Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Cara Mengungkapkan Perasaan tanpa Menyalahkan Orang Lain

Dua orang sahabat sedang berkomunikasi.
Ilustrasi Cara Mengomunikasikan Perasaan tanpa Menyalahkan Orang Lain. (pexels.com/Julia Larson)

Mengungkapkan perasaan adalah hal yang wajar dan sehat secara emosional, tetapi sering kali cara kita menyampaikannya justru menimbulkan konflik. Banyak orang tanpa sadar menggunakan kalimat yang menyalahkan, seperti “Kamu selalu begini” atau “Gara-gara kamu, aku jadi sedih,” padahal maksudnya hanya ingin dimengerti. Dalam psikologi komunikasi, cara menyampaikan pesan sama pentingnya dengan isi pesan itu sendiri.

Bagaimana kita berbicara dapat menentukan apakah lawan bicara akan mendengarkan dengan empati atau malah bersikap defensif. Belajar mengomunikasikan perasaan tanpa menyalahkan adalah keterampilan emosional yang sangat berharga. Ini bukan tentang menahan emosi, melainkan tentang menyalurkannya dengan cara yang lebih sadar dan bertanggung jawab. Dengan komunikasi yang sehat, hubungan, baik itu dengan pasangan, keluarga, maupun rekan kerja, akan terasa lebih hangat dan saling memahami.

Berikut 5 cara psikologis untuk mengomunikasikan perasaan tanpa menyalahkan orang lain.

1. Gunakan kalimat “aku” bukan “kamu”

Dua perempuan terlihat dingin dan tidak saling menyapa.
Ilustrasi Tanda Kamu Dikucilkan Orang di Sekitarmu. (pexels.com/Liza Summer)

Salah satu prinsip dasar komunikasi asertif adalah menggunakan kalimat “Aku merasa…” daripada “Kamu membuat aku…”. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai I-message, yaitu cara berbicara yang berfokus pada perasaan dan tanggung jawab diri, bukan pada kesalahan orang lain. Misalnya, alih-alih berkata “Kamu nggak pernah dengar aku bicara!”, coba ubah menjadi “Aku merasa sedih ketika aku bicara tapi tidak didengar.”

Dengan mengubah fokus dari “kamu” ke “aku”, kita membantu lawan bicara melihat perasaan kita tanpa merasa diserang. Ini menurunkan kemungkinan reaksi defensif dan membuka ruang untuk percakapan yang lebih empatik. I-message bukan hanya cara berbicara, tetapi juga bentuk kesadaran emosional, kita belajar mengakui perasaan tanpa melempar tanggung jawab pada orang lain.

2. Pahami dulu emosimu sebelum mengatakannya

Dua orang sahabat sedang berkomunikasi.
Ilustrasi Cara Mengomunikasikan Perasaan tanpa Menyalahkan Orang Lain. (pexels.com/Julia Larson)

Banyak konflik muncul karena emosi disampaikan saat masih mentah. Dalam psikologi emosional, hal ini disebut emotional flooding, ketika perasaan begitu kuat hingga menutup kemampuan berpikir jernih. Jika kamu marah, kecewa, atau tersinggung, beri dirimu waktu untuk menenangkan diri sebelum berbicara. Menunda sejenak bukan berarti menahan, tapi memberi kesempatan agar pesan tersampaikan dengan sadar.

Ketika kamu sudah tenang, kamu bisa mengenali emosi yang sesungguhnya, apakah itu marah, terluka, atau kecewa karena merasa tidak dihargai. Dengan memahami inti emosimu, kamu akan lebih mudah menyampaikannya dengan jelas tanpa perlu menyalahkan. Ini adalah bentuk self-regulation, kemampuan penting dalam kecerdasan emosional yang membuat komunikasi menjadi lebih sehat dan produktif.

