Warga Bima Habiskan Rp144 Ribu per Bulan untuk Beli Air Bersih

Krisis air bersih sudah dialami selama 10 tahun

Bima, IDN Times - Nasib pilu dialami warga di Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sehari-hari mereka harus merogoh kantong hingga ratusan ribu untuk bisa mendapatkan air bersih. Kondisi ini bahkan sudah berlangsung selama 10 tahun.

Kondisi ini sudah puluhan tahun berlangsung. Warga sudah sering mengadu ke Pemerintah Daerah (Pemda) setiap pergantian pemimpin, namun tak ada realisasi program yang meringankan beban mereka akan kebutuhan air bersih.

1. 10 tahun terakhir beli air bersih

Warga Bima Habiskan Rp144 Ribu per Bulan untuk Beli Air BersihFoto pemukiman warga Desa Sanolo, tidak jauh dari lokasi produksi garam (IDN Times/Juliadin)

Warga bernama Abubakar mengaku sudah cukup lama wilayah setempat mengalami krisis air bersih. Selama ini mereka terpaksa mengonsumsi air payau dengan kadar garam yang cukup tinggi.

"Dulu, di sini kami minum air sumur yang digali di sekitar rumah. Misalnya untuk diminum, kami harus masak dulu air itu, biar gak sakit perut," jelas dia saat ditemui IDN Times, Senin (31/10/2022).

Dalam 10 tahun terakhir kondisi telah berubah. Sebagian besar penduduk setempat tidak berani lagi komsumsi air sumur, karena aroma dan kadar garamnya kian tinggi. Mengatasi kondisi tersebut, memaksa mereka merogoh kocek cukup dalam untuk bisa mendapatkan air bersih.

"Air itu diambil oleh warga di Desa Daru Kecamatan Bolo, lalu dijual keliling di sini," akunya.

2. Rogoh kocek Rp144 ribu sebulan

Warga Bima Habiskan Rp144 Ribu per Bulan untuk Beli Air Bersihilustrasi uang tunai baru (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Seperti biasa, untuk satu jeriken dengan kapasitas 20 liter, penjual air banderol Rp4 ribu. Lebih tinggi dari harga sebelum Bahan Bakar Minyak (BBM) naik yakni Rp3 ribu.

"Setiap kali saya beli air, paling banyak 3 jeriken. Total harganya Rp12 ribu," terangnya.

Air sebanyak itu hanya cukup untuk diminum dan pakai masak paling lama dua hari. Artinya dia harus beli air bersih tiga kali dalam satu pekan atau sebanyak 12 kali dalam sebulan, dengan total uang yang dihabiskan sebanyak Rp144 ribu.

"Itu baru untuk masak dan minum ya. Bagaimana misalnya ketika kebutuhan air untuk cuci dan mandi, pasti lebih dari itu. Jadi kami terpaksa gunakan air sumur untuk itu, cukup untuk minum dan masak yang dibeli," keluhnya.

Baca Juga: Tuntut Tersangka Korupsi di Bima Dibebaskan, Warga Blokade Jalan

3. Pernah gali sumur bor, namun hasilkan air payau

Warga Bima Habiskan Rp144 Ribu per Bulan untuk Beli Air BersihIDN Times/Aji

Menurut dia, Pemda Bima pernah menggali sumur bor di wilayah setempat. Namun air yang dihasilkan tetap bau dengan kadar air yang sama. Alternatif satu-satunya yang bisa dilakukan pemerintah yakni menyalurkan air dari lereng gunung wilayah setempat.

"Solusinya cuma satu baru bisa ada air bersih di sini, yakni salurkan air menggunakan pipa dari Bendungan Lende," terangnya.

Senada juga disampaikan Ibu Rumah Tangga (IRT) bernama Jumrah. Ibu dua orang anak ini mengeluhkan kondisi serupa, dia meminta agar kekurangan air bersih dapat diatasi Pemda Bima. Karena ia mengaku itu memberatkan, harus rogoh kocek baru bisa mendapatkan air bersih. Harus keluarkan uang ratusan ribu di luar pembayaran listrik dalam waktu sebulan. 

"Hitungannya tetap rugi. Kalau dalam setahun, hitung saja berapa yang kami keluarkan uang untuk beli air bersih," keluh dia.

Jumrah tidak menampik mendapat dropping air bersih dari Pemda Bima. Hanya saja jarang dilakukan, berbeda ketika jelang musim Pilkada atau Pileg, tanpa diminta ia dan warga lain bahkan sehari-hari mendapat dropping air bersih.

"Kebanyakan kami beli sendiri air bersih. Jarang kalau dari Pemda," ungkapnya.

4. Krisis air bersih

Warga Bima Habiskan Rp144 Ribu per Bulan untuk Beli Air Bersihhttps://www.femina.co.id/trending-topic/750-ribu-masyarakat-pelosok-raih-akses-air-bersih-dan-sanitasi-

Kepala Pelaksanaan (Kalak) BPBD Kabupaten Bima, Chandra Kusuma yang dikonfirmasi membenarkan krisis air bersih di Desa Sanolo. Bahkan wilayah penghasil garam tersebut sudah dipetakan menjadi titik langganan krisis air bersih setiap tahun.

"Wilayah itu memang krisis air bersih. Kami di BPBD sudah sering droping air bersih di sana jika ada permintaan," jelas dia pada IDN Times, Senin (31/10/2022).

Hanya saja penanganan untuk program jangka panjang bukan menjadi kewenangan pihaknya.  Namun hal tersebut dibawah tanggung jawab Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Perkim) Kabupaten Bima.

"Kami di sini sifatnya hanya bisa akomodir kondisi kedaruratan warga. Tidak dengan program permanen, misal pengadaan sumber air atau sejenisnya," tandas Chandra sapaan karib Kalak BPBD Bima ini.

Baca Juga: Jasad Perempuan yang Ditemukan di Jembatan Bima Ternyata Dibunuh Suami

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya