TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KSPN Minta Pemda NTB Tidak Menelan Mentah-mentah Isi UU Cipta Kerja 

Pemda tunggu arahan pemerintah pusat untuk bikin Perda

Ilustrasi. Aksi penolakan Omnibus Law. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Mataram, IDN Times - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Selasa (21/3/2023) lalu. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang sekarang disahkan menjadi UU Cipta Kerja. Menyikapi Perppu Cipta Kerja yang sudah ditetapkan menjadi UU, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta pemerintah daerah supaya tidak terlalu cepat menafsirkan apa yang dilakukan pemerintah pusat dengan membuat regulasi turunan dalam bentuk peraturan daerah (Perda).

"Saya berharap dengan kewenangan yang dimiliki Pemda tidak terbelenggu, tidak terlalu menafsirkan apa yang dilakukan pemerintah pusat. Sekali pun UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, Pemda NTB tidak terlalu menelan mentah-mentah UU itu," kata Ketua KSPN Wilayah NTB Lalu Iswan Muliadi dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (29/4/2023).

Baca Juga: Investor Tertarik Kembangkan Wisata Balon Udara di Kota Mataram 

1. Pemda diminta melihat kondisi daerah

Ketua KSPN Wilayah NTB Lalu Iswan Mulyadi (Dok. Pribadi)

Sejak awal RUU Omnibus Law dibuat, Iswan mengatakan KSPN sudah menyampaikan penolakan. Karena dinilai menciderai sistem demokrasi dan negara hukum. Seharusnya pakar hukum dan serikat pekerja dilibatkan untuk membahas RUU Cipta kerja.

Begitu juga saat masa perbaikan UU No 11 Tahun 2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK, seharusnya serikat pekerja dan pakar hukum dilibatkan melakukan pembahasan. Untuk itu, Pemda NTB diminta jangan menelan mentah-mentah produk hukum yang masih menuai kontroversi tersebut.

"Paling tidak, Pemda NTB harus melihat bagaimana kondisi daerahnya sendiri. Dengan otonomi yang melekat paling tidak menjadi senjata bagi NTB untuk melakukan sedikit pembelaan kepada pekerja. Di NTB lagi giat-giatnya proyek besar, tetapi inflasi sangat tinggi. Paling tidak, itu menjadi kalkulasi dalam memberikan gaji kepada pekerja baik untuk sektor formal dan informal," ujarnya.

2. Dinilai merugikan pekerja

Para petugas kebersihan di Kota Mataram saat antre mendapatkan THR dari Pemprov NTB. Petugas kebersihan masih mendapatkan gaji di bawah UMR Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Iswan mengungkapkan tafsiran antara pasal satu ke pasal yang lain dalam UU Cipta Kerja tidak jelas dan multitafsir. Sehingga, apabila UU ini diterapkan maka akan merugikan pekerja.

"Kenapa UU Omnibus Law Cipta Kerja itu, tuntutan kita harus dibatalkan karena sangat menciderai para pekerja. Jelas sekali keberpihakannya kepada oligarki, tidak kepada masyarakat. Kalau kita lihat secara gamblang berpihak kepada investor, bukan pekerja," terangnya.

Ia memberikan contoh, dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diatur mengenai perekrutan tenaga kerja asing. Bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah mereka yang merupakan pekerja skill. Tetapi dalam UU yang baru, kata Iswan, tenaga kerja kasar bisa direkrut oleh perusahaan.

"Setelah itu apa yang dikerjakan tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal sangat terancam. Makanya serikat pekerja di Indonesia kompak meminta pemerintah untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena memang tidak berpihak kepada pekerja," ucapnya.

Selain itu, kata Iswan, pekerjaan yang dikerjakan tenaga kerja skill tidak boleh outsourcing. Sekarang, dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja, seolah-olah hampir semua sektor pekerjaan bisa dilakukan dengan outsourcing.

"Karena hitungan mereka di sana per jam. Kalau sekarang perusahaan membuat keputusan dalam merekrut pekerja berdasarkan jam, bagaimana kemudian perlindungan pekerja. Sehingga bagi kami memang melihat UU ini rancu sekali dan tidak berpihak kepada pekerja," tambahnya.

Baca Juga: Hujan Lebat, Seorang Warga Lombok Barat Tewas Tertimbun Longsor 

Berita Terkini Lainnya