Gaya Hidup yang Berujung Jeratan Utang Pinjol, Gen Z Butuh Edukasi
Kemudahan pinjaman di pinjol berujung petaka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mataram, IDN Times - Fenomena maraknya sistem pinjaman online (pinjol) semestinya menjadi perhatian pemerintah. Terutama kepada kelompok generasi muda yang membutuhkan edukasi tentang dampak negatif pinjol yang banyak memberikan kemudahan dalam layanan peminjaman uang dan barang.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram Muhammad Firmansyah mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mengatur teknis pemberian kredit pinjol agar tidak membebani masyarakat.
"Pinjol ini kredit meringankan dalam prosesnya. Tapi setelah itu baru kelihatan memberatkan peminjam. Fenomena orang terjerat utang pinjol saya prediksi akan meledak," katanya saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Sabtu (28/1/2023).
Baca Juga: Investasi di NTB Tembus Rp21,6 Triliun, Serap 4.173 Tenaga Kerja
1. Meminjam untuk gaya hidup
Salah satu yang menjadi korban pinjol adalah para mahasiswa. Mereka mengajukan pinjol untuk pemenuhan kebiasaan gaya konsumtif atau gaya hidup. Di sisi lain, mereka masih mengandalkan pendapatan dari orangtua masing-masing.
Menurutnya, mahasiswa tentunya akan kesulitan dalam melakukan pelunasan pinjol yang bunganya mencapai belasan persen per bulan.
"Karena mahasiswa sekarang juga tak mau mati gaya. Ingin mengganti HP sementara kiriman orangtua terbatas. Mereka cari institusi keuangan yang mudah diakses, pinjol sasarannya," kata Firmansyah.
Terkadang, mahasiswa tidak memedulikan konsekuensi dari melakukan peminjaman dari pinjol. Mereka beranggapan mampu melunasi pelunasan utang pinjol dengan mengandalkan kiriman orangtua.
"Kalau kebanyakan untuk konsumtif maka ini menjadi petaka. Tapi kalau untuk produktif, tetap hati-hati juga, jangan sampai itu memberatkan. Kalaupun itu untuk produktif," ujarnya.
Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Bali - Lombok Mahal, Maskapai Kena 'Semprit'