Produksi 600 Kilogram Cilok Sehari, UMKM Lombok ini Punya 80 Reseller
Awal merintis, tak punya uang untuk beli kuota internet
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Lombok Barat, IDN Times - Marisa (34), seorang ibu rumah tangga yang kini menjadi pengusaha bakso cilok di Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ibu dari tiga anak ini sukses mengembangkan usahanya yang kini dalam kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan nama Cilok Merecon Ngangaak. Kini Marisa memiliki lebih dari 80 reseller yang berasal dari semua daerah di Pulau Lombok.
“Ada yang datang dari Lombok Utara, Lombok Tengah, Mataram dan Lombok Timur. Ada yang sampai dititip di mobil engkel (sejenis angkot), karena lokasinya jauh di Sembalun sana,” kata Marisa, Senin (20/2/2023).
Sore itu, Marisa sudah mulai membersihkan alat-alat yang digunakan membuat cilok. Meski demikian, terlihat beberapa orang masih mengantre untuk membeli cilok buatannya. Rumah produksinya tak pernah sepi oleh pembeli.
Pada pagi hari, Marisa ke pasar membeli bahan-bahan untuk membuat cilok. Marisa juga langsung membuat adonan ciloknya sendiri. Di rumah produksinya itu, dia dibantu oleh beberapa pekerja yang sudah siap sejak pagi. Begitu adonan siap, mereka kemudian menempatkan cilok pada adonan sesuai varian rasa. Setelah itu, mereka memanaskan air dan memasukkan adonan cilok yang sudah dibulat-bulatkan ke dalam air panas tersebut.
Setiap hari, Marisa membuat 400 kilogram hingga 600 kilogram cilok dengan berbagai varian isi. Ada yang isi jamur, keju, telur puyuh, cabai, daging, urat, siomay dan cilok tahu. Dia juga mempekerjakan 11 orang yang merupakan warga sekitar. Marisa merasa senang karena usaha ciloknya laris di pasaran, sehingga bisa membuat lapangan pekerjaan bagi orang lain.
“Saat ini ada 11 orang yang bekerja dan membantu saya. Saya bayar mereka harian, bayaran atau upah mereka tergantung tugas yang mereka kerjakan,” ujar Marisa.
Baca Juga: Urus IMB/PBG di Lombok Timur Kini Sudah Terintergrasi dengan OSS
1. Dipasarkan melalui media sosial
Marisa mulai berjualan sejak enam tahun yang lalu. Saat itu, dia tidak menjual cilok. Marisa menjual soto dan berjualan di kantin sekolah terdekat. Dia juga menjual produknya ke sekolah-sekolah yang ada di sekitar rumahnya. Dalam mengembangkan bisnisnya ini, dia juga mengandalkan modal dari Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Kalau dulu itu untungnya tidak banyak, karena yang dibayar hanya yang laku saja. Lebih sering tidak laku, jadi lebih banyak ruginya,” ujarnya.
Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjual cilok. Dari modal yang ada, kemudian dia mencoba untuk membuat cilok dan memasarkannya secara daring melalui media sosial. Awalnya hanya membuat 2 kilogram cilok untuk dijual kepada pembeli yang memesan melalui media sosial. Kini, dalam sehari bisa memproduksi hingga 600 kilogram.
“Jualan online (daring), dulu produksi tidak banyak. Tapi lama kelamaan semakin banyak yang pesan, jadi saya bisa produksi lebih banyak perlahan-lahan,” kata Marisa.
Marisa merasa bahwa keberadaan media sosial sangat berkesan bagi perjalanan bisnisnya. Dia bisa menjual cilok hingga pelosok desa dari pesanan reseller yang mengetahui informasi tentang Cilok Merecon Ngangaak dari media sosial.
Usahanya dalam merintis bisnis cilok tidaklah mudah. Beberapa kali jatuh, namun Marisa bangkit lagi. Marisa sempat kesulitan memasarkan produknya secara daring karena tidak memiliki uang untuk membeli paket data atau kuota internet.
“Dulu itu promosi kadang-kadang ya, karena kadang gak punya paket data internet, gak punya uang,” akunya.
Dia juga terus berinovasi untuk memberikan kualitas rasa terbaik dari ciloknya. Pada akhirnya, dia menemukan racikan dengan cita yang disukai oleh banyak pembeli.
“Dulu itu rasa ciloknya gak langsung enak seperti saat ini. Saya mencoba terus menerus, sampai menemukan resep terbaik seperti sekarang,” akunya.
Baca Juga: 5 Pantai Super Eksotis di Lombok, Dijamin Bikin Takjub!