Yogi Bayar Perempuan Rp10 Juta untuk Temani Pesta sebelum Kematian Nurhadi

Mataram, IDN Times - Seorang perempuan inisial M ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian anggota Propam Polda NTB Brigadir Nurhadi di Villa Tekek, The Beach House Resort Hotel Gili Trawangan Lombok Utara pada 16 April lalu. Penyidik Ditreskrimum Polda NTB juga menetapkan atasan Brigadir Nurhadi di Bidang Propam Polda NTB inisial Kompol IMYPU alias Yogi dan Ipda HC alias Haris.
Pada 16 April 2025, tersangka Kompol Yogi dan Ipda Haris bersama korban Brigadir Nurhadi pesta narkoba di Villa Tekek Gili Trawangan ditemani dua perempuan yaitu tersangka M dan saksi P. Tersangka M merupakan perempuan yang dibayar Kompol Yogi sebesar Rp10 juta untuk menemani pesta narkoba dan minuman keras di Villa Tekek Gili Trawangan.
Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB memberikan bantuan hukum kepada tersangka M. Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB merupakan gabungan dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB, Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) FHISIP Universitas Mataram dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram.
"Hari Jumat, 18 April 2025, Kompol Yogi mentransfer uang Rp10 juta sebagai bayaran jasanya (tersangka M) telah menemani selama liburan di Gili Trawangan sesuai komitmen awal," kata Koordinator Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB Yan Mangandar di Mataram, Kamis (10/7/2025).
1. Sosok tersangka M jadi tulang punggung keluarga

Yan menjelaskan tersangka M disangkakan melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan mati seseorang. Atau turut serta bersama tersangka Kompol Yogi dan tersangka Ipda HC karena kelalaian mengakibatkan orang lain mati pada waktu kejadian 16 April 2025 bertempat di Villa Tekek Gili Trawangan terhadap korban Brigadir Nurhadi. Mereka dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 KUHP.
Tersangka Kompol Yogi, Ipda HC dan korban Brigadir Nurhadi memiliki hubungan atasan dan bawahan langsung pada Subbit Paminal Bidang Propam Polda NTB. Sedangkan saksi P dan tersangka M adalah perempuan yang dibayar untuk menemani atau menghibur pada acara pesta-pesta di Gili Trawangan. Di mana, saksi P bersama tersangka Ipda HC sedangkan tersangka M dengan Kompol Yogi.
Yan mengungkapkan sosok tersangka M. Dia adalah lulusan SMA yang akan genap berusia 24 tahun pada November mendatang. Tersangka M tergolong siswi berprestasi dan seorang anak yatim yang berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang buruh dan ibunya seorang penjual ikan.
Setelah ayahnya meninggal dunia, tersangka M membiayai seluruh biaya hidup dan pendidikan 5 saudaranya sampai perguruan tinggi. Dia juga menanggung biaya hidup ibunya.
2. Tersangka M mengalami kerasukan seolah-olah ada arwah Brigadir Nurhadi

Penyidik Ditreskrimum Polda NTB menetapkan M sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nurhadi pada 17 Juni 2025. Pada 29 Juni 2025, M memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda NTB. Dia tiba di Bandara Internasional Lombok pada 29 Juni 2025 pukul 20.00 WITA
Pada 29 Juni 2025, langsung dijemput oleh Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB. Namun ternyata didahului oleh Tim Subdit III Ditreskrimum Polda NTB yang sudah menunggu di ruang bagasi bandara. Tetapi pada akhirnya tersangka M tetap bersama mobil Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB didampingi 2 orang polisi termasuk seorang Polwan.
Kemudian tersangka M dibawa ke Mapolda NTB. Sesampainya di ruang Subdit III Ditreskrimum Polda NTB, M langsung diperiksa dengan didampingi pengacara publik dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB. Namun proses pemeriksaan mengalami kendala karena kondisi kesehatan M tidak begitu sehat. Dia masih merasakan capek karena perjalanan jauh dan kondisi psikis yang sejak ditetapkan sebagai tersangka tanggal 17 Juni 2025.
Yan mengungkapkan tersangka M mengalami tekanan mental luar biasa hingga stres karena tidak menyangka kunjungan pertamanya di Lombok akan mengalami hal buruk. Bahkan pada malam itu, tersangka M mengalami kerasukan seolah-olah arwah Brigadir Nurhadi dengan mengatakan nama pelaku dan cara dibunuhnya. Hal ini pun sebelumnya pernah dialaminya ketika masih di Banjarmasin setelah mengetahui dirinya ditetapkan tersangka, dia juga mengalami kerasukan.
Pada 30 Juni sampai 1 Juli 2025, tersangka M dilakukan pemeriksaan oleh Psikolog dari Universitas Mataram didampingi UPTD PPA NTB. Hingga akhirnya pada 2 Juli 2025 dilakukan BAP tersangka pertama sekitar pukul 01.00 WITA. Dia diberi tahu oleh penyidik akan dilakukan penangkapan dan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor SP.HAN/80/VII/RES.1.6/2025/Ditreskrimum, tanggal 1 Juli 2025 yang ditandatangani oleh Direktur Reskrimum Polda NTB. Lalu M dilakukan pemeriksaan kesehatan di RS Bhayangkara Mataram dan ditahan di Rutan Polda NTB.
M dilakukan penangkapan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor SP.Kap/93/VII/RES.1.6/2025/Ditreskrimum, tanggal 1 Juli 2025 berlaku mulai 1- 2 Juli 2025. Sedangkan penahananan di Rutan Polda NTB berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han/80/VII/RES.1.6/2025/Ditreskrimum, tanggal 1 Juli 2025 berlaku sampai 19 Juli 2025 yang sama-sama ditandatangani oleh Direktur Reskrimum Polda NTB.
"Atas penahanan yang dilakukan terhadap M tersebut, pada 3 Juli 2025, tersangka M mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan kepada Direktur Reskrimum Polda NTB dengan dilampiri surat pernyataan penjamin dari Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB yang merupakan Tim Penasihat Hukum tersangka M," jelas Yan.
3. Pesta narkoba dan miras di Gili Trawangan

