Fenomena "No Viral No Justice", Mahasiswa Rekonstruksi Gerakan
Gerakan mahasiswa masih terkotak-kotak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mataram, IDN Times - Gerakan mahasiswa berhasil mengantarkan Indonesia menuju era reformasi pada tahun 1998. Di mana, kebebasan pendapat dijamin dan kritik masyarakat mendapatkan kebebasan seluas-luasnya.
Di tengah pesatnya perkembangan media sosial, perlu rekonstruksi pola gerakan mahasiswa menyesuaikan dengan era digitalisasi. Apalagi, ada fenomena penegakan hukum menjadi viral di media sosial di mana ada anggapan "No Viral No Justice".
Sejumlah pihak menganggap pemerintah lebih peduli viral di media sosial. Semisal kritikan di TikTok tentang jalan rusak di Lampung yang memperoleh respons positif Presiden Joko Widodo.
"Era digital saat ini mungkin tidak bisa menyamakan pola gerakan kita dengan pola gerakan 25 tahun lalu. Artinya, mahasiswa juga perlu merekonstruksi pola gerakan menyesuaikan dengan era digitalisasi saat ini," kata Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mataram Wahyudin Safari saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (20/5/2023).
Baca Juga: Kemarau Mulai Merata, BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di NTB
1. UU ITE menjadi momok menakutkan dalam menyampaikan kritik di media sosial
Wahyudin mengatakan, mahasiswa semestinya harus mampu memanfaatkan potensi perkembangan teknologi informasi. Menurutnya, platform media sosial dapat dipergunakan mahasiswa dalam menyampaikan kritikan kepada pemerintah.
Persoalannya hal tersebut nantinya akan berbenturan dengan keberadaan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Aparat hukum bisa leluasa menjerat kritikus pemerintah dengan memanfaatkan pasal-pasal diatur dalam UU ITE.
"Di satu sisi kita mau mengkritik tapi di sisi yang lain kita takut akan diciduk Unit Cyber Crime. Ini menjadi soal juga ketika ada kebebasan mengkritik lewat media sosial, tetapi banyak sekali pasal karet di dalam UU ITE. Ini ketakutan kita di mahasiswa," tutur Wahyudin.
Baca Juga: Mahasiswa Temukan Bayi Masih Hidup Dibuang di Jembatan Gegutu Mataram