Harga Anjlok Bikin Petani Tomat di Lotim Enggan Panen

Tomat dibiarkan membusuk di sawah

Lombok Timur, IDN Times - Harga tomat di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dalam tiga bulan terakhir anjlok. Bahkan saat ini menyentuh harga terendah yaitu Rp160 per kilogram atau Rp8.000 per keranjang ukuran 50 kilogram.

Rendahnya harga ini menyebabkan petani menjerit karena mengalami kerugian besar. Buah tomat dalam kondisi siap panen itu enggan dipanen oleh petani, karena biaya panen lebih besar dari harga jual. Petani pun sengaja tidak memetik dan membiarkan tomat membusuk di tengah sawah. 

1. Sengaja dibiarkan membusuk

Harga Anjlok Bikin Petani Tomat di Lotim Enggan PanenPetani menunjukkan buah tomat yang tidak dipanen (IDN Times/Ruhaili)

Usman, petani di Subak Lendang Mudung Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lotim menuturkan, ia terpaksa membiarkan tanaman tomatnya membusuk, tidak diurus guna mengurangi tingkat kerugian. Karena jika tomatnya dipanen, ia akan menambah kerugian, sebab biaya panen lebih besar dari harga jual.

"Harga jual Rp8 ribu per keranjang dengan ukuran 50 kg, harga segitu tidak akan bisa mengembalikan biaya panen, karena lebih mahal upah petik dibandingkan dengan harga jualnya," keluhnya.

Semua petani di Subak Lendang Mudung mengalami hal sama, kualitas tanaman tomat kondisinya sangat baik, tetapi kualitas produksi tidak didukung oleh kualitas harga yang berpihak kepada petani. 

"Kondisi tanaman sangat baik, tetapi harganya jelek," imbuhnya.

Baca Juga: Pemkab Lotim Tak Mampu Selenggarakan Tes CAT CPNS 2024

2. Merugi puluhan juta

Harga Anjlok Bikin Petani Tomat di Lotim Enggan PanenBuah tomat dibiarkan membusuk jatuh ditanah (IDN Times/Ruhaili)

Merosotnya harga tomat ini diakui Usman karena banyaknya petani menanam saat beberapa waktu lalu sangat baik dan menguntungkan petani. Banyak petani yang ikut menanam sehingga terjadi over-produksi. Hal ini mengakibatkan harga yang tidak menyenangkan bagi petani.

"Perkiraan harga akan tetap normal dan membaik, ini di luar perkiraan petani, kita kira harganya sama," terangnya.

Usman sendiri mengaku merugi puluhan juta rupiah. Tahun ini ia menanam tomat di atas lahan 50 are dengan biaya produksi menghabiskan Rp25 juta. Parahnya selama satu musim tanam tomat ini, tidak pernah menemukan harga yang baik. Karena itulah, ia memilih merugi total biaya dibandingkan harus tambah merugi lagi dengan panen tomat dengan harga yang menyakiti hati. 

“Tomat saya biarkan membusuk dan memilih rugi total dari pada memanen yang hanya menambah kerugian," sebutnya. 

3. Sesalkan pemerintah hanya intervensi ketika harga mahal

Harga Anjlok Bikin Petani Tomat di Lotim Enggan Panenilustrasi kebun tomat (pexels.com/Markus Spiske)

Kondisi buruknya harga ini sangat disesalkan oleh petani, terutama terhadap pemerintah yang abai terhadap kerugian yang petani alami. Pemerintah, sebut Usman, selama ini hanya turun intervensi harga ketika harga komoditas mahal, tetapi tidak pernah ikut ambil bagian terhadap masalah petani yang mengeluhkan soal harga murah. 

"Pemerintah cenderung diam ketika petani keluhkan harga murah, sebaliknya ketika terjadi harga mahal, ramai-ramai turun melakukan intervensi. Bahkan acap kali, ketika satu komoditi mengalami kenaikan harga, marak kunjungan kemana-mana," keluhnya. 

Saat ini, tidak saja tomat yang mengalami kemerosotan harga, sebagian besar tanaman hortikultura juga mengalami hal serupa. 

"Pemerintah kita harapkan segera turun tangan melakukan intervensi guna meringankan beban petani. Sebagai pekerja yang memberikan sumbangan ekonomi tertinggi di, sektor pertanian semestinya menjadi prioritas utama untuk diperhatikan," tutupnya.

4. Dinas Pertanian Lotim imbau petani bijak menanam

Menanggapi anjloknya harga tomat ini, Kepala Dinas Pertanian Lotim, Sahri mengatakan terkait persoalan harga itu pihaknya tidak bisa berkutik karena bukan wewenangnya. Pihaknya hanya bisa mengimbau kepada petani agar lebih bijak dan berhati-hati dalam menentukan komoditas dan waktu tanam.

"Kami sangat prihatin kepada petani dan semoga cepat keluar dari persoalan ini," sebut sahri.

Sahri mengatakan bahwa pihaknya melalui PPL masing masing wilayah binaan tetap rutin melakukan sosialisasi terkait pola tanam, agar petani terhindar dari anjloknya harga komoditas.

"Ini bergantung pada pola tanam, cerdik-cerdiknya petani dalam menentukan waktu tanam," pungkasnya.

Baca Juga: Dipicu Persoalan Ekonomi, Kasus Perceraian di Lotim Meningkat

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya