TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dipicu Persoalan Ekonomi, Kasus Perceraian di Lotim Meningkat

Jumlahnya mencapai 1.120 kasus hingga Agustus 2024

Ilustrasi sidang perceraian (IDN Times/Elizabeth Chiquita)

Lombok Timur, IDN Times - Angka kasus perceraian di Lombok Timur (Lotim) masih tinggi. Tingginya angka tersebut disebabkan berbagai faktor, salah satunya dipicu persoalan ekonomi hingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. 

Pengadilan Agama Selong mencatat jumlah perceraian tahun 2024 kemungkinan mengalami kenaikan siginifikan. Data tahun 2023 lalu tercatat sebanyak 1.363 kasus perceraian, sementara pada tahun 2024 hingga Agustus angkanya sudah mencapai 1.120 kasus.

1. Berdampak terhadap pemenuhan hak perempuan dan anak

Ketua Pengadilan Agama Selong M. Nasir mengatakan, perceraian jelasnya akan berdampak terhadap pemenuhan hak perempuan dan anak. Ia mengapresiasi berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah Lotim untuk mencegah perkawinan usia anak. Karena upaya tersebut diakuinya menyebabkan penurunan jumlah pengajuan dispensasi kawin. 

"Dari angka 48 pada 2020 terus mengalami penurunan hingga menjadi 29 pada 2023 dan sampai bulan Agustus 2024 menjadi 10 kasus," jelas Nasir.

Baca Juga: Pemkab Lotim Tak Mampu Selenggarakan Tes CAT CPNS 2024

2. Pemkab Lotim dorong kearifan lokal

Penjabat Bupati Lotim M. Juaini Taofik menegaskan pihaknya tetap memberikan perhatian terhadap permasalahan anak dan perempuan. Terutama yang menjadi korban perceraian. Ia menyadari adanya permasalahan dalam perlindungan perempuan dan anak penting guna mendapatkan jalan keluar dan pemecahan masalah. 

Menurutnya persoalan kekerasan pada perempuan dan anak harus dilakukan secara bersama atau dengan bergotong-royong. Sebab, tidak ada persoalan yang dapat dipecahkan atau diselesaikan sendiri-sendiri. 

Selain mempertahankan komunikasi yang baik dalam keluarga, penerapan kearifan lokal di wilayah terkecil seperti kampung, menurutnya bisa menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan. Tujuannya untuk mengatasi permasalahan perempuan dan anak seperti perkawinan anak. 

"Kita mendorong Kepala Desa maupun dusun untuk dapat memanfaatkan kearifan lokal sebagai benteng bagi perlindungan perempuan dan anak," ungkapnya. 

Berita Terkini Lainnya