Ketiga Anaknya Jadi Joki Cilik, Harisa Sedih Tak Dibantu oleh Pemda

Pemda tidak membantu pengobatan saat joki cilik cedera

Bima, IDN Times - Lomba pacuan kuda di Bima mendapatkan banyak perhatian. Belum lama ini, seorang joki cilik meninggal dunia karena terjatuh saat latihan tanpa pelindung badan. Kisah lainnya juga diceritakan oleh salah satu orang tua joki cilik di Bima, di mana ketiga anaknya memutuskan untuk menjadi joki cilik.

Salah satu orang tua joki cilik dari Desa Panda Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap sejumlah fakta di balik gelaran event pacuan kuda. Saat anaknya terluka ketika menunggang kuda di arena balap, tak pernah ada bantuan biaya pengobatan dari pemerintah daerah (Pemda) maupun pihak lain. Tak jarang mereka lebih memilih menggunakan pengobatan alternatif karena tak punya biaya ke rumah sakit.

"Padahal anak kami mempertaruhkan nyawa dalam melestarikan tradisi dan budaya pacuan kuda di Bima," kata orang tua joki cilik di Desa Panda, Harisa pada IDN Times, Rabu siang (23/8/2023).

1. Berulang kali terjatuh di punggung kuda

Ketiga Anaknya Jadi Joki Cilik, Harisa Sedih Tak Dibantu oleh PemdaFoto joki cilik, Eka Saputra Irawan saat balapan kuda beberapa waktu lalu (Dok/Istimewa)

Harisa mengatakan bahwa ketiga anak laki-lakinya sudah lama menjadi joki cilik. Dua di antaranya sudah berhenti karena usia, sementara satu lagi masih menjadi joki cilik. Dia adalah Eka Saputra Irawan yang berusia 13 tahun.

Selama lomba balapan kuda digelar, ketiga anaknya sudah beberapa kali menyabet prestasi. Dari prestasi itu, mereka memperoleh hadiah sepeda motor, terkadang diberikan uang jutaan rupiah. Namun siapa sangka, di balik prestasi yang diraih, mereka juga kerap terjatuh dari punggung kuda. Mirisnya, mereka sama sekali tidak pernah memperoleh biaya pengobatan dari pemerintah daerah.

"Tidak ada sama sekali (bantuan). Gak tahu kalau terhadap joki yang lain, kalau untuk anak saya gak pernah," bebernya.

Baca Juga: Pemilik Protes, Pemda Bima Terlalu Lama Meminjam Lahan Warga

2. Pemilik kuda beri bantuan sekadarnya

Ketiga Anaknya Jadi Joki Cilik, Harisa Sedih Tak Dibantu oleh PemdaKlick dokter

Dengan kondisi ekonomi yang terbatas, Harisa terpaksa membawa pulang anaknya ke rumah untuk dilakukan pengobatan alternatif. Biaya pengobatan terkadang diberikan sekadar saja oleh pemilik kuda yang ditunggangi. Harisa merasa sedih karena tak pernah mendapatkan bantuan dari pemda setempat.

Sementara santunan yang diberikan oleh pemilik kuda tidak banyak seperti yang dia harapkan. Terkadang Rp50 ribu, paling banyak Rp200 ribu. Uang itu bahkan tak cukup untuk biaya pengobatan, apalagi untuk membeli obat.

"Terkadang ada juga pemilik kuda yang sama sekali gak berikan biaya pengobatan," beber ibu 9 orang anak ini.

3. Izin ke sekolah jika ada latihan balapan

Ketiga Anaknya Jadi Joki Cilik, Harisa Sedih Tak Dibantu oleh PemdaLinkilaw

Harisah menyadari jika balapan kuda salah satu aktivitas yang menantang maut. Namun dia tidak punya kuasa menghentikan kehendak tiga anaknya untuk balapan kuda.

"Bukan kami yang suruh, tapi memang kemauan mereka. Karena mereka juga hobi naik kuda," katanya.

Meski demikian, dia memastikan pendidikan anaknya sama sekali tidak terganggu. Dua anaknya yang pensiun menempuh pendidikan hingga tamat SMA, sementara Eka Saputra Irawan saat ini masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar (SD).

"Setiap sesi latihan atau lomba, kita selalu minta izin ke sekolah. Pihak sekolah juga berikan izin," pungkasnya.

Baca Juga: Harga Bawang Merah di Bima Anjlok, 1 Kilogram Seharga Rp13 Ribu

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya