TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Masjid Kamina, Saksi Sejarah Islam di Tanah Bima yang Kini Terabaikan

Masjid tanpa mihrab ini dibangun pada tahun 1621 Masehi

Foto Masjid Kamina, saksi sejara ketika putra mahkota kerajaan Bima memeluk agama Islam (Dok/Istimewa)

Bima, IDN Times - Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyimpan ragam sejarah masa lampau. Satu di antaranya adalah Masjid Kamina yang terletak di dataran tinggi pegunungan Desa Kalodu Kecamatan Langgudu.

Masjid kuno ini sebagai bukti sejarah kejayaan Islam di tanah Bima. Jauh sebelum Indonesia merdeka dari kolonial Belanda. Meski sebagai bukti kejayaan Islam di tanah Bima, namun kondisi masjid itu tak terawat dan terabaikan.

Baca Juga: Hutan Lindung di Bima Dibabat Tiap Tahun, Lima Petani Jadi Tersangka 

1. Dibangun oleh Sultan Abdul Kahir bersama empat mubalig dari Gowa Sulsel

Foto Budayawan Bima, Alan Malingi (Dok/Istimewa)

Budayawan Bima Alan Malingi mengatakan, masjid Kamina dibangun oleh putra mahkota kerajaan Bima La Ka'i atau kemudian Sultan Abdul Kahir pada abad ke 17 atau sekitar tahun 1621 Masehi. Dia membangun masjid tua itu bersama empat orang mubalig, utusan dari tanah Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Masjid ini terletak 75 kilometer dari Kota Bima. Masjid ini dibangun sebagai penanda putra mahkota memeluk Islam dan diikuti oleh seluruh masyarakat. Kemudian dijadikan sebagai pusat dakwah penyebaran ajaran agama Islam di tanah Bima kala itu.

"Pada prinsipnya, memang Islam masuk ke tanah Bima pada abad ke-16. Tapi baru diakui sebagai agama resmi oleh kerajaan pada abad ke-17, sehingga dibangun lah masjid itu," katanya pada IDN Times, Kamis (19/1/2023).

2. Arsitektur bangunan tanpa mihrab

Bagian mihrab dan mimbar Masjid Taqwa Tompong, masjid tertua dan bersejarah di Kabupaten Bantaeng. (Dok. Pusat Data Dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Alan mengatakan, arsitektur Masjid Kamina berbeda dengan pembangunan masjid pada umumnya. Masjid ini dibangun berbentuk segi empat sama sisi (bujur sangka) dan tidak memiliki mihrab. 

Empat sama sisi itu menggambarkan simbol empat orang putera dan keluarga Raja yang memeluk Agama Islam yaitu La kai (Abdul Kahir), Bumi Jara Mbojo (Awaluddin). Kemudian la Mbilla (Jalaluddin) dan Manuru Bata Putera Raja Dompu Ma Wa’a Tonggo Dese (Sirajuddin).

Selanjutnya terdapat empat buah sisi bangunan merupakan simbol daerah asal para gurunya yaitu Gowa, Tallo, Luwu dan Bone. Kemudian ada delapan tiang bangunan masjid berbentuk segi 8, (nggusu waru). Bentuk tersebut sebagai simbol dari empat orang putera dan keluarga istana serta empat daerah dimana guru mereka berasal.

"Ada maknanya tersendiri pada setiap bentuk dan sisi bangunan masjid itu," terang Alan.

Baca Juga: Air Terjun Bidadari di Bima, Pancarkan Pelangi di Tengah Air Mengalir 

Berita Terkini Lainnya