"Juliana Effect" Buka Mata Memperbaiki Tata Kelola Pendakian Rinjani

Mataram, IDN Times - Peristiwa kecelakaan pendaki asal Brasil Juliana Marins (27) membuka mata pemerintah memperbaiki tata kelola pendakian di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Juliana Marins jatuh ke jurang saat menuju puncak Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Dia ditemukan meninggal dunia pada kedalaman 650 meter dan berhasil dievakuasi Tim SAR gabungan pada 25 Juni 2025. Proses evakuasi Juliana Marins mendapatkan sorotan dari publik di Brasil karena dinilai cukup lamban.
Setelah insiden kecelakaan Juliana Marins, peristiwa beruntun menimpa pendaki di jalur Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak. Pendaki asal Malaysia, Swiss dan Belanda mengalami kecelakaan di jalur Pelawangan menuju Segara Anak. Beruntung korban selamat, dua diantaranya berhasil dievakuasi menggunakan helikopter.
Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) mencatat sebanyak 32 pendaki yang mengalami kecelakaan sejak pembukaan pendakian awal April 2025. Pendaki yang kecelakaan sebanyak 12 orang merupakan warga negara asing (WNA), sisanya pendaki nusantara. Dari jumlah kecelakaan itu, dua pendaki WNA meninggal dunia dan dua orang dievakuasi pakai helikopter.
"Kejadian yang menimpa Juliana membuka mata semua pihak. Bukan pengelola TNGR saja, tapi pengunjung, termasuk pemerintah pusat juga. Selain evakuasi, pascakejadian perlu juga pembenahan dan mitigasi supaya bisa zero accident," kata pelaku wisata pendakian Trekking Organizer (TO) Rinjani Trekker, Soba dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (2/8/2025).
1. Pembenahan tata kelola pendakian Rinjani pascainsiden kecelakaan Juliana Marins

Soba mengatakan BTNGR melakukan perbaikan standar operasional prosedur (SOP) pendakian Gunung Rinjani pascainsiden kecelakaan Juliana Marins. Selain revisi SOP, juga dilakukan perbaikan jalur pendakian, pemenuhan sarana dan prasarana di Gunung Rinjani.
"Saya pikir itu awal yang bagus untuk Rinjani. Jadi ada upskilling, verifikasi TO, informasi penting untuk pengunjung, jalur, equipment, itinenary. Kalau dilihat perbaikan SOP, dari jasa yang dilakukan keselamatan yang diutamakan. Jadi memang selain pembenahan seperti evakuasi perlu juga mitigasi," terang Soba.
Selain itu, ada penambahan rambu-rambu peringatan yang mulai dipasang di jalur pendakian Gunung Rinjani. Namun, dia meminta agar pemasangan rambu-rambu peringatan di jalur pendakian supaya jangan ada branding dari pihak swasta. Seharusnya, pemerintah melalui BTNGR yang menjadi terdepan.
"Kok swasta yang membangun, seharusnya ini dari dulu dilakukan pemerintah. Kayak penyediaan toilet juga begitu, sebaiknya jangan ada bau-bau branding pihak swasta tertentu. Pemerintah yang turun tangan masalah itu. Karena ini sarpras, evaluasi dan mitigasi ini memang kewajiban pemerintah," ujar Soba.
Dalam draf SOP pendakian terbaru yang disosialisasikan kepada pelaku wisata pendakian, muncul usulan terkait pengaturan rasio jumlah pendaki yang ditangani guide. Sebelumnya, satu guide menangani sebanyak enam pendaki.
"Ada yang mengusulkan satu berbanding empat, satu berbanding tiga, satu berbanding dua. Tapi sebenarnya semuanya tergantung background tamu (pendaki) juga. Jadi tak bisa dipukul rata kecuali bagi pendaki pemula, mereka beda background, beda usia, ini yang perlu diperketat pengawasannya," katanya.
