TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aturan Unik Gadis di Sukarara Lombok tentang Pernikahan 

Melanggar akan terkena sanksi denda

Anak gadis Sukarara Jonggat Lombok Tengah saat menenun. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Lombok Tengah, IDN Times - Ada yang unik di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sesuai kearifan lokal masyarakat setempat, seorang gadis atau perempuan tidak boleh menikah sebelum mahir dalam seni tenun

Nekat melanggar? Siap-siap saja dikenakan sanksi membayar denda sesuai keputusan tetua adat setempat. Aturan turun temurun yang membuat semua gadis Sukarara mahir dalam seni tenun kain daerah. 

"Anak perempuan kalau belum bisa menenun tidak boleh menikah, itu benar adanya. Sebab nanti ketika anak-anak kita berkeluarga, suaminya tak bisa mencari nafkah. Maka perempuan inilah yang mewakili mereka," kata Kepala Desa Sukarara Saman Budi dikonfirmasi usai kegiatan menenun massal atau Begawe Jelo Nyesek di Desa Sukarara Lombok Tengah, Sabtu (8/7/2023).

Baca Juga: Aksi 2.023 Penenun Desa Sukarara Lombok Tengah Pecahkan Rekor MURI 

1. Lestarikan warisan leluhur

Anak-anak gadis di Desa Sukarara Jonggat Lombok Tengah. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Saman mengatakan, kearifan lokal tersebut sejatinya dibuat dengan tujuan yang mulia dari petinggi adat. Para prinsipnya, mereka ingin mencegah adanya praktik pernikahan usia dini di antara para gadis di Sukarara. 

Aturan yang akhirnya cukup berhasil mengatur tingkat pernikahan di desa ini. Setidaknya memasuki usia 19 tahun di mana mereka sudah cukup mahir menenun untuk memasuki jenjang pernikahan. 

"Kita berikan sanksi bagi mereka yang menikah sebelum bisa menenun. Sanksinya denda berupa uang, relatif jumlahnya. Ini khusus untuk anak-anak perempuan kami di Desa Sukarara. Karena menenun ini warisan leluhur kami," terangnya.

2. Ilmu menenun diwariskan turun temurun

Kepala Desa Sukarara Saman Budi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Diungkapkan, budaya menenun di masyarakat Sukarara Jonggat Lombok Tengah diwariskan secara turun temurun. Sehingga, anak-anak perempuan sudah sejak kecil belajar menenun dengan melihat orangtuanya.

"Sekadar melihat ibunya menenun, dia praktik sendiri di belakang ibunya menggunakan pelepah pisang. Sejak dini diajarkan menenun," tuturnya.

Pemerintah Desa Sukarara sendiri berharap budaya menenun menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah. Sehingga, jiwa menenun terpatri pada anak-anak sekolah.

Saman mengungkapkan keunikan tenun Sukarara dibandingkan tenun-tenun lainnya di Pulau Lombok. Kain tenun Sukarara memiliki 50 motif dan dijamin kualitasnya. Sehingga dari sisi harga juga cukup bersaing, mulai dari Rp400 ribu sampai Rp5 juta.

Baca Juga: Sukarara Ditetapkan sebagai Desa Bisnis Inklusif Ekowisata

Berita Terkini Lainnya