TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cetak Penghafal Alquran, Ponpes di Lombok ini Larang Santri Bawa HP 

Pendidikan formal tetap menyesuaikan dengan teknologi

Pembelajaran dengan sistem konvensional khusus santri penghapal Alquran di Ponpes Tarbiyatul Mustafid Lombok Barat. (dok. Istimewa)

Lombok Barat, IDN Times - Pondok Pesantren (Ponpes) Tarbiyatul Mustafid Dusun Batu Rimpang Desa Badrain Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) fokus untuk mencetak santri penghafal Alquran.

Selain mengelola pendidikan formal dari jenjang Raudatul Atau (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA), Ponpes Tarbiyatul Mustafid juga mengelola pendidikan nonformal penghafal Alquran dan kajian kitab-kitab kuning.

Ponpes tersebut kini sudah mencetak puluhan penghafal Alquran. Tak sedikit lulusannya juga diterima kuliah di luar negeri seperti Yaman. Untuk mencetak santri penghafal Alquran, Ponpes Tarbiyatul Mustafid masih menerapkan pola pembelajaran konvensional, tetapi untuk lembaga pendidikan formal mulai dari RA sampai MA, mengikuti perkembangan teknologi informasi saat ini.

Baca Juga: 3.800 Warga Lombok Dapat Rice Cooker Gratis, Ini Kriterianya!  

1. Larang santri bawa HP ke madrasah

Ilustrasi santri penghapal Alquran. (dok. Istimewa)

Pengajar di Ponpes Tarbiyatul Mustafid, Ustaz Khaerul Anwar menjelaskan pihaknya fokus untuk melahirkan penghafal-penghafal Alquran. Sehingga dalam prosesnya, pendidikan masih menggunakan pola konvensional. Para santri dilarang membawa handphone (HP) ke madrasah.

"Kita pondok pesantren tahfiz. Kita lebih fokus ke penghafal Alquran. Jadi media-media elektronik seperti HP, tidak diperbolehkan masuk. Kita belajarnya masih konvensional. Khusus santri di asrama masih mempertahankan motode pembelajaran yang sejak dulu," kata Khaerul saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (21/10/2023).

Larangan membawa HP diberlakukan bagi para santri di lingkungan Ponpes. Terlebih bagi santri yang mondok di asrama. Sejak 2015, Ponpes Tarbiyatul Mustafid telah memiliki asrama untuk para santri. Tercatat, saat ini siswa yang mondok di asrama lebih dari 200 santri dan sekitar 50 santriwati.

Mereka yang mondok di asrama, merupakan santri MTs dan MA yang khusus menjadi penghapal Alquran dan mengkaji kitab-kitab kuning. Khaerul menjelaskan kebijakan larangan membawa HP ke lingkungan ponpes karena melihat mudharatnya yang lebih besar.

"Orang tua santri juga menilai seperti itu. Karena anak-anak ini juga kebanyakan menghabiskan waktu untuk game online kalau kita lihat yang tidak mondok. Bahkan bagi yang mondok, itu diuji (tidak menggunakan HP) ketika libur, " tuturnya.

2. Pendidikan formal tetap menyesuaikan dengan perkembangan teknologi

Ilustrasi santri. (dok. Istimewa)

Sementara itu, untuk pendidikan formal dari tingkat RA, MI, MTs dan MA, kata Khaerul, pendidikan tetap menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Apalagi, sekarang ada kurikulum merdeka belajar.

"Karena anak mondok ini ada non formal kalau di asrama. Karena fokusnya di tahfiz, paling menghapal, baca Alquran, belajar kitab kuning. Tapi kalau di madrasah berjalan sesuai dengan rel yang dikasih pemerintah, " terangnya.

Khaerul menyebutkan sejumlah santri ada yang diterima kuliah di Yaman. Mereka adalah para santri yang menghafal Alquran 30 juz. Sejak adanya asrama santri pada 2015, hingga saat ini jumlah santri yang menghafal Alquran 30 juz lebih dari 20 orang.

Ia menjelaskan tidak ada target menghapal bagi para santri, tetapi disesuaikan dengan kemampuan mereka. Minimal dalam sehari, santri menyetor hafalan lima ayat. Namun, bagi santri yang serius, mereka bisa menyetor hafalan satu sampai dua halaman per hari. Para santri bukan hanya dari Lombok Barat, tetapi juga ada yang berasal dari Bali.

Baca Juga: Pria Lansia Cabuli Anak Tiri dengan Janji Penggandaan Uang 

Berita Terkini Lainnya