Anggaran Pilkada Belum Tersedia, NTB Terancam Kena Sanksi Kemendagri

Gubernur belum tetapkan cost sharing dana Pilkada serentak

Mataram, IDN Times - Pemprov NTB dan 10 Pemda Kabupaten/Kota terancam mendapatkan sanksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena sampai saat ini belum tersedia anggaran untuk Pilkada serentak 2024. Pada 2024, akan digelar pemilihan gubernur (Pilgub) NTB dan Pilkada Bupati/Wali Kota di 10 kabupaten/kota.

Sekretaris KPU Provinsi NTB Asep Sulhan mengungkapkan dalam diskusi dengan pejabat Kemendagri, mereka meminta supaya anggaran Pilkada serentak 2024 segera ditetapkan Pemprov NTB dan Pemda Kabupaten/Kota. Karena NTB termasuk daerah yang cukup terlambat menetapkan alokasi anggaran untuk Pilkada serentak 2024 dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.

"Kemarin dalam diskusi, apakah dari Kemendagri akan mengeluarkan sanksi? Kemudian Kemendagri berbalik apakah perlu kami mengeluarkan sanksi. Apakah perlu menunggu sanksi," kata Sulhan menirukan kata pejabat dari Kemendagri dikonfirmasi, Jumat (21/7/2023).

1. Gubernur NTB belum menetapkan cost sharing anggaran Pilkada serentak 2024

Anggaran Pilkada Belum Tersedia, NTB Terancam Kena Sanksi KemendagriSekretaris KPU NTB Asep Sulhan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sulhan mengungkapkan pembahasan anggaran Pilkada serentak 2024 di NTB termasuk sudah cukup terlambat dibandingkan provinsi lainnya. Pembahasan mengenai perencanaan anggaran Pilkada seharusnya sudah clear pada tahun lalu. Sehingga, KPU dan Bawaslu mendorong Pemprov NTB segera menetapkan keputusan Gubernur NTB mengenai cost sharing anggaran Pilkada 2024 dengan Pemda kabupaten/kota.

"Karena adanya cost sharing itu menggambarkan efisiensi. Kalau cost sharing ini sampai sekarang belum ditetapkan, bagaimana 10 kabupaten/kota di NTB mengkalkulasikan berapa porsi yang menjadi beban APBD masing-masing kabupaten/kota. Ini yang sampai sekarang masih belum clear," tutur Sulhan.

Dalam pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov NTB, KPU masih bertahan terkait dengan besaran biaya untuk honorarium petugas adhoc di angka 100 persen. Karena itu sudah merujuk pada Standar Biaya Masukan Lainnya (SBML) yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.

Artinya, besaran honorarium untuk petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) baik ketua dan anggota sudah jelas dalam aturan tersebut. "Kita bertahan di angka itu. Tapi jujur sampai saat ini belum putus mengenai cost sharing itu," ungkap Sulhan.

Pihaknya sebagai penyelenggara pemilu diminta menyadari kondisi keuangan daerah yang sedang sulit baik provinsi dan kabupaten/kota. Tetapi, Pilkada adalah hajatan daerah, sedangkan KPU hanya sebagai penyelenggara. "Istilahnya no money no pilkada," katanya.

Baca Juga: Kemiskinan NTB Naik, BPS Ungkap 10 Persen Orang Kaya Dapat Bansos

2. Kebutuhan anggaran Pilgub NTB 2024 sebesar Rp180 miliar

Anggaran Pilkada Belum Tersedia, NTB Terancam Kena Sanksi Kemendagri

Sulhan menyebutkan kebutuhan anggaran untuk Pilgub NTB 2024 sekitar Rp180 miliar. Ia menyebutkan awalnya KPU NTB mengajukan anggaran Pilkada serentak sebesar Rp377 miliar dengan asumsi seluruh pembiayaan dicover provinsi.

Kemudian ada komponen yang dikoreksi salah satunya masih menghitung pilkada dalam kondisi pandemik. Dimana, ada anggaran untuk pelaksanaan Pilkada dengan protokol kesehatan dan pengadaan alat pelindung diri.

Setelah biaya tersebut dikeluarkan, anggaran Pilkada terkoreksi menjadi Rp250 miliar. Tetapi anggaran sebesar itu masih belum ada cost sharing antara Pemprov NTB dan Pemda kabupaten/kota . "Kemudian kita asumsikan ada cost sharing menjadi Rp180 miliar porsi provinsi, sisanya kabupaten/kota. Ini yang masih tarik ulur," tuturnya.

3. Seharusnya NPHD ditandatangani setahun sebelum Pilkada serentak 2024

Anggaran Pilkada Belum Tersedia, NTB Terancam Kena Sanksi KemendagriIlustrasi pilkada serentak. IDN Times/Mardya Shakti

Sulhan menjelaskan berdasarkan UU No. 10 Tahun 2016, apabila pemungutan suara pilkada serentak pada 27 November 2024, maka tahapan Pilkada mulai Januari 2024. Naskah Penandatanganan Hibah Daerah (NPHD) anggaran Pilkada harus sudah ditandatangani paling lambat satu bulan sebelum dimulainya tahapan pilkada.

Kemudian setelah ditandatangani NPHD, paling lambat 14 hari harus sudah ditransfer ke rekening penampung hibah atau kas KPU. "Sekarang kalau mau main aman, paling tidak setahun atau 27 November ini paling tidak NPHD sudah ditandatangani. Kemudian juga ada surat edaran Mendagri bahwa komposisi anggaran yang sudah ditransfer 40 persen tahun 2023, sedangkan 60 persen di 2024," jelasnya.

Ia mengatakan hibah untuk pelaksanaan Pilkada berbeda dengan hibah lainnya. Bahwa pengelolaan anggaran Pilkada begitu sudah masuk ke dalam mekanisme APBD, tidak lagi di akhir tahun harus mengembalikan atau menyetorkan lagi ke kas daerah. Tetapi bisa digunakan tahun anggaran berikutnya. Kemudian, kalau hibah lain tidak ada pengembalian kalau ada sisa.

"Kalau ini memang dikalkulasikan secara detil, apabila 3 bulan setelah penetapan calon terpilih, masih ada sisa anggaran maka dikembalikan ke kas daerah. Artinya, sangat tidak relevan kalau memang ada kekhawatiran berlebihan terkait kebutuhan anggaran yang seolah-olah tidak efektif dan efisien," tandasnya.

Baca Juga: Kader Babak Belur Diamuk Massa, PDIP NTB Minta Komnas HAM Investigasi 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya