TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

36 Penderita Kusta Ditemukan di Bima, 8 Pasien adalah Anak-anak

Terlambat diobati dan menyebabkan cacat fisik

Foto tim Nakes Dinas Kesehatan Kota Bima saat periksa pasien pengidap kusta (Dok/Dikes Kota Bima)

Kota Bima, IDN Times - Jumlah warga penderita kusta di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dari tahun ke tahun terus bertambah. Dari tahun 2021 hingga  Agustus 2022, tercatat sebanyak 36 pasien. Sebanyak 8 pasien masih anak-anak.

Dari puluhan penderita penyakit menular ini, 19 orang di antaranya ditemukan pada tahun 2021 lalu. Sementara tahun 2022 hingga Agustus kemarin, tercatat sebanyak 17 orang pasien.

Kusta alias lepra atau penyakit Morbus Hansen adalah infeksi menular kronis yang menyerang sistem saraf, kulit, selaput lendir hidung, dan mata.

Secara umum, gejala paling khas dari penyakit ini adalah sensasi mati rasa atau baal pada area kulit yang menampakkan bercak. Sensasi mati rasa ini menyebabkan penderitannya tidak bisa merasakan perubahan suhu.

Akibatnya, mereka yang mengalami penyakit ini kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulitnya. Hal ini juga yang membuat penderita tidak merasakan sakit sekalipun jari mereka putus.

Baca Juga: Polisi Terlibat Narkoba, Warga Bima: Pecat Briptu Muhammad Amirurizal!

1. Jenis kusta basah paling banyak diderita pasien

Foto Kepala Dinas Kesehatan Kota Bima, Ahmad (IDN Times/Juliadin)

Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima, Ahmad mengatakan, dari 36 temuan kasus penderita kusta ini, 30 orang menderita kusta basah. Hal itu ditandai dengan permukaan kulit kusta yang cenderung basah atau tidak kering seperti kulit normal.

Sedangkan jenis kusta kering hanya ditemukan pada 6 orang pasien. Kusta jenis ini tergolong infeksi ringan dengan jumlah bakteri lebih sedikit dibandingkan yang basah.

"Penderita hingga sampai pada kusta basah begini, karena lambat temuan kasusnya. Potensi penularannya cukup tinggi dibandingkan yang kering," jelas Ahmad yang dikonfirmasi, Jumat (16/9/2022).

2. Delapan pasien anak-anak dan satu lansia

Ilustrasi kusta (Kemkes.go.id)

Dari puluhan kasus ini, delapan orang di antaranya diderita oleh anak-anak usia berusia 5 tahun. Mereka tertular dari orang tua dan masyarakat penderita kusta di sekitar kediamannya masing-masing.

"Kemudian satu orang lanjut usia (Lansia) berusia 65 tahun yang mengalami cacat fisik. Kalau kasus yang sampai meninggal dunia gak ada," ungkap nya.

Pasien yang alami cacat fisik ini lamban ditemukan kasusnya, sehingga gejala kusta cepat menyerang saraf. Tidak heran jika pasien yang bersangkutan hingga mengalami cacat fisik.

"Kalau lambat ditangani dan diberikan obat, pasien kusta itu akan berakibat fatal hingga alami cacat fisik," tuturnya.

3. Stigma masyarakat soal penyakit kusta dianggap kutukan

ilustrasi pasien kusta (pixabay.com/jamboo7809)

Pelacakan dan penanganan kasus ini, Ahmad mengaku sedikit lebih sulit dibandingkan penyakit jenis lain. Karena tidak sedikit pasien, menganggap jika penyakit kusta adalah kutukan, bawaan lahir bahkan dianggap aib.

Sehingga saat pelacakan kasus di lapangan, mereka tidak jarang menolak jika disampaikan hasil pemeriksaan bahwa mereka pengidap kusta. Jika label penyakit itu dialamatkan, mereka khawatir akan dijauhi masyarakat sekitar.

"Pemikiran mereka begitu. Mereka banyak yang gak mau menerima jika diputuskan mengidap kusta. Bahkan terkadang kami juga diusir di lapangan," terangnya.

Baca Juga: 3 Siswa di Bima Dikeluarkan dari Sekolah Usai Keroyok Kakak Kelasnya

Berita Terkini Lainnya