TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Bocah SD di Bima, Jalan Kaki Menjual Penampi Beras Demi Keluarga

Kadang harus menginap di masjid jika dagangan belum laku

Foto Muhammad Izul (kanan) bersama rekannya saat menjajakan dagangannya (IDN Times/Juliadin Sutarman)

Bima, IDN Times - Muhammad Izul tak seperti kebanyakan bocah pada umumnya yang manfaatkan hari libur untuk bermain. Murid SD berusia 11 tahun ini harus jualan keliling Doku (alat penampi beras yang terbuat dari anyaman bambu) di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia berjalan kaki keliling menjajakan penampi beras kepada pembeli.

Bocah asal Desa Tarlawi Kecamatan Wawo Kabupaten Bima ini rela memikul doku sambil berjalan kaki. Dia rela menghabiskan masa kecilnya untuk membantu ekonomi keluarga. Sebelum dagangannya itu laku, Izul bersama teman sebayanya itu enggan pulang ke rumah. Dia  memilih bermalam beberapa hari di masjid jika sedang libur sekolah.

Baca Juga: Segarnya Bukit Doro Si'i di Bima dengan Pemandangan Hamparan Sawah

1. Jual keliling saat libur sekolah

Foto Muhammad Izul dan rekanya ketika nyebrang jalan raya (IDN Times/Juliadin Sutarman)

Ditemui IDN Times, Izul tampak semangat bercerita kisahnya melakoni pekerjaan yang sudah lama digelutinya tersebut. Dia mengaku alat penampi beras itu merupakan buatan kedua orang tuanya di rumah, lalu kemudian dirinya menjual ke tengah perkampungan.

Izul mengeluhkan minat warga di sana untuk membeli diakui cukup minim. Bahkan tak jarang dalam sehari sampai tidak ada yang laku sama sekali. Hal inilah yang membuat Izul kemudian memutuskan untuk menjajakan barang dagangannya keliling Bima.

"Kasihan orang tua yang capek buat, gak ada yang laku. Makanya saya jual keliling begini di saat libur sekolah," kata Izul ditemui IDN Times ketika sedang menyusuri jalan raya Kota Bima, Selasa (11/4/2023).

2. Keliling kelurahan

Foto Doku (alat penampi beras), (IDN Times/Juliadin Sutarman)

Biasanya setiap kali jualan dari desa menuju Kota Bima, Izul mengaku kebanyakan menggunakan jasa ojek. Bahkan terkadang juga diantarkan langsung oleh sanak saudara.

"Kebanyakan datang pakai ojek. Kemudian kami minta diturunkan di ujung timur Kota Bima," akunya.

Setelah itu, dia baru menyusuri jalan raya dan masuk lorong pemukiman warga untuk menjajakan dagangannya. Untuk satu alat penampi beras, dibanderol dengan harga satuan Rp35 ribu.

Dalam sehari biasanya yang laku paling banyak dua hingga tiga saja. Bahkan terkadang sampai tidak ada yang laku sama sekali, terutama ketika wilayah Kota Bima diguyur hujan dari pagi hingga sore hari.

"Sudah pasti gak ada yang terjual. Gak bisa jalan jual keliling karena hujan," terang anak kedua dari empat bersaudara ini.

Baca Juga: Pengunjung Toko Serba Rp35 Ribu di Bima Membludak Jelang Lebaran

Berita Terkini Lainnya