BRI di Regional Office Denpasar yang mencakup wilayah Bali, NTB dan NTT, jumlahnya mencapai 181.359 user. Rinciannya, di NTB sebanyak 35.370 user, di Bali sebanyak 111.462 user dan di NTT sebanyak 34.527 user.
"Untuk tahun 2025 ini, growth 18.4% atau target delta pertumbuhan sebesar 34.103 user QRIS," kata Regional CEO BRI Denpasar, Hery Noercahya kepada IDN Times, Rabu (12/3/2025).
Hery mengatakan terdapat banyak keuntungan yang didapatkan bagi merchant QRIS. Beberapa di antaranya, yaitu meningkatkan penjualan dengan menawarkan opsi pembayaran praktis. Kemudian memperluas jangkauan pasar konsumen tidak membawa uang tunai dan bisa transaksi menggunakan mobile bank lain dan e-wallet.