80 Tahun Merdeka, NTB Masih Termiskin, Iqbal Siapkan Jurus Desa Berdaya

Mataram, IDN Times - Meski Indonesia telah berusia 80 tahun, kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah terbesar di Nusa Tenggara Barat (NTB). Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menegaskan target utama pemerintah provinsi adalah keluar dari daftar provinsi termiskin di Indonesia.
“PR besar kita adalah keluar dari kelompok provinsi termiskin di Indonesia. Itu prioritas utama,” ujar Iqbal usai peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI di Lapangan Bumi Gora, Minggu (17/8/2025).
1. Targetkan nol kemiskinan ekstrem di NTB tahun 2029

Iqbal menargetkan angka kemiskinan ekstrem di NTB bisa nol persen pada 2029. Saat ini, kemiskinan ekstrem tercatat 2,04 persen, sementara angka kemiskinan umum per Maret 2025 mencapai 11,91 persen atau 654 ribu jiwa.
Sebagai langkah awal, Pemprov NTB meluncurkan program Desa Berdaya di 106 desa termiskin. Program ini menekankan kolaborasi lintas sektor dengan alokasi dana Rp300–500 juta per desa.
“Desa Berdaya ini collaborative action. Pemprov hanya sebagai orkestrator. Kami tidak malu disebut daerah miskin, yang penting lima tahun lagi tidak ada lagi masyarakat miskin,” tegas Iqbal.
2. Pengentasan kemiskinan ekstrem melalui program desa berdaya

Berdasarkan data BPS Maret 2024, NTB masuk 12 provinsi termiskin dengan tingkat kemiskinan 12,91 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional 9,03 persen. Hanya Kota Mataram (8,62 persen) dan Kota Bima (8,67 persen) yang mencatat angka kemiskinan satu digit, sementara delapan kabupaten lainnya masih di atas rata-rata nasional.
Kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi adalah Lombok Utara (23,96 persen), disusul Lombok Timur (14,51 persen), Bima (13,88 persen), Sumbawa (12,87 persen), Lombok Barat (12,65 persen), Sumbawa Barat (12,23 persen), Lombok Tengah (12,07 persen), dan Dompu (11,59 persen).
3. Progres penurunan angka kemiskinan di NTB

BPS NTB mencatat kemiskinan turun dari 12,91 persen pada Maret 2024 menjadi 11,78 persen pada Maret 2025, atau berkurang 54,44 ribu jiwa.
Kepala BPS NTB, Wahyudin, menyebut ada tujuh faktor yang mendorong penurunan, di antaranya penyaluran bansos, pertumbuhan sektor pertanian, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan jagung, hingga peningkatan konsumsi masyarakat.
Produksi padi NTB triwulan I 2025 naik 55,43 persen dibanding tahun sebelumnya, sementara produksi jagung meningkat 43,88 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) juga tumbuh 5,63 persen, konsumsi rumah tangga naik 4,18 persen, dan rata-rata upah buruh meningkat menjadi Rp2,37 juta.
Pada Maret 2025, garis kemiskinan di NTB mencapai Rp556.846 per kapita per bulan, naik 3,05 persen dibanding September 2024. Komoditas yang paling berpengaruh terhadap garis kemiskinan adalah beras (26,72 persen di perkotaan dan 31,99 persen di perdesaan), disusul rokok kretek filter, telur ayam, daging ayam, hingga cabai rawit.
Sementara itu, pengeluaran non-makanan terbesar berasal dari biaya perumahan, bensin, dan pendidikan.