TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penyidikan Kasus Aset Gili Trawangan, Pemprov NTB Beberkan Faktanya! 

Penataan aset Gili Trawangan di bawah MCP KPK

Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudy Gunawan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) membeberkan fakta terkait penyidikan kasus jual beli dan penyewaan aset daerah secara ilegal di Gili Trawangan, Lombok Utara. Penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB berdasarkan laporan masyarakat mengenai dugaan adanya oknum warga yang memperjualbelikan dan menyewakan aset milik Pemprov NTB tersebut secara ilegal.

"Tapi faktanya ini diputar, Pemprov yang menjual katanya. Padahal yang disidik oleh Kejaksaan Tinggi NTB adalah oknum yang telah memperjualbelikan dan menyewakan aset daerah," terang Kepala Biro Hukum Setda Provinsi NTB Lalu Rudy Gunawan dikonfirmasi Sabtu (18/3/2023).

Baca Juga: Hengkang dari Nasdem, Wagub Jadi Ketua Dewan Pertimbangan Perindo NTB 

1. Penataan aset Gili Trawangan di bawah MCP KPK

Ilustrasi gedung Merah Putih KPK (www.instagram.com/@official.kpk)

Rudy menjelaskan penataan aset Pemprov NTB di Gili Trawangan di bawah Monitoring Center Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rudy menegaskan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) aset Gili Trawangan tercatat dalam inventaris daerah NTB.

Untuk menghitung nilai kerugian negara dalam kasus jual beli dan penyewaan lahan secara ilegal oleh oknum warga di Gili Trawangan. Kejati NTB menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

"Bukan Kejati NTB menggandeng BPKP untuk menilai tanda tangan pak gubernur. Sedangkan untuk perjanjian yang sekarang kita lakukan dengan warga, itu semua sudah kami konsultasikan dengan KPK, beberapa kali kita ke Jakarta. Bahkan KPK datang kemari langsung kita paparkan semua kepada KPK," ungkapnya.

2. Nilai aset Gili Trawangan Rp3,1 triliun

Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah menyaksikan penandatangan perjanjian kerja sama pemanfaatan aset daerah di Gili Trawangan dengan masyarakat dan pengusaha pada 2022 lalu. (IDN Times/dok. Diskominfotik NTB)

Berdasarkan penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), nilai aset daerah seluas 75 hektare di Gili Trawangan sebesar Rp3,1 triliun. Artinya, dalam satu meter persegi besaran kontribusi sekitar Rp3 juta lebih.

Jika itu diterapkan, kata Rudy, maka masyarakat tidak akan mampu membayar kontribusi sebesar Rp3 juta per meter persegi. Sehingga, Pemprov NTB konsultasi dengan DJKN bahwa Pemprov NTB menggunakan Perda dengan kontribusi sebesar Rp25.000 per meter persegi

"Ini kita sampaikan ke KPK. Kondisi sekarang masyarakat begini, kalau pakai patokan DJKN gak bisa maka pakailah yang meringankan. Kemudian dengan Staf Ahli Menteri ATR, BKPM, Kemendagri disampaikan sudah semua. Jadi tak sekonyong-konyong jadi. Sudah kita ekspos, disepakati dan itulah ditanda tangani pak gubernur," jelas Rudy.

Uang kontribusi tersebut, lanjut Rudy, langsung masuk ke kas daerah. Sehingga jika ada oknum yang dianggap bermain, ia mempersilakan dilaporkan ke kejaksaan, kepolisian dan KPK. Terhadap 11 perjanjian kerja sama yang dipermasalahkan dengan investor asing, Rudy menjelaskan bahwa perjanjian kerja sama dilakukan dengan badan hukum Indonesia.

Hal itu berdasarkan Permendagri No. 19 Tahun 2016 dan PP 18 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, perjanjian kerja sama dilakukan dengan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.

"Jadi bukan WNA, tapi perusahaan yang berbadan hukum Indonesia. Lahan bukan dijual, tapi dikerjasamakan dalam jangka waktu tertentu dengan pemberian HGB. HPL tetap milik Pemprov. HGB bangunannya saja dan mereka membayar kontribusi," jelas Rudy.

Baca Juga: Harry Tanoe Targetkan Elektabilitas Perindo Tembus 10 Persen

Berita Terkini Lainnya