TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Popularitas Bahasa Daerah di NTB yang Terus Terjadi Kemunduran

Keberadaan tiga bahasa daerah di NTB bisa punah

Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB Puji Retno Hardiningtyas. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Popularitas bahasa daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus mengalami kemunduran. Berdasarkan sejumlah hasil survei, tiga bahasa daerah NTB masuk dalam kategori rentan punah, yakni Bahasa Sasak, Samawa, dan Mbojo.

Berdasarkan hasil survei kajian vitalitas bahasa daerah yang dilakukan Kantor Bahasa Provinsi NTB, penggunaan bahasa daerah mengalami kemunduran atau rentan punah. Beberapa hal yang jadi tolak ukur dalam survei kajian vitalitas bahasa daerah, apakah generasi muda dan orangtua masih menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi sehari-hari.

"Dari hasil survei kajian vitalitas, bahasa daerah di NTB mengalami kemunduran atau rentan punah," kata Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB Puji Retno Hardiningtyas dikonfirmasi, Jumat (17/6/2022).

Baca Juga: Kronologis Lengkap Tenggelamnya Kapal TKI Ilegal Asal NTB di Batam 

1. Penutur bahasa daerah di NTB sebanyak 5 juta orang

Youtube

Berdasarkan data, kata Retno, penutur bahasa daerah di NTB sekitar 5 juta orang. Dengan rincian, penutur Bahasa Sasak 3,8 juta orang, Bahasa Samawa 900 ribu lebih dan Bahasa Mbojo 800 ribu orang. "Dari itu Bahasa Sasak mengalami kemunduran dalam hal komunikasi sehari-hari," tuturnya.

Komunikasi anak-anak dengan orang tuanya cenderung menggunakan Bahasa Indonesia dibandingkan Bahasa Sasak. Ditanya jumlah penutur bahasa daerah yang berkurang setiap tahun, Retno mengatakan perlu dilakukan kajian lagi.

Karena masuk kategori rentan punah, sehingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menjadikan NTB sebagai salah satu provinsi yang menjadi lokasi sasaran program revitalisasi bahasa daerah di Indonesia.

"Revitalisasi bukan hanya dilakukan karena keberadaan bahasa daerah dalam kondisi rentan. Kalau pun aman, juga dilakukan revitalisasi. Karena adanya perkawinan silang, pemakaian Bahasa Indonesia di keluarga bukan bahasa daerahnya. Hal-hal seperti ini menjadi dasar mengapa perlu dilakukan revitalisasi. Oleh karena itu Kantor Bahasa NTB fokus pada tiga bahasa di NTB," terang Retno.

2. Upaya perlindungan dan pelestarian bahasa daerah di NTB

Aksara daerah. (wikipedia.org)

Retno menjelaskan salah satu upaya yang dilakukan dalam program revitalisasi bahasa daerah adalah penjaringan guru master dengan pembelajaran yang difokuskan. Yaitu, model pembelajaran Bahasa Sasak di tingkat SD dan SMP.

Kemudian model pembelajaran Bahasa Mbojo tingkat SD dan SMP serta model pembelajaran Bahasa Samawa tingkat SD dan SMP. "Ada 6 model pembelajaran yang disesuaikan dengan tiga bahasa daerah di NTB yang menjadi paket revitalisasi bahasa daerah 2022," tuturnya.

Selain itu, kata Retno, upaya pelestarian dan perlindungan bahasa daerah dilakukan dengan menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu tingkat SD dan SMP. Retno mengatakan telah dikeluarkan dua petunjuk teknis (juknis) kaitan dengan hal ini.

3. Butuh keseriusan Pemda untuk perlindungan dan pelestarian bahasa daerah

Ilustrasi Profesi (Guru) (IDN Times/Mardya Shakti)

Dikatakan, pelestarian dan perlindungan bahasa daerah merupakan kewajiban pemerintah daerah (Pemda). Pemerintah Pusat dalam hal ini Kantor Bahasa hanya sebagai pemantik sekaligus memberikan semangat kepada pemda untuk melaksanakan revitalisasi bahasa daerah.

Ia menyebut kendala terbesar dalam pelestarian dan perlindungan bahasa daerah adalah koordinasi dengan pemda dan persoalan anggaran. Karena ternyata pemda belum mengalokasikan anggaran secara detail meskipun sudah tahu bahwa pelestarian bahasa dan sastra itu ada di daerah.

"Butuh keseriusan daerah untuk memfasilitasi apalagi menganggarkan pelestarian dan perlindungan bahasa daerah. Kita lihat peran pemda sudah sejauh mana terkait perlindungan bahasa dan sastra daerah," katanya.

Baca Juga: Drone Dilarang Terbang, 2.196 Personel Amankan MXGP Samota 

Berita Terkini Lainnya