TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mafia Tanah di Lombok Tilap Uang Korban Rp11,8 Miliar Buat Bayar Utang

Korban telah bayar 70 persen dari total luas lahan

Polisi menunjukkan barang bukti kasus mafia tanah. (Dok. Polda NTB)

Mataram, IDN Times - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB menetapkan dua tersangka kasus mafia tanah. Tersangka inisial CW (40) asal Ampenan, Kota Mataram dan LB (49) beralamat di Desa Kateng, Praya Barat, Kabupaten Lombok Tengah.

Tersangka menilap uang korban atas nama Handy sebesar Rp11,889 miliar lebih untuk membayar utang. Kini berkas perkara kedua tersangka kasus mafia tanah itu telah masuk tahap 2, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Tinggi NTB.

Baca Juga: Polda NTB Proses Laporan Dugaan Kekerasan Seksual pada Mahasiswi

1. Kedua tersangka menawarkan lahan seluas 1.608,56 are

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto (Dok. Polda NTB)

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto menjelaskan kasus itu terjadi pada periode Mei 2019 sampai dengan Maret 2021. Dilakukan oleh kedua tersangka secara bersama - sama menawarkan lahan seluas kurang lebih 1.698,56 are.

Terdiri dari 32 bidang dalam satu hamparan yang disebut main area yang dinyatakan sebagai milik tersangka LB yang terletak di Desa Kateng, Praya Barat, Lombok Tengah kepada korban atas nama Handy dengan harga Rp10 juta per are atau senilai keseluruhan Rp16,985 miliar lebih.

"Saat itu saksi korban bersedia melunasi pembayaran lahan tanah tersebut dengan syarat seluruh bidang tanah itu telah bersertifikat atas nama korban," jelas Artanto dalam keterangannya, Jumat (1/7/2022).

2. Tersangka bersedia mengalihkan sertifikat dengan syarat

Ilustrasi sertifikat tanah. IDN Times/Istimewa

Tersangka CW menyanggupi syarat tersebut dengan mengalihkan nama sertifikat seluruh bidang tanah yang dimaksud menjadi atas nama korban. Dengan syarat korban membayar 70 persen dari seluruh nilai jual lahan tanah tersebut.

Tetapi jika, dalam perjanjiannya, tersangka tidak mengalihkan nama sertifikat kepada nama korban selambat-lambatnya 10 Desember 2019. Maka uang jaminan yang diserahkan oleh korban kepada tersangka CW harus dikembalikan utuh.

Akan tetapi, jelas Artanto, setelah uang jaminan sebesar Rp11, 889 miliar lebih atau 70 persen dari nilai jual tanah diserahkan korban melalui transfer rekening kepada tersangka CW pada 25 November 2019. Sejak 27 November 2019 hingga 20 Maret 2020 telah habis ditarik tunai ataupun transfer ke beberapa rekening oleh tersangka CW.

"Uang tersebut oleh tersangka CW habis untuk bayar hutang, beli tanah, transfer ke rekening tersangka LB dan LB menarik tunai dan mentransfer kembali ke rekening lain. Sehingga uang senilai 70 persen tersebut tidak disimpan sebagai jaminan oleh tersangka melainkan digunakan untuk keperluan tersangka,"jelas Artanto.

Ternyata hanya seluas 269,50 are saja luas tanah yang bisa dialihkan nama pemilik dalam sertifikatnya menjadi nama korban selebihnya tidak ada. Karena 27 bidang lainnya yang semula dikatakan milik tersangka LB, ternyata milik para warga desa setempat.

Baca Juga: Wakil Bupati Lombok Timur Diperiksa Kejaksaan Terkait Korupsi Dana KUR

Berita Terkini Lainnya