Yan mengungkapkan bahwa ketiga tersangka bersama korban Brigadir Nurhadi dan saksi P pesta narkoba dan miras di Villa Tekek Gili Trawangan. Berdasarkan keterangan tersangka M, narkoba yang dikonsumsi jenis riklona merupakan obat penenang untuk menghilangkan kecemasan yang dibeli Kompol Yogi di Bali melalui tersangka M dengan mentransfer uang sebesar Rp2 juta melalui rekening teman M pada 15 April 2025.
Kemudian narkotika jenis ekstasi yang diperoleh dari Kompol Yogi yang dikonsumsi berlima di vila Gili Trawangan. Sedangkan minuman keras (miras) jenis Tequila hanya dikonsumsi Ipda HC dan Brigadir Nurhadi. Yan mengatakan bahwa tersangka M sama sekali tidak melihat adanya peristiwa penganiayaan kepada Brigadir Nurhadi.
Tersangka M sempat masuk mandi dalam kamar mandi Villa Tekek sekitar pukul 20.00 WITA selama lebih dari 20 menit. Namun sebelum mandi, tersangka M sempat membangunkan Kompol Yogi dan melihat Ipda HC di depan teras Villa Tekek Gili Trawangan.
"Dalam kasus rentan sebagian memori terkait kejadian hilang (lupa), kemungkinan kuat karena memang saat kejadian masih dalam kondisi kehilangan sebagian kesadaran karena pengaruh obatan riklona dan inex. Setelah kejadian dalam waktu sekitar 2 minggu, M terus mengkonsumsi obat riklona karena tuntutan kerjaan dan masih stres tiap mengingat kejadian yang tidak pernah disangka yakni kematian Brigadir Nurhadi," jelas Yan.
Keterangan tiga tersangka hampir sama yaitu tidak mengetahui peristiwa penganiayaan kepada Brigadir Nurhadi. Namun berdasarkan hasil autopsi dari mayat Brigadir Nurhadi, ada tanda kekerasan akibat penganiayaan pada sekitaran bagian wajah, leher, lengan atas tangan kanan dan kiri, lutut, tengkuk, punggung, jeri kedua kaki kiri, lidah, kepala yang dialami korban sebelum ditenggelamkan ke dalam kolam.
Dalam kasus ini, kata Yan, berpotensi terjadinya proses hukum yang tidak jujur (unfair trial) yang mengakibatkan ketidakadilan dan terjadinya peradilan sesat bagi tersangka M. Alasannya, tersangka M baru pertama kali bertemu dengan Brigadir Nurhadi di hari kejadian yaitu beberapa jam sebelum waktu kematiannya.
Sehingga tidak memiliki motif untuk melakukan penganiayaan atau turut serta karena kelalaian mengakibatkan kematian Brigadir Nurhadi. Berbeda dengan Kompol Yogi dan Ipda HC adalah atasan langsung dari korban Brigadir Nurhadi yang sudah dikenal lama. Sehingga memiliki relasi kekuasaan yang begitu kuat antara atasan dengan bawahan.
Kompol Yogi dan Ipda HC telah memiliki banyak pengalaman menangani kasus. Sehingga berpotensi mampu memanipulasi sebuah kasus secara langsung atau dibantu orang lain dan petunjuknya hal itu bisa dilakukan adalah Ipda HC membawa jenazah ke RS Bhayangkara tidak sesuai dengan prosedur yang ada.