Intip Proses Pembuatan Kain Tenun Khas Bima

Warga di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki salah satu mata pencaharian, yaitu menenun. Kota ini dijadikan sebagai tempat wisata sekaligus sebagai tempat membeli kain tenun khas Bima.
Dalam mempertahankan budaya dan perekonomiannya, penenun memiliki alat tenun sendiri sejak masih berada di Sekolah Dasar (SD). Bahkan jika dalam satu keluarga terdapat dua atau tiga perempuan, kemungkinan besar masing-masing dari mereka telah memiliki alat tenun tradisional atau “muna”.
Jenis alat tenun yang digunakan oleh masyarakat Bima adalah alat tenun jenis Gedogan, yaitu dengan cara alat tenun dipangku oleh penenun dan posisi duduk serta kaki penenun yang diselonjorkan.
Salah satu hasil tenun Bima adalah Tembe atau sarung. Contohnya Tembe Nggoli, Tembe Songke, Tembe Me'e dan Tembe Kafa Nae yang merupakan jenis kain tenun Bima dengan beberapa motif. Motifnya antara lain Kakando, Nggusu Waru, Nggusu Tolu, B'ali Mpida, B'ali Lomba,Tagambe, serta Aruna.
Kain tenun Bima juga ada yang dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti Tembe Nggoli dengan bahan yang sangat nyaman serta lembut untuk digunakan. Apalagi kain ini akan terasa hangat saat musim dingin dan terasa dingin saat cuaca yang panas. Kain sejuta umat masyarakat Bima ini dapat digunakan untuk salat, tidur, digunakan sebagai rimpu (menutup tubuh bagian atas) untuk perempuan dan katente untuk lelaki. Selain itu, ada jenis kain tertentu seperti songke yang digunakan pada acara-acara formal seperti upacara adat atau hajatan.
Dalam menenun kainnya, terdapat empat proses utama yaitu penggulungan benang atau “Moro Kafa”, pemisahan benang atau “Ngane Kafa”, “Luru Kafa”, dan yang terakhir adalah “Muna”. Selembar kainnya membutuhkan waktu pembuatan yang lumayan lama karena masih menggunakan cara manual dan juga alat-alat tradisional untuk menjaga kualitas kain tenun itu sendiri. Ini beberapa proses dalam membuat kain tenun tradisional Bima.
1. Moro Kafa (penggulungan benang)

Sebelum ke tahap menenun motif, benang akan digulung terlebih dahulu dengan menggunakan alat putar yang disebut janta dan langgiri.
Proses moro atau penggulungan benang ini dilakukan oleh satu orang dengan satu tangan untuk memutar janta, sedangkan tangan lainnya untuk memegang benang dari langgiri agar benang tersebut tergulung dengan rapi.
2. Ngane Kafa (pemisahan benang)

Setelah penggulungan benang selesai, proses selanjutnya adalah pemisahan benang atau ngane kafa. Dalam proses muna, ngane merupakan proses tersulit dan rumit karena dibutuhkan teknik khusus serta ketelatenan dalam mengerjakannya. Sehingga hanya sedikit saja masyarakat yang memiliki keahlian ngane.
Di kelurahan Ntobo Kecamatan Raba Kota Bima, hanya terdapat lima orang tukang ngane. Selain mendapat orderan ngane dari warga Ntobo, mereka juga mendapat orderan dari kelurahan lain seperti kelurahan Rite, Penanae, dan Lelamase.
Pada tahap ngane, benang-benang akan dipisahkan sesuai dengan warnanya. Lama atau tidaknya proses ini tergantung pada motif atau banyaknya warna yang akan ditenun. Jika warna yang digunakan sedikit atau polos seperti pada pembuatan Tembe Nggoli, maka dalam sehari mereka dapat menyelesaikan dua sampai tiga kali pemisahan benang.
Hal ini juga berpengaruh pada upah yang mereka dapatkan. Satu lembar kain berukuran 4-5 meter dengan motif sederhana biasanya diupah sebesar Rp6.000 dan Rp8.000 per lembar bagi kain dengan pola warna yang rumit. Upah per bulannya dapat mencapai Rp3.000.000 atau lebih.
3. Luru Kafa (pembentangan benang)

Proses selanjutnya adalah luru kafa yaitu pembentangan benang untuk melihat apakah benang dalam posisi lurus dan tidak tercampur dengan benang yang lainnya.
Setelah dianggap lurus dan berada posisi yang tepat, benang-benang tersebut akan digulung dari ujung ke ujung dengan menggunakan sebuah papan kayu Jati.
4. Muna (Menenun)

Proses terakhir adalah muna atau tenun yang merupakan salah satu proses yang membutuhkan waktu lama, tergantung pada motif dan warna yang digunakan. Proses ini membutuhkan kehati-hatian dalam mengganti benang dan ketelitian yang tinggi dalam pembuatan motifnya. Oleh karena itu, dari proses awal sampai pada proses menenunnya dilakukan oleh perempuan karena dianggap lebih teliti dan sabar.
Hasil tenunan ini memiliki motif serta warna yang bermacam dan semakin sulit motif atau semakin bagus kualitas benang yang digunakan, maka semakin mahal juga harganya. Contohnya seperti kain Weri yang digunakan oleh laki-laki dengan cara mengikatkannya di bagian pinggang. Namun, harga yang diberikan itu setara dengan kualitas kain tenunnya.
Sedangkan bagi mereka yang tidak tertarik pada tenunan berupa sarung atau kain saja, kalian dapat berkunjung ke salah satu UKM yang berada di kelurahan tersebut. Karena saat ini Kain Tenun Bima tidak hanya dalam bentuk sarung, namun telah dikembangkan atau dimodifikasi menjadi bahan baju, sambolo, gaun, tas, dompet, sepatu, sandal, syal atau selendang, masker, dan lainnya.
Sebagai salah satu produk yang unik, sambolo merupakan pelengkap pakaian adat Bima yang berupa ikat kepala dari kain tenun. Di UKM, umumnya sambolo yang dibuat dari kain khusus dijual dengan harga Rp60.000 sampai Rp150.000, sedangkan untuk harga sarung berkisar Rp200.000 hingga Rp2.000.000, tergantung jenis dan bahan kain.
Sebagai daerah yang terdapat banyak pengrajin tenun, tidak jarang Kota Bima menjadi tujuan para wisatawan untuk lebih mengenal salah satu budaya Bima ini. Para wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan pembuatan kain tenun dari proses awal, bahkan mereka juga dapat ikut serta dalam pembuatannya.
Untuk lokasinya sendiri, di wilayah timur kota Bima terdapat kelurahan-kelurahan penghasil kain tenun Bima asli lainnya seperti kelurahan Ntobo, Rabadompu Barat, Rabadompu Timur, Rite, Penanae, dan Nitu. Sedangkan di Kecamatan Raba atau di Kecamatan Rasanae Timur, penghasil kain tenun dapat dijumpai di kelurahan Lelamase, Oi Fo'o, Kumbe, dan Nungga.
Selain itu, kelurahan-kelurahan tersebut terletak di pinggiran kota yang masih asri dan kental dengan nuansa pedesaannya. Sangat disayangkan apabila mengunjungi Kota Bima tanpa singgah di tempat wisata tenun tersebut.