TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hosting Fee MotoGP, Pemprov NTB Ogah Disebut 'Ongkang-ongkang Kaki'

Sekda ungkit pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana

Penonton MotoGP Mandalika 2023 di tribun grandstand premium. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) masih melempar pembayaran hosting fee MotoGP Mandalika 2024 sebesar Rp231 miliar dibebankan ke Pemprov NTB. Namun, Pemprov NTB menegaskan tidak punya anggaran sebesar itu untuk membiayai hosting fee MotoGP 2024.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB Lalu Gita Ariadi mengungkit hasil pertemuan antara PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau InJourney Tourism Development Corporation (ITDC), Mandalika Grand Prix Association (MGPA) dan Kemenparekraf dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi di Istana Bogor pada 11 Maret 2019.

"Sejarah awalnya MotoGP, ini komitmen pemerintah pusat setelah PP No. 52 Tahun 2014 tentang KEK Mandalika. Kemudian 2019, itu 11 Maret 2019 di Istana Bogor, ITDC bersama MGPA dan Kemenparekraf lapor ke Pak Presiden. Diputuskan waktu itu, tahun 2021 kita menjadi tuan rumah MotoGP. Ini bagian dari country branding negara kita mendukung pariwisata, bagian dari promosi Wonderful Indonesia," tutur Gita di Mataram, Selasa (10/9/2024).

Gita mengatakan bahwa Pemprov NTB sudah banyak berupaya untuk mewujudkan MotoGP di Indonesia. Salah satunya dengan mengambil utang senilai Rp500 miliar untuk menbangun dan melengkapi fasilitas rumah sakit. Pemprov merasa ogah disebut "ongkang-ongkang kaki" pada pelaksanaan MotoGP Mandalika ini.

1. NTB berutang Rp500 miliar untuk membangun rumah sakit dalam mendukung MotoGP

Setelah diputuskan Indonesia menjadi tuan rumah MotoGP, semua pihak mempersiapkan diri. Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR membangun jalan bypass dari Bandara Internasional Lombok menuju Sirkuit Mandalika.

Kemudian, PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Lombok memperpanjang runway atau landasan pacu bandara hingga memperluas terminal penumpang.

Sedangkan Pemprov NTB berutang ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp500 miliar untuk pembangunan IGD Terpadu dan Trauma Center RSUD Provinsi NTB dan fasilitas penunjangnya.

Supaya RSUD NTB menjadi rumah sakit rujukan untuk pembalap MotoGP yang mengalami kecelakaan. Sementara, kata Gita, biaya hosting fee dibebankan ke Kemenparekraf sebagai bagian dari country branding Indonesia.

"Pemda NTB juga bersiap sampai kita meminjam Rp500 miliar melengkapi fasilitas rumah sakit. Jadi bukan kita menolak berperan membayar hosting fee. Cuma waktu itu, di awal skenarionya sudah dibagi. ITDC kemudian membentuk MGPA, cucu perusahaan ITDC yang khusus bekerja mengelola sirkuit dan event-eventnya. Jadi, kalau kementerian pariwisata gak sanggup semestinya ITDC melalui anak perusahannya yang bayar hosting fee," ucap Gita.

Baca Juga: [WANSUS] Punya Tambang Emas, Kenapa NTB Masuk 12 Provinsi Termiskin?

2. KPK tak perbolehkan hosting fee dibayar Kemenparekraf

Pada prinsipnya, kata Eks Pj Gubernur NTB ini, semua pihak sudah memahami konsep tersebut. Namun, Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan bahwa Kemenparekraf tidak boleh membayar hosting fee sesuai temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jika Kemenparekraf dilarang membayar hosting fee, maka Pemda juga tentunya tidak boleh. Hanya saja, kata Gita, itu persoalan teknis. Kemenparekraf tinggal membayar biaya iklan untuk promosi branding Wonderful Indonesia ke MGPA.

"Jadi walaupun Kemenparekraf gak boleh membayar hosting fee, biaya iklan diserahkan ke ITDC wabil khusus MGPA. Kan dananya berpromosi, selesai. Teknisnya saja dari kementerian dana promosi Wonderful Indonesia sebagai country branding ditransfer ke MGPA. MGPA yang bekerja sama dengan Dorna mengeksekusi. Sederhana sebenarnya persoalannya. Mari belajar semua pada sejarahnya," tandas Gita.

Berita Terkini Lainnya