3. Fokus pada perasaan dan kebutuhan, bukan kesalahan

Ilustrasi tanda kamu lebih empatik daripada yang kamu sadari. (pexels.com/Kaboompics.com)
Ilustrasi tanda kamu lebih empatik daripada yang kamu sadari. (pexels.com/Kaboompics.com)

Menurut pendekatan Nonviolent Communication (NVC) yang dikembangkan oleh Marshall Rosenberg, komunikasi yang penuh empati berfokus pada dua hal: perasaan dan kebutuhan. Misalnya, daripada berkata “Kamu egois banget,” kamu bisa mengatakan “Aku merasa kecewa karena aku butuh didengarkan juga.” Dengan cara ini, kamu tidak menyerang karakter orang, melainkan menjelaskan kebutuhan yang belum terpenuhi.

Pendekatan ini membantu menjaga hubungan tetap aman secara emosional. Ketika kita menyampaikan kebutuhan tanpa menuduh, lawan bicara lebih mungkin untuk mendengarkan dan memahami. Ingat, tujuan komunikasi bukan untuk menang dalam perdebatan, tetapi untuk membangun koneksi dan saling pengertian. Dengan fokus pada kebutuhan, kamu menempatkan percakapan dalam konteks kerja sama, bukan pertentangan.

4. Dengarkan sebelum menuntut untuk didengar

Ilustrasi cara membantah argumen tanpa harus terlihat menggurui. (pexels.com/RDNE Stock project)
Ilustrasi cara membantah argumen tanpa harus terlihat menggurui. (pexels.com/RDNE Stock project)

Salah satu tanda kedewasaan dalam komunikasi adalah kemampuan mendengarkan dengan empati. Dalam psikologi relasional, mendengarkan disebut sebagai active listening, proses memahami bukan hanya kata-kata, tetapi juga emosi di baliknya. Banyak orang ingin didengarkan, tapi jarang benar-benar mendengarkan. Padahal, ketika kamu memberi ruang pada orang lain untuk bicara, kamu juga sedang membangun jembatan emosional yang kuat.

Mendengarkan bukan berarti setuju dengan semua yang dikatakan orang lain, tapi menunjukkan bahwa kamu menghargai perspektif mereka. Saat mereka merasa diterima, mereka lebih terbuka menerima perasaanmu juga. Maka, sebelum menuntut untuk dipahami, cobalah berkata, “Aku ingin tahu dulu pandanganmu,” atau “Ceritakan dulu versimu.” Dari sana, percakapan akan mengalir dengan lebih damai dan tulus.

5. Ubah tujuan komunikasi, dari menyalahkan menjadi memahami

Ilustrasi ciri orang toxic yang perlu kamu ketahui. (pexels.com/Budgeron Bach)
Ilustrasi ciri orang toxic yang perlu kamu ketahui. (pexels.com/Budgeron Bach)

Kunci utama komunikasi yang sehat adalah niat di baliknya. Jika tujuanmu hanya untuk “membuktikan siapa yang benar,” percakapan akan berubah menjadi pertengkaran. Tapi jika tujuannya untuk memahami dan dipahami, kamu akan lebih tenang dan terbuka. Dalam psikologi positif, perubahan niat ini disebut reframing intention, mengubah fokus dari pembelaan diri menjadi pencarian makna dan empati.

Saat kamu berbicara dengan niat untuk memahami, kamu tidak lagi menganggap perbedaan pandangan sebagai ancaman, melainkan sebagai kesempatan untuk mengenal diri dan orang lain lebih dalam. Komunikasi bukan lagi ajang pembuktian, melainkan ruang untuk bertumbuh bersama. Di titik ini, kamu bukan hanya belajar mengomunikasikan perasaan, tapi juga belajar menjadi pribadi yang matang secara emosional.

Itulah 5 cara psikologis untuk mengomunikasikan perasaan tanpa menyalahkan orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us

Latest Life NTB

See More

Mengenal Glossophobia, Ketakutan Berbicara di Depan Umum

09 Nov 2025, 08:00 WIBLife