Bang Zul Tepis Tudingan Penarikan Retribusi Pengelolaan Aset Mahal

Bang Zul: tak ada penarikan retribusi hingga ratusan juta

Lombok Utara, IDN Times - Pemerintah Provinsi NTB sudah memastikan soal pengelolaan aset lahan di Gili Trawangan. Ini dilakukan setelah adanya penandatanganan kerja sama dengan masyarakat. Gubernur NTB H Zulkieflimansyah yang biasa disapa Bang Zul ini mengatakan bahwa ini merupakan keputusan yang dianggap tepat untuk semua pihak.

”Tentu semuanya kita perhatikan, tetapi dilakukan bertahap. Intinya kita tidak boleh menyengsarakan masyarakat,” katanya, di Gili Trawangan, Selasa (11/1/20222).

Soal isu yang berkaitan dengan penarikan restribusi dengan jumlah besar itu ditepis oleh Bang Zul. Dia memastikan tak ada penarikan retribusi hingga ratusan juta rupiah.

1. Tarif retribusi disesuaikan

Bang Zul mengatakan bahwa tarik retribusi itu disesuaikan dan dipastikan tak akan memberatkan masyarak. Dia memastikan kerja sama tersebut bukan untuk membebankan masyarakat Gili Trawangan.

”Rupanya ada yang belum tersosialisasi. Disangkanya seram, sampai ratusan juta. Saya tanya tadi, tidak ada begitu, kok,” ujarnya.

Dalam penandatanganan kerja sama yang dilakukan di Gili Trawangan itu, salah satu pengusaha yakni Hasan Basri sempat menyampaikan penolakan. Dia meminta agar pemerintah mengubah status lahan menjadi hak milik masyarakat, sedangkan pembayaran retribusi dinilainya memberatkan.

Ketua Satgas Optimalisasi Aset H Ahsanul Khalik mengatakan bahwa penandatanganan kerja sama tersebut sebagai upaya pemerintah agar masyarakat tidak was-was berusaha. Ini untuk memberi kepastian mengenai status lahan yang mereka kelola.

”Sekarang status mereka menjadi sah dan legal untuk berusaha, sesuai dengan aturan yang ada,” kata Khalik.

Baca Juga: Viral! Lelaki yang Tendang Sesajen di Semeru Ternyata Orang Lombok

2. HPL asset 65 hektare dikelola pemda NTB

Hak Pengelolaan (HPL) aset seluas 65 hektare itu berada pada Pemda NTB. Ahasnul menyebutkan bahwa masyarakat juga sudah memahami status tersebut di awal pemerintah membuka komunikasi dan koordinasi di Gili Trawangan.

Ahsanul mengatakan bahwa tidak ada larangan untuk itu (menyampaikan penolakan). Tetapi, masyarakat juga harus bisa menunjukkan alas hak mereka, yang menjadi landasan tuntutan pemberian SHM.

Jangan sampai, kepentingan segelintir orang untuk mempertahankan usahanya dengan alasan bisnis pribadi, justru merugikan banyak orang.

”Pemprov ingin masyarakat Gili Trawangan ini menjadikan gili sebagai aset untuk kesejahteraan mereka. Intinya itu,” tegasnya.

3. Ada 625 KK pada lahan 65 hektare itu

Dari hasil penelusuran Sagas Optimalisasi Aset di lapangan, ada sekitar 625 kepala keluarga (KK) di atas lahan seluas 65 hektare. Dari jumlah tersebut, sebanyak 478 masuk kategori sebagai pengusaha, skala kecil maupun besar.

Penandatanganan kerja sama dilakukan secara bertahap. Ada sekitar 36 pengusaha yang sudah sepakat kerja sama mengelola aset pemprov di Gili Trawangan.

Untuk besaran tarifnya, merujuk pada Perdan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Retribusi Daerah. Ada empat klaster untuk mengklasifikasi berapa nominal yang akan dibayarkan masyarakat. Antara lain, tempat usaha; tempat tinggal plus usaha; tanah kosong, dan tempat tinggal.

”Pak Gubernur belum memproyeksikan seberapa besar potensi pendapatan. Yang pasti, retribusi kepada pemerintah, akan kembali juga ke masyarakat,” sebut Khalik.

Baca Juga: Viral! Video Siswa SMA Berhubungan Intim di Lombok Timur

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya