Komnas Perempuan Atensi Pelecehan Seksual Pimpinan Ponpes di Lotim

Komnas Perempuan dorong pembentukan Satgas di Ponpes

Mataram, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan memberikan atensi terkait kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) inisial LM (43) di Kecamatan Sikur, Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat (NTB). Oknum pimpinan ponpes ditetapkan tersangka dugaan pelecehan seksual kepada sejumlah santrinya sejak 2022.

"Kami sudah mendapatkan informasi tentang kasus tersebut tentunya menjadi perhatian dari Komnas Perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Mataram, Rabu (17/5/2023).

1. Komnas Perempuan akan laporkan ke Kementerian Agama

Komnas Perempuan Atensi Pelecehan Seksual Pimpinan Ponpes di Lotimilustrasi Pelecehan Seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Andy mengatakan Komnas Perempuan akan melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual oleh pimpinan ponpes di Lotim itu ke Kementerian Agama. Dengan adanya kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di ponpes menunjukkan pentingnya pengawasan dari Kementerian Agama.

Menurutnya, lembaga pendidikan berbasis keagamaan perlu mendapatkan pengawasan yang rutin dari Kementerian Agama. "Karena itu tidak berada di rentang kendali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Yang pertama dilakukan menertibkan administrasi. Kedua pengawasan berkala. Jumlah pengawas mungkin sedikit tetapi pengawasan berkala perlu dilakukan," saran Andy.

Baca Juga: Kasus COVID-19 di NTB Naik, Tercatat 46 Kasus Aktif 

2. Perlu dibuat Satgas Anti Kekerasan Seksual di lembaga pendidikan keagamaan

Komnas Perempuan Atensi Pelecehan Seksual Pimpinan Ponpes di LotimWebinar Respon Perguruan Tinggi di Sulut Terhadap Permendikbudristek PPKS. IDN Times/Sahrul Ramadan

Andy mengatakan perlu dibuat Satgas Anti Kekerasan Seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Karena Kementerian Agama pertama kali menerbitkan aturan tentang pencegahan kekerasan seksua di lembaga perguruan tinggi. Dengan adanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), sudah diturunkan sampai tingkat madrasah ibtidaiyah.

"Perlu dipastikan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual hadir di lembaga pendidikan keagamaan. Dan juga membuat ruang melaporkan secara terbuka apakah disediakan semacam hotline. Misalnya ada kawasan bebas kekerasan seksual di ponpes. Kalau ada santri yang mengalami ada hotline untuk melaporkan," ujarnya.

3. Butuh komitmen pimpinan ponpes

Komnas Perempuan Atensi Pelecehan Seksual Pimpinan Ponpes di LotimKomnas Perempuan menyuarakan untuk pengesahan RUU TPKS (Instagram.com/Komnasperempuan)

Andy menambahkan untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan butuh komitmen dari pimpinan ponpes. Untuk itu, perlu ada Satgas Anti Kekerasan Seksual di ponpes. Karena kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan jarang korban yang mau melapor dan terbongkar apabila korbannya tidak banyak.

Satreskrim Polres Lombok Timur telah menetapkan oknum pimpinan ponpes di Kecamatan Sikur inisial LM (43) sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual pada Kamis (4/5/2023). Dia diduga telah melakukan pelecehan seksual kepada sejumlah santrinya sejak tahun 2022.

Modusnya menjanjikan korban masuk surga dan mengatakan bahwa perbuatannya sudah direstui oleh Tuhan. Selain itu, dia juga menyebutkan antara dirinya dengan korban sudah ditakdirkan untuk bersama. Meski dalam pemeriksaan tak ditemukan adanya janji pernikahan dari terduga pelaku kepada korban.

Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP Hilmi Manosoh Prayogi menyampaikan bahwa kasus dugaan pelecehan seksual tersebut saat ini sudah naik ke tahap penyidikan dan terduga pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terduga pelaku diamankan di rumahnya yang beralamatkan di Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur. Saat dijemput, tidak ada perlawanan dari pelaku mapun pihak lainnya.

Baca Juga: Jabatan Gubernur NTB dan Dua Bupati/Walikota Berakhir September 2023 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya