TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cuti Haid Seperti Mustahil, Menaker: Perusahaan Wajib Berikan! 

Pekerja perempuan NTB pasrah soal cuti haid

Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziyah dalam acara Internasional Women's Day 2022 kolaborasi Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan IDN Times (Dok FJPI)

Mataram, IDN Times - Cuti haid merupakan salah satu hak bagi pekerja perempuan. Namun cuti haid ini jarang digunakan, karena sering kali cuti haid dianggap tidak mendesak untuk diberikan kepada pekerja perempuan.

Pada acara diskusi tentang Internasional Women's Day 2022, kolaborasi Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) dan IDN Times pada Sabtu (5/3/2022), Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan bahwa perusahaan wajib memberikan apa saja yang menjadi hak pekerja, termasuk soal cuti haid.

Aturan ini pada awalnya mendapat sambutan yang baik dari para pekerja perempuan, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun belakangan banyak yang mengaku tidak dapat menikmati cuti haid itu karena perusahaan tidak memperkenankan.

Salah satu pekerja perempuan di Provinsi NTB, Ririn Sinta mengaku selama bekerja, dirinya tidak pernah sekalipun menggunakan cuti haid. Bukan karena dia tidak tahu bahwa cuti haid diperbolehkan, namun karena setiap kali tidak masuk bekerja, upahnya akan dikurangi. Termasuk ketika dia cuti dan izin sakit.

"Cuti haid itu seperti mustahil bagi pekerja seperti saya. Perusahaan saya itu tidak pernah melarang, tetapi juga tidak pernah menganjurkan. Jangankan cuti haid, saat izin sakit saja gaji saya dipotong," akunya, di Mataram, Minggu (6/3/2022).

Baca Juga: Selain dari Palu, Material Trek Sirkuit Mandalika Diambil di Lombok

1. Sanksi pidana menanti pemilik perusahaan yang menolak memberikan cuti haid

Ilustrasi palu hakim (IDN Times/Sukma Shakti)

Ida mengatakan bahwa pemberian cuti haid dan cuti melahirkan kepada pekerja perempuan itu adalah hal yang wajib dilakukan oleh perusahaan. Sebab hal itu sudah diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menolak memberikan cuti haid kepada pekerja perempuan. Jika melanggar aturan, maka perusahaan harus siap-siap mendapatkan sanksi.

Dalam Pasal 186 Undang-undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan yang melakukan pelanggaran, di mana salah satunya tidak memberikan atau tidak membayar pengganti cuti haid, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

2. Cuti haid tak tercantum dalam kontrak kerja

Ilustrasi kontrak kerja (Pexels/Karolina Grabowska)

Pekerja perempuan NTB lainnya, Komala mengaku bahwa pada kontrak kerja yang ditandatangani tidak mengatur adanya cuti haid. Sehingga dia tidak bisa mengambil cuti haid seperti yang tercantum di dalam UU Ketenagakerjaan.

"Saya kan pegawai kontrak, yang diatur di dalam kontrak hanya cuti tahunan dan cuti melahirkan. Kalau cuti haid itu tidak ada (dalam kontrak)," ujarnya.

Meski tak diatur di dalam kontrak, dia tetap berharap cuti haid itu bisa didapatkan. Sebab itu merupakan hak semua pekerja perempuan.

Baca Juga: Jelang MotoGP, Ribuan Kamar Penginapan di Lombok Gak Laku!

Berita Terkini Lainnya