Ekonomi Membaik, Pendapatan Negara di NTB Capai Rp3,9 Triliun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mataram, IDN Times - Realisasi pendapatan negara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sampai bulan September 2022 bergerak positif. Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Provinsi NTB mencatat realisasi pendapatan mencapai Rp3,94 triliun lebih.
Kepala Kanwil DJPB Provinsi NTB, Sudarmanto di Mataram, Kamis (27/10/2022) menyebutkan realisasi pendapatan mengalami kenaikan sebesar Rp834,26 miliar dibandingkan tahun 2021 pada periode yang sama.
"Kenaikan tersebut disumbang oleh kenaikan PPh, PPN, PBB, Cukai, Bea Keluar/Pungutan Ekspor dan kenaikan PNBP," kata Sudarmanto.
1. Pendapatan tertinggi disumbangkan PPh sebesar Rp1,4 triliun
Sesuai dengan data sampai dengan 30 September 2022, penerimaan PPh di wilayah NTB sebesar Rp1.418 triliun, PPN sebesar Rp750,18 miliar, PBB sebesar Rp114,13 miliar dan pajak lainnya sebesar Rp56,19 miliar.
Kemudian penerimaan Bea Masuk sebesar Rp71,48 miliar, Bea Keluar sebesar Rp1.034,07 miliar dan penerimaan Cukai sebesar Rp13,49 miliar. Untuk penerimaan PNBP sebesar Rp485,98 miliar yang didominasi oleh pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp260,38 miliar dan PNBP lainnya sebesar Rp225,60 miliar.
Baca Juga: Wisatawan Beralih ke Mandalika, 'One Gate System' di Gili Merepotkan
2. Realisasi belanja negara Rp17,48 triliun
Dari sisi belanja negara, kata Sudarmanto, telah terealisasi sebesar Rp17,48 triliun. Realisasi belanja tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp5,92 triliun atau 63,65 persen dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp11,55 triliun atau 73,46 persen.
Dikatakan, realisasi BPP mengalami penurunan sebesar Rp521,01 miliar atau 8,08 persen dibandingkan tahun 2021 pada periode yang sama. Realisasi BPP terdiri dari realisasi belanja pegawai sebesar Rp2,27 triliun, belanja barang sebesar Rp1,88 triliun, belanja modal sebesar Rp1,75 triliun dan belanja bansos sebesar Rp13,58 miliar.
3. Masih ada pagu anggaran yang diblokir
Sudarmanto mengungkapkan penurunan realisasi BPP dipengaruhi oleh penurunan realisasi pada belanja modal. Hal ini disebabkan oleh adanya satker baru, dan masih adanya pagu anggaran yang diblokir.
Meski mengalami penurunan namun realisasi belanja pegawai, belanja barang dan belanja bantuan sosial mengalami kenaikan apabila dibandingkan tahun 2021 pada periode yang sama.
"Penyerapan realisasi belanja barang semakin membaik seiring dengan meningkatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat karena membaiknya kondisi pandemik Covid-19," ujar Sudarmanto.
Baca Juga: Kunjungan Turis ke Gili Turun 50 Persen Akibat 'One Gate System'