TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kurang Asupan Vitamin dan Nutrisi, Ada 5.658 Balita Stunting di Bima 

Angka ini menurun dibandingkan dua tahun terakhir

Ilustrasi upaya pencegahan stunting. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Bima, IDN Times- Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat ada 5.658 balita mengalami stunting. Angka ini berdasarkan hasil penimbangan balita pada Februari 2022 yang dihimpun oleh aplikasi Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Balita Berbasis Masyarakat (EPPGBBM).

"Jumlahnya 5.658 balita alami stunting dari total sasaran 41.969 orang," jelas Koordinator Gizi Masyarakat Dikes Kabupaten Bima, Erma Suryani, Jumat (19/8/2022).

Baca Juga: Tak Bayar Denda, Dua Napi Korupsi di Bima Gak Dapat Remisi Kemerdekaan

1. Menurun dibandingkan dua tahun terkahir

Ilustrasi anak. (Stunting.brecorder.com)

Erma Suryani mengaku angka stunting tahun 2022 ini agak menurun dibandingkan tahun 2020 dan 2021 lalu. Pada tahun 2020, balita yang mengalami stunting sebanyak 8.451 orang, sedangkan 2021 dialami sebanyak 7.553 balita.

Penurunan angka stunting ini diakui berkat kerja sama semua pihak dengan pendekatan intervensi spesifik Dan Intevensi Sensitif. Intervensi spesifik itu dilakukan langsung melalui Gebrakbimantika. Baik yang ada di Dikes, maupun di masing-masing puskesmas.

"Tingkat keberhasilannya 30 persen," terang alumni Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar ini.

Sedangkan intervensi sensitif memiliki data ungkit sebanyak 70 persen. Intervensi sensitif tersebut melibatkan lintas sektor hingga ke tingkat Pemerintahan Desa (Pemdes) melalui program penurunan stunting.

2. Stunting dipicu kekurangan makanan bergizi

Pixabay.com/fotoshoptofs

Erma Suryani mengatakan, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir.

"Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak 1000 hari pertama kelahiran," terang dia. 

Hal tersebut dipicu karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, asupan vitamin dan mineral. Termasuk buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani.

Baca Juga: Warga Demo Tolak Operasional Gerai Alfamart di Bima

Berita Terkini Lainnya