Dia menyebut jumlah pendaki sejak pembukaan pendakian Gunung Rinjani pada April lalu tercatat sebanyak 36.523 orang. Terdiri 18.768 pendaki mancanegara dan 17.725 pendaki nusantara. Dari jumlah pendaki sebanyak itu, ada 32 orang yang mengalami kecelakaan. Menurutnya, persentase yang mengalami kecelakaan jauh lebih kecil dibandingkan total jumlah pendaki.Sehingga perlu dicari benang merahnya. Apakah faktornya akibat keteledoran pendaki atau penyebab lainnya.
"Jadi benang merahnya kelihatan perlunya mitigasi sebelum pendakian. Apakah keteledoran pendaki atau faktor eksternal lai dan ini berpengaruh pada jalur lain. Kecelakaan pada jalur pendakian Pelawangan Sembalun ke Segara Anak, dan pernah jalur Torean itu berpengaruh pada jalur lain yang ditutup total. Jadi mitigasi ini penting agar tidak merugikan banyak pihak," ujarnya.
2. Cerita pendaki Gunung Rinjani: perlu rambu-rambu di jalur pendakian

Pendaki lokal asal Lombok Timur, Muhamad Halwi menceritakan pengalamannya mendaki Gunung Rinjani. Halwi telah belasan kali mendaki Gunung Rinjani, namun baru lima kali naik ke puncak. Dia mengatakan naik ke puncak Gunung Rinjani merupakan impian para pendaki. Jika belum naik ke puncak belum dianggap mendaki Gunung Rinjani.
"Surga di Gunung Rinjani itu memang puncak dan Danau Segara Anak. Kalau orang sudah ke puncak itu merupakan pengakuan. Beda kita dengan dulu pada 2010-an, puncak itu benar-benar untuk menguji adrenalin. Sekarang, kalau belum naik puncak disebut belum naik Rinjani," kata Halwi.
Halwi mengungkapkan penyebab banyak pendaki yang jatuh di Gunung Rinjani. Karena menurutnya, medan pendakian di Gunung Rinjani tidak mudah. Para pendaki menuju puncak Rinjani kebanyakan pada dini hari pukul 02.00 WITA untuk mengejar sunset. Para pendaki paling cepat sampai ke puncak pukul 05.00 WITA.
Sehingga, kata Halwi, kondisi fisik juga sangat berpengaruh bagi para pendaki. "Medannya sangat curam dari Pelawangan 4 ke puncak. Kalau turun ke Danau Segara Anak dari Pelawangan 2, itu medannya juga curam. Apalagi kalau kondisi berkabut, kita tidak bisa lihat jalan," tutur Halwi.
Halwi mengatakan bahwa memang rambu-rambu peringatan di jalur yang berbahaya perlu dipasang. Terakhir dia mendaki tahun lalu, belum ada rambu-rambu peringatan yang dipasang di jalur pendakian. Sehingga, menurutnya sangat penting dipasang rambu-rambu peringatan di jalur pendakian.
"Sangat perlu dipasang rambu-rambu peringatan ke jalur puncak itu dari Pelawangan 4 sampai punggungan itu kalau ke kanan itu sudah jurang. Di sana seharusnya ada rambu-rambu peringatan titik-titik yang tidak boleh dilalui. Ibaratnya titik yang jalur semeter yang tidak bisa dilalui berseberangan. Walaupun memang setiap pendaki pasti mencari referensi apa yang harus dilakukan pos-pos itu," terangnya.
3. Draf SOP baru pendakian Gunung Rinjani

Terpisah, Ketua Pokja World Class Mountaineering Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Budi Soesmardi mengatakan saat ini pihaknya sedang menyosialisasikan draf SOP pendakian Gunung Rinjani yang terbaru. Revisi SOP pendakian Gunung Rinjani merupakan tindaklanjut dari rekomendasi yang disampaikan pada saat rapat koordinasi dipimpin Kemenko Polkam.
