TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perjuangan Saleh, Melawan Stigma demi Hak-hak Jemaah Ahmadiyah di NTB

Berharap dapat hidup berdampingan dengan masyarakat

Ketua Pembinaan Jamaah Ahmadiyah NTB, Saleh (kiri) (IDN Times/Ahmad Viqi)

Mataram, IDN Times - Puluhan jemaah Ahmadiyah sudah bertahun-tahun hidup di pengungsian Transito Kelurahan Pejanggik, Kecamatan Mataram, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Semua jemaah Ahmadiyah ingin hidup normal seperti warga pada umumnya yang ada di Kota Mataram. 

Saleh, seorang pria paruh baya yang menjadi Ketua Pembina dan Penasehat Ahmadiyah Provinsi NTB masih terus berjuang. Pasalnya sejak pindah ke Transito Kota Mataram, jemaah Ahmadiyah belum bisa kembali ke kampung halaman pascakonflik yang telah dilalui sejak tahun 2014 silam hingga 2021 ini.

Saleh selalu berusaha bersuara dengan santun agar hak-hak mereka dalam keyakinannya dapat dihormati dan dihargai. Saleh merasa tidak pernah merugikan pihak manapun dengan keyakinannya itu. Dia juga tidak pernah mengajak apalagi memaksa siapapun untuk mengikuti apa yang dia yakini.

1. 43 KK masih tinggal di pengungsian Transito

Kondisi jamaah Ahmadiyah di Mataram/dok. kbr.id

Saleh menyebutkan bahwa jemaah Ahmadiyah yang masih tinggal di Transito sebanyak 43 kepala keluarga (KK). Sejak tahun 2019 lalu, isu tentang stigma buruk ke jemaah Ahmadiyah mulai berkurang sejak konflik terakhir tahun 2018 silam di Lombok Timur. Perlahan jemaah yang tinggal di pengungsian itu juga ikut berkurang.

"Jadi lumayan berkurang daripada tahun 2018 lalu yang tinggal di Transito. Sekarang mulai berkurang satu dua orang," katanya, kepada IDN Times, Kamis (2/12/2021). 

Selama menetap di Transito, kondisi kehidupan warga Ahmadiyah memang tidak mudah. Di antaranya, banyak warga yang punya lahan warisan belum bisa kembali ke kampung halaman. 

"Tapi sudah ada yang dijual dipakai beli lahan kapling dengan harga terjangkau di Mataram. Ada juga di Lombok Barat," ujar Saleh.

Perjuangan Saleh sedikit membuahkan hasil. Saat ini, jemaah Ahmadiyah sudah bisa mengurus administrasi kependudukan. Sebagian dari mereka juga mendapatkan bantuan dari pemerintah, berupa sembako dan program bantuan lainnya. Dengan kondisi saat ini, Saleh sudah sangat bersyukur, sebab keberadaan mereka sebagai jemaah Ahmadyah tidak lagi menjadi persoalan.

"Tapi sekarang sudah mulai berangsur terbuka," jelas Saleh.

Saleh menuturkan bahwa kesulitan yang dialami oleh jemaah ialah melawan stigma buruk terkait tuduhan ajaran sesat bagi mereka. Saleh merasa bahwa apa yang diyakininya dan jemaah lainnya itu bukanlah ajaran yang menyimpang. 

"Hoaks itu pasti datang menjelang agenda-agenda politik. Semestinya segala bentuk hak konstitusi kita itu sama di mata hukum," lanjut Saleh.

Baca Juga: Meski Mengalami Kenaikan, IPM NTB Masih Urutan ke-29 di Indonesia

2. Berangsur membaik

Kondisi anak-anak jamaah Ahmadiyah di Kota Mataram/dok. lombok.post.com

Selama beberapa tahun terakhir, kondisi itu berangsur membaik dan terbuka. Bahkan jamaah Ahmadiyah diajak bekerjasama dari pemerintah kota Mataram dan Pemerintah Provinsi NTB.

"Mulai berangsur baik. Hak-hak kami itu mulai terpenuhi. Baik proses pembuatan adminduk, dan beragam program dari pemerintah," katanya.

Dari sekelumit perjuangan yang dilakukan jamaah Ahmadiyah, sejatinya hidup bebas seperti warga pada umumnya bagai keniscayaan. Tinggal bebas di tempat sendiri dengan rasa aman belum 100 persen diraih.

"Itu masih yang proses. Pak Gubernur pernah datang. Dia punya will komitmen yang kuat. Dia juga janji berupaya mencari jalan terbaik," beber Saleh.

Janji Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah akan memperhatikan jemaah Ahmadiyah belum dipahami secara gamblang oleh jemaah Ahmadiyah. "Kita gak paham seperti apa maksudnya Pak Gubernur bilang itu. Intinya akan memperhatikan kami," kata Saleh. 

Baca Juga: Dewi Noviany, Adik Kandung Gubernur NTB yang Menjabat Wabup Sumbawa

Berita Terkini Lainnya