TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

13 Kelurahan di Kota Bima Dilanda Krisis Air, 15.863 Jiwa Terdampak

Warga beli air bersih Rp350.000 per tangki

Foto Kepala BPBD Kota Bima, Gufran saat salurkan air ke masyarakat (Dok/BPBD Kota Bima)

Kota Bima, IDN Times - Sebagian wilayah Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dilanda kekeringan. Data yang diperoleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), ada sebanyak 13 kelurahan yang terdampak krisis air bersih.

"Dari Januari hingga Juni 2024, baru 13 kelurahan yang dilaporkan terdampak kekurangan air dengan jumlah jiwa sebanyak 15.863 jiwa," kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Bima, Gufran dikonfirmasi Jumat (21/6/2024).

1. Warga beli air bersih Rp350.000 per tabung

Jajaran BPBD Kota Bima saat salurkan air bersih ke masyarakat (Dok/BPBD Kota Bima)

Belasan kelurahan yang terdampak air bersih meliputi Kelurahan Tanjung 1.829 jiwa, Paruga 1.368 jiwa, Dara 2855 jiwa, Pane 728 jiwa, Sambina'e 1.000 jiwa. Kemudian Kelurahan Panggi 450 jiwa, Manggemaci 1.134 jiwa.

Selanjutnya, Kelurahan Kendo 708 jiwa, Penana'e 409 jiwa, Kelurahan Melayu 3.780 jiwa. Kemudian Kelurahan Jatibaru Timur 1.287 jiwa, Jatibaru 227 jiwa dan Kodo 96 jiwa.

"Paling banyak terdampak terutama kelurahan yang berdekatan dengan pesisir pantai," jelasnya.

Akibat krisis air, selama ini masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Baik untuk penuhi kebutuhan memasak, minum, mencuci hingga MCK.

"Sehingga mereka harus membeli air dengan harga Rp350.000 ribu per tangki," bebernya.

Baca Juga: 15 Ribu Sapi dari Bima yang Dikirim ke Jabodetabek Laris Terjual

2. Alih fungsi lahan masif

Selain itu, masyarakat juga kesulitan mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian. Sehingga berdampak pada mengurangnya hasil pertanian, bahkan tidak sedikit para petani sampai mengalami gagal panen.

Menurut Gufran, krisis air ini akibat dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bima yang tak maksimal salurkan air ke masyarakat. Karena jaringan air banyak yang rusak akibat diterjang banjir bandang 2016 silam.

Kemudian, air bersih di wilayah pesisir tidak layak dikonsumsi. Karena airnya payau, dan hanya bisa digunakan untuk kebutuhan mencuci dan mandi.

"Selanjutnya, berkurangnya mata air, banyak pompa yang rusak, pembukaan dan alih fungsi lahan yang masif, kemudian kurangnya anggaran untuk penanganan air bersih," terang dia.

Berita Terkini Lainnya