Ilustrasi palu hakim. (IDN Times/Rinda Faradilla)
Rudi mengatakan ada kemungkinan I Made Singarsa akan menyanggah dengan mengatakan bahwa pernyataannya dalam akta notaris dibuat karena adanya tekanan, paksaan atau bujuk rayu, baik dari polisi maupun dari Pemprov NTB. Tetapi, kata Rudi, pihaknya siap dengan alibi hukum bahwa secara hukum, alasan tekanan atau paksaan atau bujuk rayu hanya dapat diterima jika dibuktikan secara nyata dan meyakinkan oleh pihak yang mengklaimnya yaitu I Made Singarsa.
Dalam konteks perkara ini, kata Rudi, pertemuan antara Tim Kuasa Hukum Biro Hukum dengan I Made Singarsa berlangsung atas inisiatif I Made Singarsa sendiri, melalui penyidik Polda NTB. Kemudian Kuasa Hukum Pemprov NTB tidak pernah secara aktif melakukan tindakan apapun pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani oleh I Made Singarsa dihadapan notaris.
Selain itu, pernyataan dibuat secara sukarela, tanpa paksaan, tekanan atau bujuk rayu dan di hadapan notaris yang independen. Dalam praktik notarial, notaris wajib menanyakan dan memastikan bahwa pernyataan dibuat tanpa tekanan dan dalam keadaan sadar.
"Maka, klaim tekanan atau paksaan atau bujuk rayu tersebut sulit dibuktikan secara yuridis dan umumnya tidak menggugurkan kekuatan akta, kecuali dibuktikan sebaliknya melalui putusan pengadilan," terangnya.
Langkah Hukum yang bisa ditempuh oleh Tim Kuasa Hukum Pemprov NTB, dengan dasar akta notaris tersebut, dapat mengajukan gugatan perdata baru dengan jenis gugatan perbuatan melawan hukum atau gugatan revindikasi.
Dasar hukumnya Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1991 KUHPerdata. Dengan alat bukti utama akta notaris pengakuan I Made Singarsa, ditambah dengan bukti pendukung lainnya. Kemudian meminta eksekusi pembatalan putusan perdata lama melalui Peninjauan Kembali (PK) perdata kedua.
"Dengan alasan hukum, bahwa putusan perdata yang dimenangkan penggugat I Made Singarsa dulu dianggap berdasarkan bukti palsu yang kini diakui sendiri oleh penggugat I Made Singarsa dihadapan notaris," jelasnya.
Rudi menambahkan bahwa Pemprov NTB dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut, dengan dasar novum berupa akta pengakuan tersebut. Langkah awal yang akan dilakukan adalah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum, guna mempelajari pertimbangan hukum apa yang digunakan oleh Hakim MA yang membebaskan terdakwa I Made Singarsa.
Dia mengungkapkan alat bukti yang diajukan oleh jaksa sangat kuat. Yaitu, bukti aurat yang diduga palsu pada tahun yang sama yaitu tahun dibuatnya surat tersebut. Karena ada dua ejaan yang berbeda masa berlakunya, Ejaan Suwandi dan EYD. Artinya surat tersebut dibuat bukan pada tahun yang tertera dalam surat.
Kemudian bukti surat pembanding, keterangan ahli bahasa, keterangan ahli pidana, keterangan saksi, dan akta notaris berupa pengakuan terdakwa bahwa tanah Gedung Wanita dan Bawaslu NTB bukan miliknya, tetapi dia hanya diperalat.
Objek gugatan adalah aset Pemprov di Kantor Bawaslu NTB seluas 2.000 meter persegi dan Gedung Wanita seluas 2.040 meter persegi. Kedua aset tersebut berada di Jalan Udayana Kota Mataram atau depan Kantor DPRD NTB.