Antara Ada dan Tiada, Bank Sampah di Daerah Mulai Kehilangan Gairah
Dikelola sukarelawan dan kurang dukungan pemerintah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI telah membentuk bank sampah dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R). Sayangnya, tak banyak dari bank sampah dan TPS3R itu yang beroperasi optimal. Keberadaannya kini antara ada dan tiada.
Dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK, jumlah bank sampah sejak tahun 2018 hingga 2023 ini sebanyak 25.540 unit. Sementara jumlah TPS3R sebanyak 7.757 tempat. Semuanya tersebar di 363 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Sementara itu, hasil input dari 202 kabupaten dan kota se-Indonesia menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional mencapai 21,1 juta ton pada tahun 2022. Dari total produksi sampah nasional tersebut, 65,71 persen atau 13,9 juta ton dapat terkelola, sedangkan sisanya yaitu 34,29 persen atau 7,2 juta ton belum terkelola dengan baik. Volume sampah ini bisa lebih banyak apabila semua daerah melakukan input data.
Produksi sampah terus meningkat setiap tahun. Total timbulan sampah dari 37 provinsi di Indonesia yaitu sebanyak 36 juta ton. Komposisi sampah juga cukup beragam. Sisa makanan menjadi penyumbang sampah terbanyak, mencapai 40,79 persen. Disusul sampah plastik sebanyak 17,96 persen, kemudian kayu dan ranting 12,97 persen. Sisanya merupakan sampah karton, kain, logam, karet, kaca, dan lainnya.
Dari komposisi tersebut, sumber sampah terbesar berasal dari rumah tangga, mencapai 38,38 persen. Disusul sampah dari pasar 27,67 persen, dan perniagaan sebanyak 14,38 persen. Sisanya berasal dari perkantoran, fasilitas publik dan lainnya.
Untuk mengurangi volume sampah tersebut, peran bank sampah dan TPS3R sangat penting. Namun demikian, tak semua bank sampah dan TPS3R beroperasi dengan baik. Sehingga pengelolaan sampah menjadi tidak maksimal.
Lantas, seperti apa pengelolaan sampah di daerah? Berikut kami rangkum kondisi bank sampah dan TPS3R di beberapa daerah.
Baca Juga: 56 Bank Sampah Mangkrak di Lampung, Peran Pengelola jadi Kunci Utama
1. Kendala bank sampah
Jumlah gunung sampah di Provinsi Lampung sebesar 791.680 ton pada tahun 2022. Kota Bandar Lampung menjadi penyumbang sampah terbesar, 287.057 ton. Setiap bulannya, kota ini menghasilkan kurang lebih 24 ribu ton.
Ketua Forum Bank Sampah Provinsi Lampung, Ahmad Syam mengatakan produksi sampah di kota itu sebesar 800 ton per hari. Sementara yang mampu dikelola bank sampah hanya 100 ton per bulan.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, saat ini ada sebanyak 151 bank sampah. Namun hanya 94 bank sampah saja yang masih aktif, sedangkan 56 bank sampah tak tahu kabarnya. Sementara TPS3R ada sebanyak 35 unit dan rumah pengomposan sebanyak 21 unit.
Sub Koordinator Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, Achmad Jon mengatakan, mangkraknya 56 bank sampah di Lampung disebabkan beberapa faktor, salah satunya karena bank sampah tersebut belum menemukan teknik pengelolaan bank sampah dengan baik.
Hal yang hampir sama juga terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Dinas LHK NTB, Firmansyah menyebutkan jumlah bank sampah di NTB sebanyak 522 unit. Sementara jumlah TPS3R yang terbangun di NTB sebanyak 45 unit. Saat ini, bank sampah dan TPS3R tersebut sebagian tidak aktif atau tak beroperasi. Padahal jumlah timbulan sampah di daerah ini mencapai 814.803 ton.
Pengelola Bank Sampah Geger Girang Genem (3G) Desa Langko Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Zainuddin mengatakan bank sampah yang dibangun pada 2019 itu, sejak Maret 2022 sudah vakum atau tak beroperasi lagi. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah maupun pemerintah desa.
"Sudah vakum sejak Maret 2022 karena terkendala suplai dana. Karena dulu kami dapat suplai dana dari provinsi. Ada program zero waste. Akhirnya berhenti karena kasus apa sehingga berhenti. Kami juga ikut berhenti di bawah," kata Zainuddin.
Begitu juga yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan. Timbulan sampah di daerah ini sebanyak 1,32 juta ton. Kota Palembang menjadi penyumbang terbanyak, mencapai 439,8 ton.
Saat ini, Palembang sudah memiliki sekitar 30 bank sampah yang didirikan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) beberapa perusahaan, serta bank sampah mandiri yang dikelola masyarakat setempat. Meski demikian, tidak semua bank sampah itu beroperasi maksimal. Masih banyak yang tidak konsisten dalam opersasionalnya.
"Memang manfaatnya belum optimal karena kesadaran warga untuk mengelolanya belum konsisten. Tapi ke depan, bank sampah diupayakan mandiri stimulasi pemerintah agar bermanfaat dan menghasilkan uang dari daur ulang," ujar Kepala DLHK Palembang, Ahmad Mustain.
Di Provinsi Sulawesi Selatan juga demikian. Sampah yang terserap oleh bank sampah tidak lebih dari 10 persen dari total timbulan sampah. Totalnya sebanyak 908,8 ton sampah.
Di Kota Makassar, pengaruh bank sampah ternyata belum cukup mampu menangani banyaknya sampah plastik. Dewan Pengawas Asosiasi Bank Sampah Indonesia, Saharuddin Ridwan, mengakui bahwa saat ini hampir belum ada program penanganan khusus untuk sampah plastik kecuali bank sampah. Namun pendataan sangat penting. Sebelum ada bank sampah, reduksi sampah yang berhasil dikumpulkan dari pengepul tidak diketahui jumlahnya. Sampah plastik itu bukan hanya dari Makassar tapi bisa juga dari Maros ataupun Gowa.
"Makanya sumber riil datanya itu dari bank sampah, cuma memang belum masif karena pengaruh bank sampah ini belum sampai 10 persen," kata Sahar.
Baca Juga: Surabaya Kini Punya Bank Sampah Induk, Bisa Tampung 150 Ton per Hari
Baca Juga: Yamantab: Pengelolaan Sampah Dimulai dari Perubahan Perilaku
Baca Juga: Jadi Ujung Tombak, Banyak TP3SR dan Bank Sampah di NTB Malah Gak Aktif