Salah satu rekomendasinya adalah evaluasi tata kelola pendakian Gunung Rinjani yang di dalamnya ada satu item yaitu revisi SOP pendakian. "Saat ini kita sedang menjaring masukan atau usulan-usulan dari pelaku wisata terutama trekking organizer terkait dengan bagian-bagian yang perlu kita benahi bersama," kata Budi.
Beberapa catatan yang terdapat pada SOP pendakian Gunung Rinjani yang baru, kata Budi, mengenai masa berlaku surat keterangan sehat calon pendaki yang awalnya berlaku H-3, sekarang berlaku H-1. Kemudian, nantinya ada kesepakatan bersama terkait dengan rasio penggunaan guide untuk pengunjung yang awalnya satu berbanding 6.
"Tapi kita akan mencari masukan dari teman-teman pelaku wisata pendakian, praktisi dan stakeholder lain terkait rasio penggunaan guide," tambahnya.
Selain itu, dalam dalam draf SOP yang baru, menekankan tentang kompetensi guide. Dalam draf SOP itu, menekankan untuk seorang guide selain terdata sebagai guide di taman nasional juga harus tersertifikasi oleh Badan Sertifikasi Nasional Profesi. "Jadi semua guide sudah legal dan kompeten untuk melakukan pemanduan di TNGR," terangnya.
Nantinya, kata Budi, pendaki nusantara atau lokal yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum memiliki pengalaman wajib menggunakan guide. Fungsinya untuk melakukan skrining atau meminimalisir terjadinya kecelakaan. Rinjani juga bukan untuk pendaki pemula, BTNGR akan melakukan skrining pendaki. Mereka harus menunjukkan foto atau sertifikat atau dokumen lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Jadi nanti kita berharap para pendaki ini yang sudah pernah atau sebelumnya pernah mendaki gunung atau bukit lainnya sehingga mereka lebih punya pengalaman sebelum mendaki Gunung Rinjani. Bagaimana mengenali medan, cara untuk bertahan hidup , cara melakukan pendakian yang survive, aman demi keselamatan semua," jelas Budi.
Untuk sarana dan prasarana, kata Budi, sudah seleai dilakukan perbaikan jalur dari Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak. Kemudian dilanjutkan perbaikan jalur dari Pelawangan Senaru menuju Danau Segara Anak dan jalur Torean.
Tak kalah pentingnya, kata Budi, ada penambahan satu unit shelter emergency di Pelawangan 4 Sembalun yang nantinya difungsikan sebagai tempat penyimpanan peralatan evakuasi. Jika terjadi kecelakaan, peralatan evakuasi tak perlu lagi didatangkan dari Sembalun tapi sudah standby di Pelawangan 4.
"Shelter dalam proses pembangunan, proses pengiriman material. Semenjak Rabu, material sudah naik mungkin Minggu pekerjaan mulai dilakukan oleh tim. Kita targetkan secepatnya sebelum tanggal 10 Agustus, ini semua sudah selesai dan terverifikasi oleh tim yang akan memverifikasi kelayakan dan keamanan semua jalur sebelum dilakukan pembukaan nantinya," tambahnya.
Budi menyebutkan penerimaan negara dari aktivitas pendakian di Gunung Rinjani dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terus meningkat setiap tahun. Pada 2023, PNBP dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani sebesar Rp14,7 miliar.
Meningkat menjadi Rp22,5 miliar pada 2024. Pada 2025, PNBP dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani ditargetkan sebesar Rp25 miliar. Hingga saat ini baru terkumpul sebesar Rp10 miliar. PNBP yang dikumpulkan BTNGR langsung masuk ke kas negara atau Kementerian Keuangan. BTNGR mengusulkan minimal 30 persen PNBP agar dikembalikan untuk melengkapi sarpras di Gunung Rinjani.
"Itu sudah ada usulan dari pimpinan. Nanti akan disampaikan ke Kementerian Keuangan. Karena tanahnya untuk PNBP berada di Kementerian Keuangan untuk regulasi penggunaan PNBP," tandasnya.